Sampai hari ini belum ada survei tentang lamanya masa tinggal yang diharapkan dari jemaah haji di Saudi Arabia. Jika didetilkan, berapa lama yang diharapkan bagi jemaah haji untuk tinggal di setiap kota perhajian, yakni Mekah dan Madinah. Dengan kondisi layanan selama ini apakah jemaah merasa kurang atau justru sebaliknya, terlalu lama.
Sebagai gambaran, bahwa tahun 2016 ini, masa tinggal jemaah haji Indonesia di Saudi Arabia sekitar 38 hari. Sembilan hari di Madinah dan sisanya di Mekah, termasuk di Arafah dan Mina. Jika dibandingkan dengan Malaysia, masa tinggal mereka secara rata-rata lebih lama, antara 37 hari hingga 45 hari tergantung paket yang dipilih jemaah.
Dalam operasional penyelenggaraan haji di Saudi Arabia, fase kedatangan jemaah haji Indonesia secara berkala dalam kurun waktu 28 hari. Begitu pula fase pemulangan selama 28 hari. Jemaah yang datang lebih awal, tentu pulang lebih awal. Sementara jemaah yang datang akhir juga akan pulang di akhir. Ditambah dengan masa puncak haji selama 8 hari dan perjalanan antar kota, maka muncullah rata-rata masa tinggal jemaah di Saudi Arabia menjadi 38 hari.
Dengan demikian, secara keseluruhan masa operasional penyelenggaraan haji di Saudi Arabia mencapai 72 hari. Termasuk didalamnya ada waktu untuk persiapan diawal dan di akhir penyelenggaraan. Jadi memang ada ketimpangan durasi waktu. Jika masa tinggal jemaah hanya 38 hari, mengapa operasional bisa mencapai 72 hari. Hampir dua kali lipat.
Sebagaimana kebijakan Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan layanan kepada jemaah haji, dan guna menghemat tenaga, maka diterapkan sistem One Way Routedalam dua tahun terakhir ini. Artinya bahwa bagi jemaah yang datang melalui bandara Madinah akan pulang melalui bandara Jeddah. Ini yang disebut jemaah gelombang pertama. Sementara bagi jemaah gelombang kedua yang datang melalui Bandara Jeddah akan pulang ke Tanah Air lewat Bandara Madinah.
Semakin singkat masa tinggal, berarti makin singkat masa operasional penyelenggaraan haji di Saudi Arabia. Apakah hal tersebut berdampak memangkas besaran biaya haji, tentu masih memerlukan kajian lebih mendalam.
Namun demikian, tulisan ini bukan bermaksud untuk menuntut atau mengarahkan agar biaya haji semakin turun. Tapi lebih memberikan gambaran bagaimana bila masa tinggal jemaah haji di Saudi Arabia dapat dipersingkat.
Jumlah Hari Minimal
Haji adalah Arafah, yaitu Wukuf di Padang Arafah sejak waktu dhuhur sampai jelang matahari terbenam. Namun prosesi berhaji secara umum bukan saja wakuf di Arafah, tetapi dilanjutkan dengan mabit di Muzdalifah dan Mina, lempar jumrah, thawaf dan sai yang diakhiri dengan tahalul.
Jika dihitung secara matematika, kebutuhan jemaah untuk berhaji tidak lebih dari 7 hari. Mulai tanggal 8 Dzulhijjah berangkat menuju Arafah hingga tanggal 13 Dzulhijjah bagi yang mengambil nafar tsani. Itu kebutuhan jumlah hari di Mekah.
Disisi lain, jemaah juga memerlukan ibadah arbain, melakukan shalat 40 waktu secara berturut-turut di Masjid Nabawi, Madinah. Meskipun tidak ada kaitannya dengan prosesi haji, namun sebagian besar masyarakat Indonesia memaknai kegiatan tersebut sebagai sebuah ibadah yang berpahala besar. Makanya mereka sangat antusias untuk itu, dan pemerintah memberikan kesempatan itu kepada jemaah. Pelaksanaan 40 waktu shalat wajib berarti 8 hari penuh.
Pada musim haji, Pemerintah Saudi Arabia mempunyai kebijakan bahwa bandara kedatangan bagi jemaah seluruh negara akan ditutup tanggal 5 Dzulhijjah. Hal ini berarti, seluruh jemaah harus sudah masuk kota Mekah paling lambat pukul 12.00 malam itu.
Jarak antara Madinah dan Mekah sekitar 500 km dan dengan kondisi jalan yang sangat memadai, hal itu bisa ditempuh selama 7 jam. Sedangkan jarak Mekah dengan Jeddah adalah sekitar 110 km dan bisa ditempuh selama 2 jam. Ditambah dengan segala macam persiapan dan istirahat, maka jumlah hari paling singkat masa tinggal bagi jemaah haji di Saudi Arabia adalah 20 hari.
Jemaah Haji Dari Berbagai Daerah
Memberangkatkan jemaah haji dalam jumlah besar seperti Indonesia, bukanlah perkara mudah. Sejak tahun 2013 hingga 2016 ini kuota haji Indonesia sebanyak 155.200 orang. Sesuai wilayahnya masing-masing, mereka diberangkatkan dari 12 bandara di Indonesia, yaitu Aceh, Padang, Kualanamu, Batam, Palembang, Jakarta, Solo, Surabaya, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar dan Lombok.
Embarkasi Aceh (BTJ) untuk pemberangkatan jemaah asal Provinsi Aceh. Embarkasi Padang (PDG) untuk jemaah asal Provinsi Sumatera Barat dan Bengkulu. Embarkasi Kualanamu (MES) untuk jemaah asal Provinsi Sumatera Utara. Embarkasi Batam (BTH) untuk jemaah asal provinsi Riau, Jambi, Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat. Embarkasi Palembang (PLM) untuk jemaah asal Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung. Embarkasi Jakarta Pondok Gede (JKG) untuk jemaah asal Provinsi Lampung, DKI Jakarta dan Banten. Embarkasi Jakarta Bekasi (JKS) untuk jemaah asal Provinsi Jawa Barat. Embarkasi Solo (SOC) untuk jemaah asal Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Embarkasi Surabaya (SUB) untuk jemaah asal Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Timur. Embarkasi Banjarmasin (BDJ) untuk jemaah asal Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Embarkasi Balikpapan (BPN) untuk jemaah asal Provinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Embarkasi Makassar (UPG) untuk jemaah asal Provinsi Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Embarkasi Lombok (LOP) untuk jemaah asal Nusa Tenggara Barat.
Setiap provinsi mempunyai kuota berbeda-beda dan itu berdampak pada jumlah penerbangan setiap embarkasi. Dengan pesawat berkapasitas 350 hingga 450 orang, Â tahun 2016 ini jemaah haji diberangkatkan melalui 387 kelompok terbang (kloter).
Peran serta Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan ibadah haji sangat besar dan strategis. Penyediaan layanan bagi jemaah berdampak pada penyediaan anggaran, seperti transportasi dari lokasi kabupaten sampai asrama, upacara, hingga akomodasi dan konsumsi selama mereka tinggal di asrama haji. Hal itu juga sebagai bentuk penghargaan dan pelayanan kepada jemaah sebagai warganya.
Optimalisasi Jumlah Hari
Ada dua strategi yang dapat diterapkan guna mengurangi jumlah hari masa tinggal jemaah sekaligus mengurangi masa operasional penyelenggaraan haji di Saudi Arabia. Pertama penggunaan pesawat berkapasitas besar. Jemaah sebanyak 155.200 orang jika diterbangkan dengan pesawat berkapasitas 750 orang, maka jumlah penerbangan menjadi 207 kloter. Tidak lagi 387 kloter sebagaimana terjadi selama ini. Dengan strategi ini, maka fase pemberangkatan dan pemulangan jemaah bisa dipangkas hampir 50 persen.
Strategi kedua adalah menambah jumlah penerbangan setiap harinya. Jika selama ini jumlah penerbangan setiap hari berkisar antara 13 dan 15, masih bisa ditingkatkan menjadi 20 kali penerbangan setiap hari. Dan hal ini bisa dilakukan sebagaimana beberapa tahun lalu saat kuota Indonesia sebesar 211.000 orang dan jumlah penerbangan hampir 500 kloter.
Jumlah penerbangan sebanyak 207 kloter bisa dipecah menjadi dua gelombang. Gelombang pertama sebanyak 107 kloter dengan fase selama 6 hari dan gelombang kedua 100 kloter dengan fase selama 5 hari.
Sementara kedatangan gelombang kedua dimulai tanggal 30 Dzulqaidah, dari Jeddah langsung menuju Mekah. Berlangsung selama 5 hari dan berakhir tanggal 4 Dzulhijjah, sehari sebelum closing date Kota Mekah.
Setelah melewati masa puncak haji atau Armina, jemaah dipulangkan seperti biasa dengan sistem first come first out. Jemaah yang datang duluan, pulang duluan. Jemaah gelombang pertama dapat dipulangkan sejak tanggal 14 Dzulhijjah. Dalam waktu yang bersamaan, jemaah gelombang kedua diberangkatkan ke Madinah untuk ibadah arbain. Mereka akan dipulangkan melalui bandara Madinah tanggal 23 sampai 27 Dzulhijjah.
Dengan ilustrasi sebagaimana gambar diatas, maka masa operasional penyelenggaraan haji bisa dipangkas menjadi 40 hari dan masa tinggal jemaah berkisar 24 hari.
Hal-hal Penting Untuk Diperhatikan
Implementasi rekayasa pemangkasan masa tinggal tersebut tidaklah mudah. Banyak hal yang patut diperhatikan, seperti keinginan jemaah, kondisi infrastruktur bandara, kapasitas petugas, banyak lagi terkait dengan operasional haji baik di Tanah Air maupun Saudi Arabia.
Penggunaan pesawat berkapasitas besar, artinya memerlukan bandara yang memadai. Hal tersebut tidak sepenuhnya dilakukan oleh bandara dari 12 embarkasi yang ada saat ini. Jika hal itu dilakukan seluruhnya di Bandara Internasional Soekarno Hatta atau beberapa bandara lain yang memadai, perlu penyusunan jadwal secara ketat dan perlu diperhatikan transit dari daerah.
Penambahan jadwal penerbangan setiap hari, berarti pula menambah jadwal mendarat di bandara di Saudi Arabia, baik Jeddah maupun Madinah. Sementara mereka juga melayani jemaah haji dari seluruh negara di dunia.
Selain keikutsertaan peran Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan ibadah haji, pergerakan jemaah haji dari bandara satu ke bandara berikutnya di dalam negeri juga perlu diperhatikan. Selain akan menambah beban biaya juga menguras tenaga bagi jemaah.
Semoga bermanfaat---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H