Mohon tunggu...
Rosihan AriYuana
Rosihan AriYuana Mohon Tunggu... Dosen - Dosen sekaligus mahasiswa di Universitas Sebelas Maret (UNS)

Penulis buku matematika SMA di PT. Tiga Serangkai. Suka berbagi tips dan trik pemrograman lewat tulisan di http://blog.rosihanari.net. Saat ini sedang menempuh studi doktoral (S3) Ilmu Pendidikan di UNS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menilik Strategi Pendidikan Singapura: Faktor-faktor Kunci Penentu Kesuksesan

4 Januari 2024   21:58 Diperbarui: 5 Januari 2024   17:52 1162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Singapura, sebuah negara kecil yang ada di Asia Tenggara, tentunya sudah dikenal secara umum akan kemajuannya. Negara yang berada di ujung selatan Semenanjung Malaya dan merdeka pada tanggal 9 Agustus 1965 ini [1], dengan cepat berbenah mengejar ketertinggalannya dari negara-negara tetangga yang lebih dahulu merdeka, salah satunya adalah Indonesia.

Sistem pendidikan merupakan hal utama yang harus segera dibenahi oleh pemerintah Singapura sejak kemerdekaannya. Hal ini disebabkan karena ada sekitar 2 juta rakyat Singapura yang buta huruf dan tidak memiliki keterampilan. Kesungguhan yang kuat untuk memperbaiki sistem pendidikan ini berbuah manis dengan diperolehnya peringkat 8 besar PISA di tahun 2009 dan peringkat 2 PISA di tahun 2018 [2]. 

PISA adalah singkatan dari Programme for International Student Assessment, atau Program Asesmen Siswa Internasional, merupakan penilaian yang dilakukan setiap tiga tahun sekali oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Dengan demikian, hanya dalam waktu 53 tahun, Singapura berhasil mengalahkan negara-negara maju lainnya. Pada tahun itu, Singapura hanya kalah dari China. Namun demikian, pada tahun 2022 Singapura akhirnya berhasil menempati posisi pertama di PISA [3]. Ini sebagai bukti bahwa Singapura telah berhasil dalam mengelola dan memajukan sistem pendidikannya.

Hal menarik untuk dibahas di sini adalah apa dan bagaimana strategi Singapura dalam menata sistem pendidikannya sehingga dapat meraih kemajuan dalam waktu yang sedemikian cepat. Artikel ini akan membahas strategi yang ditempuh pemerintah Singapura, serta faktor yang mendukung kemajuan tersebut, berdasarkan beberapa sumber bahan kajian yang diperoleh penulis.

Strategi Pemerintah

Untuk menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas, pemerintah Singapura telah menerapkan beberapa strategi. Berikut ini adalah beberapa strategi yang telah dilakukan.

Sistem Rekruitmen Guru

Setelah meraih kemerdekaannya, pemerintah Singapura segera menentukan strategi untuk menata sistem pendidikannya. Hal pertama yang dilakukan adalah memenuhi kebutuhan guru, yang selanjutnya disebut dengan guru perintis. Pemerintah Singapura memiliki prinsip bahwa pondasi awal penentu kualitas pendidikan adalah guru. Dengan melalui proses seleksi yang ketat, pemerintah melakukan rekruitmen guru perintis dari warga negaranya. 

Proses rekruitmen dilakukan melalui beberapa prosedur. Prosedur pertama adalah penjaringan calon guru dengan melihat kualitas akademiknya. Dalam hal ini hanya akan dijaring calon guru yang memiliki kualitas akademik terbaik. Langkah berikutnya adalah melakukan penyaringan lagi terhadap calon guru yang lolos kualifikasi akademik, dengan melakukan wawancara untuk melihat passion dan kepeduliannya terhadap pendidikan. Calon guru perintis yang lolos tahap wawancara selanjutnya akan dilatih di National Institute of Education (NIE). Setelah selesai diberikan pelatihan, para guru ditempatkan di sekolah-sekolah dan diberikan pendampingan (mentoring) oleh guru-guru lain yang lebih berpengalaman.

