Mohon tunggu...
Rosidin Karidi
Rosidin Karidi Mohon Tunggu... Human Resources - Orang Biasa

Dunia ini terlalu luas untuk ku. Menjadikan sadar semakin sedikit yang ku tahu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

7 Hal ini Bisa Ditemui Saat Mendaki ke Gua Hira

7 November 2016   12:59 Diperbarui: 7 November 2016   17:41 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jemaah haji dari berbagai negara tengah antri masuk Gua Hira | dokpri

Gua Hira merupakan sebuah celah kecil dibalik puncak Jabal Nur. Sebuah bukit yang terletak sekitar tujuh kilometer timur laut Kota Mekah. Puncaknya menjulang nyaris vertikal setinggi lebih dari 400 meter. Dibalik puncak itu terdapat Gua Hira, tempat Rasulullah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama kali dari Allah SWT melalui perantara malaikat Jibril.

Kini Gua Hira menjadi salah satu destinasi ziarah bagi jemaah haji dan umrah dari berbagai negara. Mereka ingin menyaksikan langsung napak tilas dari perjuangan junjungan umat Islam dalam menegakkan agama Allah. Untuk mencapai tempat tersebut, kita harus mendaki hingga puncak dan turun lagi, karena letaknya tersembunyi dibalik bukit.

Dalam perjalanan ke puncak bukit banyak hal yang bisa kita temui. Berikut tujuh hal yang akan kita temui saat mendaki Jabal Nur.

1. Tanjakan Terjal
Sepanjang perjalanan dari kaki bukit hingga puncak diwarnai dengan tanjakan batu yang cukup terjal. Meskipun saat ini sebagian besar jalur telah diperbaharui menjadi undakan anak tangga, namun hal tersebut tidak mengurangi curam jalan yang dilalui.

Makin ke puncak, jalanan semakin terjal. Bahkan ada beberapa titik yang memiliki sudut hingga 60 derajat. Ada pula beberapa jalur yang hanya bisa dilalui secara bergantian dari atas dan bawah. Beberapa ruas telah dilengkapi dengan pegangan tangan guna memudahkan sekaligus memberikan kenyamanan bagi para pengunjung saat mereka mendaki.

Tidak heran bila untuk mencapai puncak, diperlukan tenaga ekstra. Pembekalan yang cukup, terutama fisik dan air minum. Sejumlah toko di kaki bukit menyediakan makanan dan minuman yang bisa dibeli sebagai bekal. Untuk mencapai puncak biasanya memakan waktu sekitar 45 menit.

2. Pengemis 
Di sepanjang jalan pendakian, akan bertemu dengan pengemis. Sedikitnya ada 10 orang yang mempunyai pos masing-masing. Mereka mengharapkan sedekah seikhlasnya dari pengunjung yang lewat. Kondisinya pun berbeda-beda. Ada yang sakit, ada pula yang cacat secara fisik.

Ada yang unik dari mereka. Umumnya mereka menggunakan kosa kata berbeda sesuai dengan bahasa dari orang yang lewat. Wah hebat juga, pengemis multi bahasa. Bisa jadi ini cara mereka berkomunikasi agar nampak lebih akrab dan sopan. Dan lebih mengejutkan bahkan pengemis itu bisa mengenali asal negara dari orang yang lewat meskipun dalam gelap malam.

3. Penjual Batu dan Minuman 
Setidaknya ada tiga warung penjual makanan dan minuman yang bisa disinggahi selama perjalanan ke puncak bukit. Sekaligus istirahat, mengisi tenaga ataupun membeli perbekalan.

Berbagai jenis minuman tersedia, dingin juga ada. Wah! Ditengah terik matahari, panas menyengat di bukit berbatu, tentu minuman dingin sangat menggoda. Aneka roti, biskuit dan makanan ringan dijual dengan harga relatif sama seperti warung lainnya di kaki bukit.

Bagi penggila batu, di sini ada juga orang yang menjajakan batu berbagai jenis dan variasi harga. Tawarlah dengan baik sebelum membeli.

4. Tukang Semen
Mungkin bagi kita yang pertama kali melihatnya akan bingung. Kenapa ada orang nungguin adukan semen basah di jalanan terjal macam ini. Saat malam hari, mereka bermodal lampu untuk menerangi agar tidak terinjak orang lewat. Namun itulah profesi mereka.

Orang-orang itu sengaja membuat adukan semen ditempat semacam petakan yang telah disediakan, berukuran variasi antara 50 hingga 60 cm. Kemudian menawarkan kepada pengunjung lewat untuk tanda tangan diatas adukan semen yang telah diratakan itu. Entah apa maksudnya. Mungkin sebagian orang percaya sebagai bentuk tanda peninggalan karena telah berziarah di tempat itu.

Namun sebaiknya tidak terkecoh dengan jasa ini kecuali sekedar sedekah. Karena sesaat setelah berlalu, tanda yang sudah ada akan segera dihapus untuk berikan jasa orang berikutnya. Begitu seterusnya hingga adukan semen mengering dan akhirnya menjadi anak tangga.

5. Monyet 
Binatang terbesar penghuni Jabal Nur adalah monyet. Mereka hidup secara berkelompok di lereng-lereng  bukit sepanjang perjalanan yang dilalui manusia. Mereka mencari makan dari sisa-sisa makanan yang dibuang.

Bagi pengunjung yang sedang berjalan agar jangan lengah dari pantauan mereka. Karena bisa saja menyerang dan merampas barang bawaan. Tas ataupun makanan sebaiknya selalu perhatikan keamanan.

6. Sampah Botol Plastik 
Meski telah disediakan tempat sampah di beberapa titik, namun tidak membuat para pengunjung membuang sampah pada tempatnya. Tumpukan sampah, terutama botol plastik bekas tempat minum tersebar hampir di setiap sudut. Botol plastik yang dibuang dari ketinggian akan turun menyusuri lereng dan akhirnya berkumpul di satu titik.

sampah botol plastik menumpuk di sepanjang lereng Jabal Nur | dokpri
sampah botol plastik menumpuk di sepanjang lereng Jabal Nur | dokpri
Pendakian berziarah ke Gua Hira lebih banyak dilakukan saat malam hari. Pilihan tersebut dilakukan karena faktor cuaca yang lebih sejuk dibandingkan bila dilakukan siang hari. Tidak adanya penerangan sepanjang jalur saat malam hari, menyebabkan pengunjung tidak melihat adanya tempat sampah.

Akibatnya banyak cerukan di lereng bukit terisi penuh sampah. Sulit dijangkau oleh petugas yang setiap hari melakukan kebersihan. Mereka hanya bisa menjangkau lereng yang relatif dekat dengan jalur dan landai.

7. Vandalisme
Kebiasaan mencoret rupanya tidak saja terjadi di Indonesia, ditengah kota. Bahkan batu di Jabal Nur ini pun tak luput dari sasaran. Tulisan dari berbagai negara. Turki, India, Pakistan, bahkan Indonesia.

coretan tangan-tangan pengunjung di Jabal Nur | dokpri
coretan tangan-tangan pengunjung di Jabal Nur | dokpri
Perbuatan ini bukanlah tidak disengaja. Beberapa tulisan memerlukan upaya bukan saja peralatan, bahkan upaya lebih. Ada titik yang menurut ukuran kita sulit untuk dijangkau tapi toh mereka tetap menorehkan tulisan.

Kondisi seperti ini tentu membuat Jabal Nur semakin kotor oleh ulah sebagian orang. Bukannya turut menjaga kelestarian alam, malah justru menunjukkan ketidakarifan terhadap alam kepada orang lain.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun