[caption caption="Kiyai Ahmad Sanusi Ajengan Cantayan"][/caption]
Rasanya jika seseorang mengucapkan satu kata bernama ‘Bandung’ berbagai ingatan tentang kota ini bermunculan dari :
- Udaranya yang sejuk, letaknya dilingkung gunung –senyatanya heurin ku tangtung - dengan ketinggian lebih kurang 768 m diatas permukaan laut semakin ke utara semakin tinggi dan semakin dingin sekitaran lebih kurang 1050 m diatas permukaan laut, otomatis saja semakin keselatan semakin rendah dan rawan banjir.
- Penduduk yang ramah (someah), budaya adiluhung sejak jaman Prabu Siliwangi hingga Kang Ridwan Kamil yang dikenal sebagai Wagiman alias Wali Kota Gila Taman.
- Pusat Pendidikan salah satunya ada ITB, kita perlu dan memang bangga karena ITB sangat menyejarah, dan pastinya tidak bangga bahkan kecewa dan perih plus pedih karena pernah diungkap oleh koran PR beberapa tahun yang lalu dan masih uptodate hingga kini konon alumni ITB banyak yang jadi pejabat kemudian pada korupsi.
- Pusat Keagamaan yang paling komprehensip, disini kita mesti waspada dari yang paling sholeh seperti Pak Kiyai EZ Muttaqien yang mendirikan UNISBA hingga yang paling salah (banyak di lihat saja di Suka Miskin, ada siapa saja tentu penulis enggan menyebutkannya) ya.. pusatnya di Kota Bandung.
- Pusat kreatifitas anak muda, karena Bandung bergerak dari pusat pendidikan, berlanjut menggeliat perekonomian juga kebudayaan bahkan pada tahun 2007 Britis Council menjadikan kota Bandung sebagai pilot project kota terkreatif
se – Asia Timur Raya, otomatis saja dengan begitu Bandung merupakan salah satu kota tujuan utama parawisata dan pendidikan.
The Unforgettabel Bandung
Situasi politik sejak sekitaran 1915 – 1950 khusus Jawa Barat ( memang lokasinya bukan di Bandung tetapi Sukabumi dan sekitarnya, akan tetapi jika seseorang berbicara tentang Jawa Barat otomatis saja Bandung terseret dalam kisah ini ).
Orang Jawa – Barat termasuk Bandung juga kaum mudanya, nyaris tidak mengenal seorang Ajengan (ulama) yang sangat berjasa pada perkembangan dunia pendidikan khususnya pondok Pesantren demikianpun pendidikan umum.
Beliau tersohor dan dikenal sebagai “Ajengan Cantayan” dan kemudian pindah ke Genteng, maka menjadi “Ajengan Genteng”.