Dalam setiap tahunnya, pemerintah Singapura melakukan prosedur di atas untuk mencetak sekitar 2.000 orang guru baru. Melalui strategi tersebut akan dihasilkan para guru yang tidak hanya memiliki kemampuan mengajar (pedagogi), namun juga memiliki pemahaman dan pengetahuan yang baik terhadap mata pelajaran yang diampunya.

Program Pengembangan Profesional Guru

Pemerintah Singapura menyadari bahwa penting bagi setiap guru untuk mendapatkan program pengembangan profesionalnya. Untuk mengakomodasi hal itu, pemerintah memberikan kesempatan kepada guru untuk bisa mengambil program tersebut dengan alokasi waktu 100 jam per tahun. Bentuk kegiatan ini dapat berupa keikutsertaannya kembali dalam mengikuti pelatihan di NIE.

Pembentukan Komunitas Guru

Berdasarkan hasil penelitian, seorang guru yang berada dalam sebuah komunitas guru profesional akan lebih cepat dalam pengembangan kemampuannya dibandingkan mengikuti program pelatihan. Melihat hal tersebut, sejak tahun 2009 Pemerintah Singapura mengenalkan sebuah konsep komunitas yang disebut dengan Professional Learning Communities (PLC) di setiap sekolah-sekolah yang ada. Tujuan dari komunitas ini adalah sebagai wadah bagi para guru untuk berbagi pengetahuan dan pengalamannya dalam mengajar.

Mendorong & Memfasilitasi Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran

Di era digital, peran teknologi sangatlah penting. Pemerintah Singapura menyadari bahwa pengetahuan saat ini tidak hanya diperoleh dari guru, atau tidak dimonopoli lagi oleh guru, namun pengetahuan dapat diperoleh dari mana saja melalui perangkat akses digital. Melalui teknologi, akan memberikan kesempatan yang luas dan menarik bagi siswa untuk mendapatkan pengetahuan, serta lebih memudahkan bagi guru untuk mengelola kelasnya.  

Melihat hal itu, pemerintah Singapura mendorong dan memfasilitasi sekolah dalam penggunaan teknologi, termasuk di dalamnya teknologi Artificial Intelligence (AI) [4]. Sebagai wujud nyata dan komitmen terhadap penerapan teknologi dalam pendidikan, Pemerintah Singapura telah mengalokasikan 12.4% anggarannya untuk hal ini atau secara umum untuk bidang pendidikan [5].

Melalui komunitas seperti PLC yang ada di sekolah, para guru junior juga akan mendapatkan ilmu dan pengalaman dari guru senior terkait dengan penggunaan teknologi dalam pembelajaran.

Kunjungan Pemerintah ke Sekolah

Setiap tahunnya, pihak Kementerian Pendidikan Singapura melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah, paling tidak sebanyak 12 kali. Hal ini bertujuan untuk mendengar masukan dan melihat masalah yang ada sekolah, bahkan langsung bertemu dengan guru. Apa yang dilihat dan didengar oleh pemerintah melalui kementerian pendidikan secara langsung dari sekolah ini akan menjadi input untuk merumuskan kebijakan strategi yang akan ditempuh berikutnya.

Faktor Pendukung Kesuksesan

Kemajuan sistem pendidikan Singapura tidak hanya didasarkan pada strategi jitu yang dipilih pemerintahnya, namun juga adanya faktor pendukung lainnya. Faktor pendukung ini dapat berasal dari lingkungan sekolah, masyarakat, dan juga keluarga.

Sistem Pembelajaran

Sistem pembelajaran di Singapura mengedepankan pada kemampuan berpikir kritis dan kreativitas siswa. Untuk mengasah kemampuan kritis siswa, guru banyak memberikan pertanyaan-pertanyaan pemantik yang bersifat Socratic Question. Socratic Question adalah metode pengajaran yang berfokus pada penggalian jawaban dari siswa, dengan cara memberikan pertanyaan sebagaimana yang dilakukan filsuf Sokrates ketika berdialog dengan Plato (muridnya). Seorang guru haruslah memposisikan dirinya seperti orang bodoh dan sedang mencari jawaban, lalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswanya dan memancing mereka mencapai tingkat pemahaman tertinggi. Dengan metode ini seorang siswa dapat mengenali kontradiksi-kontradiksi, melakukan telaah kritis, dan merekonstruksi ulang gagasan-gagasan mereka sendiri sehingga lebih sempurna [6]. Metode ini sering diterapkan guru di Singapura di setiap sesi pembelajarannya (lihat contoh penerapannya).

Tidak hanya menerapkan Socratic questioning, guru di Singapura juga menerapkan model hands on learning. Implementasi dari model ini adalah dalam bentuk diskusi kelompok kecil, melakukan serangkaian eksperimen, menulis laporan dan refleksi pasca eksperimen/kegiatan. Hands on learning merupakan model pembelajaran yang menerapkan prinsip learning by doing atau eksperiensial [7]. Manfaat dari model ini adalah lamanya retensi atas pengetahuan siswa. Tidak hanya itu, hands on learning juga cocok diterapkan pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem-based learning dan project-based learning. Melalui pengalaman-pengalaman yang dilakukan siswa dalam kegiatan hands on learning ini, akhirnya dapat mengkonstruksi pengetahuan yang nantinya akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Dengan demikian penerapan model hands on learning ini juga dapat mendukung teori konstruktivisme dalam pembelajaran.

Selain penerapan Socratic questioning dan hands on learning, sekolah di Singapura juga menerapkan pembelajaran terdiferensiasi. Hal ini berangkat dari fakta bahwa keadaan dan kemampuan tiap siswa dalam sebuah kelas tidaklah sama. Untuk mengakomodasi pembelajaran yang bisa diterima oleh semua siswa diperlukan pendekatan pembelajaran terdiferensiasi. 

Di dalam pendekatan pembelajaran, perbedaan individual siswa sangat diakui dan dihormati. Oleh karena itu pembelajaran terdiferensiasi merupakan perwujudan dari teori pendidikan humanisme, di mana pendidikan mengemban konsep untuk memanusiakan manusia sehingga siswa mampu memahami dirinya dan lingkungannya [8]. Melalui pendekatan pembelajaran terdiferensiasi diharapkan siswa dengan keadaan dan kondisi apapun dapat merasa nyaman dalam belajar. Dengan prinsip 'mendorong yang lemah dan tidak membatasi mereka yang berkemampuan tinggi', suasana pembelajaran di kelas yang ada di Singapura terasa menyenangkan. Di Singapura, siswa yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam belajar akan diberikan dukungan yang lebih. Sedangkan siswa yang berkemampuan tinggi, diberikan fasilitas untuk bisa mengembangkan kemampuannya.

Faktor pendukung keberhasilan pendidikan Singapura lainnya adalah adanya integrasi kurikulum sekolah dengan dunia industri. Proses pembelajaran di Singapura tidak hanya dilakukan di sekolah, namun juga dilakukan dengan terjun langsung di industri. Melalui program ini, siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan dari sekolah, akan tetapi juga mendapatkan pengalaman langsung di lapangan dengan dibimbing oleh para ahli di bidangnya pada industri. Selain itu manfaat lain program ini adalah siswa akan mendapatkan softskill berupa kedisiplinan, kemampuan komunikasi dan berinteraksi dalam lingkungan kerja, serta kolaborasi tim dalam pekerjaan.

Pembelajaran di kelas belumlah cukup untuk memberikan pendidikan kepada siswa. Perlu didukung dengan kegiatan luar kelas untuk membentuk karakter dan mengembangkan minat bakat siswa. Dalam rangka hal tersebut, beberapa sekolah di Singapura juga menyelenggarakan kegiatan ko-kurikuler. Contoh kegiatan ko-kurikuler yang dilakukan di Singapura adalah berkebun, dan musik.

