Mohon tunggu...
Rosidin Karidi
Rosidin Karidi Mohon Tunggu... Human Resources - Orang Biasa

Dunia ini terlalu luas untuk ku. Menjadikan sadar semakin sedikit yang ku tahu.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Menakar Manfaat Kartu Debit Uang Saku Jemaah Haji

26 Februari 2020   20:21 Diperbarui: 27 Februari 2020   20:57 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang sedang melakukan transaksi depan mesin penarikan uang di Saudi Arabia | sumber: saudinesia.com

Peningkatan layanan bagi jemaah haji kini mulai menyasar uang saku jemaah. Ya, musim haji tahun 2020 ini jemaah haji akan merasakan sesuatu yang berbeda. Rencananya uang saku tidak lagi diberikan tunai, tapi melalui kartu debit.

Artinya, setiap jemaah akan diberikan kartu debit. Didalamnya sudah tersedia uang 1.500 Riyal. Kartu inipun digadang sekaligus menjadi identitas jemaah.

Kebijakan tersebut kini tengah digodok. Namun gambaran sudah disampaikan Menteri Agama Fachrul Razi beberapa waktu lalu. Menurutnya sosialisasi kepada ketua regu telah dilakukan untuk membantu mereka di lapangan.

Menag menilai penggunaan uang tunai justru pemborosan lantaran jemaah cenderung menghabiskan uang tersebut sebelum kembali ke Indonesia. Bila diberi dalam bentuk kartu debit, mungkin akan dipakai secukupnya dan dia bangga pulang masih ada isinya.

Sebelumnya, sudah berlangsung bertahun lamanya uang saku diberikan secara tunai kepada jemaah haji saat di asrama. Uang tersebut dalam lembaran 500 sebanyak 2 lembar dan 5 lembar pecahan 100 Riyal. Dengan kondisi ini, jemaah dapat membelanjakan langsung saat di Tanah Suci.

Baca juga

Memahami Manfaat Uang Saku Jemaah Haji
Aneka Kebutuhan Jemaah Haji di Tanah Suci

Dalam artikel tersebut, saya mencoba mengulas sejumlah manfaat uang saku bagi jemaah saat di Tanah Suci. Dan pada tulisan berikutnya, saya mengulas berbagai kebutuhan jemaah, yang sebagian besar dipenuhi dari uang saku.

Secara garis besar setidaknya ada empat macam kebutuhan jemaah. Pertama kebutuhan ibadah. Kedua kebutuhan sehari-hari. Ketiga kebutuhan wisata religi. Dan keempat kebutuhan buah tangan atau oleh-oleh.

Meski sebenarnya uang saku 1.500 Riyal itu, bagi sebagian besar jemaah hanyalah uang tambahan untuk keperluan tertentu. Sementara pemenuhan kebutuhan yang lebih besar, mereka telah menyiapkan sejumlah uang, sejak jauh hari.

Tentu yang saya bayangkan bagaimana nanti jemaah haji dalam bertransaksi gunakan kartu debit. Akan lebih mudah atau justru menyulitkan. Akankah asumsi yang semula disangkakan jemaah lebih irit terbukti. Dan bagaimana nasib kartu pasca berhaji.

Serangkut pertanyaan mesti dijawab segera. Mengingat musim operasional penyelenggaraan haji sudah di depan mata. Pemenuhan infrastruktur, sinkronisasi sistem antar bank dan antar negara, dan segala macam persiapan sistem transaksi keuangan.

Dukungan Infrastruktur

Kota Mekah dan Madinah, khususnya sekitaran masjid didesain sebagai kota ibadah. Meski banyak perdagangan, kedua kota itu tidak dirancang sebagai kota bisnis. Jadi wajar bila di sana tidak banyak tersedia mesin penarikan uang.

Demikian pula toko penjaja dagangan, tidak banyak menyediakan fasilitas pembayaran non tunai. Baik gunakan kartu kredit, kartu debit, atau kartu sistem keuangan lainnya. Sebagian besar dari mereka lebih senang pembayaran tunai.

Selain itu, saat musim haji sepanjang jalan kota Mekah dan Madinah berjejer pedagang musiman. Di tempat inilah seringnya jemaah haji Indonesia belanja kebutuhan sehari-hari dan oleh-oleh dengan harga relatif murah. Sebagai pedagang musiman, tentu tidak mempersiapkan diri dengan perangkat transaksi non tunai.

Pengalaman saya selama musim haji di kota Mekah dan Madinah, merasakan tidak mudah mencari mesin penarikan uang tunai. Masih lebih mudah mencari loket penukaran mata uang.

Mesin penarikan uang tunai, kalaupun ada letaknya cukup jauh dari jangkauan tempat tinggal jemaah. Ini jelas menjadi kendala utama jemaah saat berkebutuhan mendesak.

Persoalan berikutnya, meski ketemu mesin penarikan unag tunai, mungkin tidak leluasa seperti halnya di Indonesia. Karena di layar mesin hanya tertulis bahasa Arab "gundul" tanpa harakat. Jika pun ingin berganti bahasa, yang ada bahasa Inggris.

Budaya Menggunakan Kartu Debit

Dalam banyak hal, menggeser budaya gunakan uang kertas ke uang plastik perlu waktu dan edukasi terus menerus. Sementara profil jemaah haji saat ini bukanlah generasi yang terbiasa dengan transaksi elektronik.

Sosialisasi sampai tataran ketua regu sekalipun, sepertinya tidak akan menjawab persoalan seluruhnya. Mengingat kebutuhan transaksi keuangan setiap jemaah bersifat pribadi dan sewaktu-waktu.

Bahkan dengan kondisi perkembangan teknologi seperti saat ini. fenomena pergeseran sistem pembayaran dari tunai ke non tunai seakan menjamur. Bukan berarti serta merta mudah menggeser kebiasaan jemaah dalam bertransaksi.

Pengganti Identitas

Kartu debit digadang pengganti identitas. Identitas yang mana?

Saat ini setiap jemaah memiliki setidaknya empat atribut, selain paspor. Ada gelang baja, gelang kesehatan, gelang maktab, dan kartu identitas. Di luar itu masih ditambah sejumlah atribut KBIH atau kedaerahan.

Gelang baja menjadi identitas utama yang terus melekat pada tubuh jemaah haji. Dalam berbagai sosialisasi disampaikan ke jemaah, apapun kondisinya gelang tidak boleh dilepas selama operasional haji. Gelang ini memuat identitas jemaah haji, nama, nomor paspor, dan kloter.

Penggunaan gelang baja juga dipakai oleh jemaah beberapa negara lainnya. Karena dinilai paling praktis.

Pemanfaatan Sisa Uang

Uang saku 1.500 Riyal merupakan hak jemaah haji atas sejumlah biaya yang dibayarkan kepada BPKH. Karena di dalamnya ada komponen uang saku. Bahkan kehadiran uang saku dalam biaya haji menjadi penunjang kebutuhan jemaah selama di Tanah Suci.

Lantas mengapa harus dibatasi dalam penggunaan? Penempatan uang dalam kartu debit jelas membatasi penggunaan uang yang memang sudah menjadi haknya.

Setelah pulang kembali ke Indonesia, jika memang masih tersisa Riyal, terus kemana mencairkannya. Bukankah ini malah memberikan beban tambahan, waktu dan tenaga.

Belum lagi soal potongan biaya administrasi dan pergeseran selisih nilai tukar penarikan dalam bentuk Rupiah. Semakinlah menggerus nilai manfaat yang bakal diterima jemaah.

Potensi Penyalahgunaan

Bukan hal tidak mungkin, fasilitas kartu debit mampu menyulut potensi penyalahgunaan sejumlah oknum. Ketidakpahaman dan ketidaknyamanan jemaah nampaknya akan menjadi celah tindakan itu.

Kebutuhan jemaah akan uang tunai dalam bentuk Riyal, bukan hal mustahil menumbuhkan pasar jual beli kartu debit. Oknum bisa saja membeli kartu debit dari jemaah dengan harga lebih rendah. Setelah menguras isi, kartu debit tersebut dikembalikan ke jemaah.

Semoga Pemerintah bisa menjelaskan kepada jemaah dan masyarakat secara bijak akan rencana kebijakan penggunaan kartu debet ini. Setidaknya manfaat, tata cara dan resiko yang perlu menjadi catatan sekaligus pekerjaan tambahan bagi petugas yang mendampingi. Sehingga jemaah merasa lebih nyaman dalam beribadah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun