Bahkan ikut membantu untuk merawat bayi kami..Misalnya ketika bayi kami perlu ganti popok yang basah. .Terutama dimalam hari dan menina bobokan putra kami. Agar saya dapat tidur nyenyak.
Karena kami berdua sudah terbiasa hidup mandiri dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.
Berbeda sekali dengan para generasi muda zaman kini yang hidupnya sudah mapan. Semua serba ada, sehingga gamang menghadapi situasi yang baru, seperti kelahiran anak pertama.
Merasa sangat kuatir dengan dan cemas, bahkan ikut stress saat istri nya akan melahirkan. Hal ini terus berlanjut hingga kelahiran bayi Menghadapi bayi yang menangis tengah malam, menyebabkan merasa terganggu tidur nya, hingga stress.Â
Jadi masalah tentang Daddy Blues pada zaman dulu hampir tidak ada sama sekali ,berbeda dengan zaman sekarang.  Dimana semuanya serba instan dan dimanja oleh keadaan orang tua .   Sehingga sebagian dari antara nya tidak siap secara mental menghadapi kelahiran bayi ditengah mereka.
Apalagi bila bayi rewel karena masuk angin dan menangis' terus sepanjang malam. Seharusnya kehadiran bayi merupakan sebuah kebahagiaan bagi pasangan suami istri,bagi yang terdampak daddy blues, malahan merasa sebagai gangguan.
Kesimpulan :
 Dizaman dulu yakni 60 tahun lalu , berani menikah berarti sudah harus siap untuk hidup mandiriÂ
Yakni A to Z dikerjakan oleh suami istri . Menghadapi berbagai masalah kehidupan , tidak membuat kami berdua keder . Menghadapi kelahiran bayi , bagi kami berdua sungguh merupakan sebuah kebahagiaan yang tak ternilai .
Kami berdua bersama sama merawat bayi kami hingga mereka tumbuh menjadi anak yang mandiri. Baik anak pertama, kedua dan ketigaÂ
Karena itu kami berdua disayangi oleh anak anak kami, sejak dulu dan seterusnya.