Beberapa waktu lalu, mencuat isu berkurangnya besaran uang saku jemaah haji. Dari sebelumnya 1.500 Riyal menjadi 1.000 Riyal pada tahun 2020 ini. Isu ini diwacanakan Badan Pengelola Keuangan Haji, sebagai lembaga yang mengelola uang jemaah haji sepenuhnya.
Apa sebenarnya uang saku jemaah, dari mana asalnya, dan untuk kebutuhan apa uang saku itu muncul dalam komponen biaya haji?
Dalam setiap setoran biaya haji yang dibayarkan jemaah, sudah termasuk uang saku. Uang saku ini pada saatnya akan dikembalikan ke jemaah menjelang berangkat ke Tanah Suci.
Jadi, sebenarnya uang saku ya uang jemaah sendiri, yang dititipkan kepada Pemerintah melalui setoran biaya haji. Artinya bisa saja jemaah menyimpan sendiri untuk kebutuhan selama di Tanah Suci. Tanpa harus muncul dalam komponen biaya haji.
Kebijakan Uang Saku
Belum ditemukan referensi resmi sejak kapan ada komponen uang saku dalam biaya haji. Tapi menurut beberapa sumber, uang tersebut sebagai bentuk kebijakan Pemerintah untuk antisipasi bagi jemaah yang kehabisan atau tidak punya uang saku saat berangkat haji.
Seperti diketahui dalam tradisi masyarakat Indonesia. Seorang jemaah yang hendak berangkat haji, melaksanakan berbagai acara selamatan. Hal ini tentunya menyedot rupiah tidak sedikit.
Bagi jemaah berkemampuan lebih, tentu tidak masalah. Namun bagi mereka dengan ekonomi pas-pasan tentu adanya uang saku memberikan keringanan penuhi kebutuhan selama di Tanah Suci.
Dulu, pelayanan jemaah tentu tidak seperti saat ini. Belum ada layanan katering, belum ada layanan transportasi di kota Mekah. Sehingga jemaah harus memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Membeli makan atau bayar taksi menuju Masjidil Haram.
Keadaan ini mengharuskan jemaah membuat persiapan lebih besar sebelum berangkat. Bahkan sebagian jemaah membawa peralatan memasak, sekaligus beras dan lauknya dari Tanah Air sebagai bekal selama tinggal di Tanah Suci.
Maka di sinilah diperlukan tambahan uang saku bagi jemaah.
Asal Usul Besaran 1.500 Riyal
Besaran uang saku haji sebanyak 1.500 Riyal tidak muncul secara tiba-tiba. Semua telah dihitung matang tanpa harus memberatkan jemaah saat membayar lunas biaya haji.
Kebijakan uang saku muncul sebelum ada layanan katering dan transportasi. Maka uang saku tersebut dihitung berdasarkan asumsikan untuk membantu pemenuhan kebutuhan hidup jemaah selama di Tanah Suci.
Ada tiga komponen di dalamnya, yakni pembayaran dam, makan sehari-hari dan transportasi. Sebagaimana diketahui, hampir seluruh jemaah haji Indonesia terkena sanksi bayar dam karena melaksanakan haji Tamatuk. Hanya sebagian kecil dari mereka tetap kenakan ihram sejak miqat umrah Qudum sampai akhir tahalul haji.
Untuk membayar denda dam diperkirakan perlu biaya 350 Riyal. Harga kambing di pasar berkisar 300-400 Riyal selama musim haji. Kemudian untuk makan sehari seorang jemaah perlu biaya 20 Riyal. Selama melaksanakan ibadah haji, jemaah akan tinggal di Tanah Suci 40 hari.
Maka untuk pemenuhan kebutuhan makan, perlu 800 Riyal. Total 1.150 Riyal. Sisanya 350 Riyal dipakai untuk kebutuhan lainnya, seperti transportasi, kebutuhan cuci dan mandi, dan lain sebagainya terserah masing-masing jemaah.
Perbaikan Layanan Haji
Seiring tahun terjadi perbaikan layanan di Tanah Suci. Atas berbagai kendala di lapangan dan sejumlah masukan, muncul layanan katering dan transportasi. Dari segi kualitas dan kuantitas pun terus membaik.
Dari sisi ini, sebenarnya kebutuhan makan dan transportasi jemaah praktis terlayani. Jemaah tidak perlu repot lagi mencari atau mengeluarkan biaya penuhi kebutuhan makan dan transportasi. Semua sudah dilayani. Kecuali mereka ingin dapatkan selera di luar menu katering yang ada.
Bahkan rencananya tahun 2020 ini, layanan katering diberikan tanpa jeda. Begitu pula dengan layanan transportasi bus shalawat. Terus-menerus selama jemaah tinggal di Tanah Suci.
Wacana Penghapusan Uang Saku
Beberapa tahun lalu sempat muncul wacana menghapus uang saku dari komponen biaya haji.Â
Rencana penghapusan uang saku ini setelah melihat berbagai perbaikan layanan memadai yang diterima jemaah. Selain juga upaya tersebut untuk menekan penurunan biaya haji secara signifikan.
Secara matematika, ya jelas hilangnya komponen uang saku dapat menurunkan biaya haji.Â
Hitungan kasar dalam mata uang Rupiah, konversi uang saku mencapai enam juta Rupiah. Artinya jika selama ini rata-rata biaya haji sekitar 35 juta, bisa turun hingga 29 juta. Sangat murah, bahkan mendekati biaya umrah.
Namun dalam perkembangan diskusi berikutnya, sejumlah pihak memberikan masukan agar keberadaan uang saku dalam komponen biaya haji tetap dipertahankan. Hingga sekarang.
Penyaluran Uang Saku
Uang saku diberikan ke jemaah dalam bentuk pecahan Riyal. Dua lembar pecahan 500, dan lima lembar pecahan 100.Â
Bentuk Riyal tentu memudahkan jemaah haji saat belanja di Tanah Suci. Meski ada saja kasus, jemaah Indonesia terutama jemaah lansia belum semuanya bisa membedakan nilai tukar Rupiah dan Riyal.
Uang saku ini diberikan kepada jemaah saat transit di asrama haji. Tepatnya sesaat sebelum berangkat ke Tanah Suci.Â
Hal ini dilakukan salah satunya untuk memudahkan distribusi sekaligus menjamin keamanan uang saku langsung tersalur ke jemaah.
Dari percakapan dengan sejumlah jemaah saat di Tanah Suci, uang saku 1.500 Riyal oleh mereka digunakan berbagai macam kebutuhan. Salah satunya membayar denda berupa dam, membeli kebutuhan tambahan sehari-hari, dan oleh-oleh serta wisata religi.
Kebutuhan Besaran Uang Saku
Pergi haji rasanya tak cukup berbekal uang saku 1.500 Riyal. Untuk menghitung besarnya uang saku yang diperlukan jemaah, ada baiknya perlu tahu apa saja kebutuhan selama di sana. Beberapa diantaranya telah saya ulas disini Aneka Macam Kebutuhan Jemaah Haji di Tanah Suci.
Pada dasarnya kebutuhan setiap jemaah tidak sama. Namun setelah mengetahui kebutuhan, setidaknya jemaah bisa menghitung uang yang perlu di bawa ke Tanah Suci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H