Budaya dan Prinsip Masyarakat

Budaya dan prinsip yang melekat di masyarakat pada suatu negara juga akan menjadi faktor penentu keberhasilan dan kemajuan negara tersebut. Di Singapura, budaya membaca dan literasi di masyarakat termasuk nomor dua tertinggi di Asia Tenggara [9]. Hal ini tidak mengherankan karena adanya penanaman kebiasaan membaca anak di sekolah. Penerapan penanaman kebiasaan ini dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran kelas dimulai. Siswa diberikan kesempatan untuk membaca surat kabar dalam rentang waktu tertentu. 

Selain pembiasaan gemar membaca di pendidikan formal sekolah, Singapura juga memiliki berbagai program literasi di perpustakaan dan pusat komunitas. Perpustakaan adalah tempat yang sangat penting dalam membangun budaya literasi di masyarakat. Pemerintah Singapura memberikan kemudahan akses masyarakat terhadap perpustakaan, dan mendukung program baca keluarga, di mana orang tua diajarkan untuk membacakan buku kepada anak-anak mereka sejak usia dini.

Selain adanya budaya gemar membaca, keberhasilan pendidikan di Singapura juga dipengaruhi oleh adanya prinsip 'Kiasu' pada masyarakatnya. 'Kiasu' memiliki makna takut kalah. Orang-orang Singapura cenderung menginginkan sesuatu yang pertama dalam segala hal. Artinya mereka ingin menjadi orang-orang yang terbaik dari yang terbaik [10]. Prinsip ini bahkan sudah ditanamkan pada anak-anak semenjak kecil oleh orangtua mereka. Prinsip hidup inilah yang membuat masyarakat Singapura selalu hidup dalam kompetisi, untuk bisa menjadi terbaik di antara yang lain. Demi mengejar posisi yang terbaik dalam kemampuan inilah yang membuat sebagian besar orang tua di Singapura mendorong anak-anaknya untuk mendapatkan tambahan jam belajar dan keterampilan di luar sekolah sesuai minat dan bakatnya.

Tantangan

Di balik keberhasilan sistem pendidikan di Singapura bukan berarti tidak ada tantangan dan kendala. Salah satu tantangan yang muncul adalah ancaman pada kesehatan mental para siswa. Dengan tuntutan suasana kompetisi yang ketat karena prinsip 'Kiasu', menyebabkan siswa rentan mengalami kondisi stres dan depresi. Selain itu jam belajar yang cukup padat di sekolah, dan masih ditambah kegiatan tambahan di luar sekolah berdampak pada kurangnya waktu bermain bagi anak. 

Ini adalah beberapa tantangan yang perlu diperhatikan pemerintah Singapura dalam menentukan strategi pendidikan yang lebih baik. Meskipun demikian, untuk mengatasi ancaman kesehatan mental siswa, beberapa sekolah telah menyediakan layanan konseling khusus yang  melibatkan para ahli psikologi.

Berkaca dari strategi pemerintah Singapura dalam memajukan sistem pendidikannya, sudah seharusnya pemerintah Indonesia juga melakukan evaluasi dan segera menyusun langkah strategis. Beberapa masalah klasik yang menjadi penghambat pendidikan di Indonesia di antaranya adalah isu kualitas SDM guru, yang mayoritas masih dianggap belum memahami dan belum menerapkan pendekatan pedagogik secara tepat bagi anak didiknya [11]. Tidak hanya itu, rendahnya kualitas literasi dan budaya membaca siswa juga dituding menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia [12]. Dari strategi pemerintah Singapura di atas dimungkinkan ada di antaranya yang dapat diadopsi di Indonesia, dengan harapan segera tercapai tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui sistem pendidikan yang lebih baik.

----

Sumber Kajian:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun