Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi para penyelenggara, lantaran harus melaksanakan persiapan yang ekstra untuk kedua perhelatan yang mau tidak mau tahapan persiapannya tetap saja akan beririsan. Sehingga diharapkan tantangan ini dapat dimitigasi sejak dini.
Beban kerja penyelenggara
Meski memiliki pengalaman menyelenggarakan dua tahapan sekaligus pada tahun 2018 dan 2019. Tidak dapat dipungkiri beban kerja penyelenggara akan menjadi lebih berat lantaran dari Pemilu menuju Pilkada hanya terpaut sekitar 280 hari
Petugas Ad hoc di lapangan nantinya akan memiliki tugas ekstra baik dalam hal penyesuaian data pemilih, sosialisasi sampai dengan menuntaskan rekapitulasi suara yang kerap kali masih mengalami kendala-kendala yang dapat disebabkan oleh berbagai aspek.
Seperti misalnya adanya kesalahan hitung, penulisan dan input data ditingkat KPPS yang berpengaruh terhadap molornya waktu pleno penetapan suara berjenjang dan masih banyak bentuk-bentuk kendala lainnya.
Situasi pandemi Covid-19
Tidak hanya Pilkada 2020 yang digelar ditengah pandemi. Bisa dikatakan tahapan Persiapan Pemilu masih akan dilaksanakan di tengah situasi pandemi Covid-19. Mengingat tahapan demi tahapan terus bergulir dan dilakansanakan oleh KPU.
Sehingga pada situasi ini, berbagai penyesuaian protokol kesehatan dan pengaturan teknis pelaksanaan kegiatan tentunya akan akan Kembali mengalami penyesuaian.
Penyesuaian defisit APBN
Konsep Pemilihan serentak ditahun yang sama dan ditambah dengan situasi pandemi. Tentunya menjadi beban anggaran tersendiri bagi pemerintah salah satunya adalah defisit APBN.
Jika pemerintahan dari presiden Jokowi secara resmi berganti ke presiden yang baru maka secara tidak langsung Perpu Nomor 1 Tahun 2020 juga tidak berlaku. Sehingga perlu adanyya penyesuaian Kembali terhadap defisit APBN.