Rombongan kecil KBandung, berkali – kali disambut dengan cukup beringas gonggongan anjing – anjing yang sangat menakutkan kami jumpai satu, atau dua anjing penjaga liar bahkan berombongan mereka mendatangi kami secara agresif.
Bang Aswi dan kedua putrinya sering berhenti sambil menakar keberanian, antara melanjutkan perjalanan dengan gonggongan curiga atau standing kalem sebagai salam perkenalan bahwa antara Bang Aswi dan kedua puterinya tidak bermaksud mengusik kehidupan masyarakat sekitar, ala kadarnya saja, “Cuma numpang lewat koq”
Disela – sela gonggongan anjing Bang Aswi sempat berkisah bahwa dirinya sangat “trauma” terhadap anjing, suatu ketika saat bersepeda dikejar anjing dan akan digigit dari situ hatinya trauma.
Si kecil yang neplok di pundak Bang Aswi saat tengah berkisah sambil ketakutan, bertanya spontan : “Bi (Abi), apa sii artinya trauma ?” maka sang ayah pun mengurai kata “trauma” dengan kalimat sederhana yang semoga bisa difahami, tepatnya penulis lupa apa ya . . . uraian Bang Aswi di pagi itu, intinya “trauma, adalah perasaan takut yang lama terpelihara dan terpendam dalam diri kita dan sulit sembuhnya”.
Sepintas dengan uraian Bang Aswi, sepertinya dia tetap memelihara trauma – nya terhadap gonggongan anjing di kampung manapun juga, yang penting ada teman Bang ! minimal jaga image bahwa Abang ngga sempet trauma, pura – pura tidak punya masalah, terhadap lolongan atau gonggongan anjing seberapapun mengerikannya.
Tidak kalah penasaran Wardah Fajri bertanya sangat serius ( ya seram juga berjalan sambil digonggong rombongan anjing !) “Bund, kenapa koq masyarakat sini pada pelihara anjing ?”
Bunda menjawab serius juga (kami serombongan makhluk pembuka jalan alternatif yang pada ketakutan, cuma semua jaim termasuk Susanti Hara Jv).
Dugaan penulis jika dilihat dari geografis, baik itu desa Pasanggrahan demikianpun Baru Tunggul plus Ciharegeum ketiga desa ini masuk wilayah Tahura, dan dibawah kecamatan Cimenyan.
Cimenyan sangat terkenal tempat bermukimnya aliran agama Sunda Permai, walaupun banyak lagi aliran kebatinan yang berkembang di wilayah ini baik yang disebut “agama karuhun”, “sunda wiwitan” agama . . . agama yang mirip kejawen (?). Aliran – Aliran agama Permai ini menjadi catatan dan referensi para juru dakwah atau misionaris karena memang peta dakwah mudah kita peroleh baik dari Kemenag maupun googling.