Setahun kemudian kami pindah ke tanah Kongsi karena disana kami bisa sambil tinggal dan berjualan . Setiap pagi saya dan Irmansyah kestasiun untuk membeli kelapa Biasanya kami ke Stasiun Indarung atau kestasiun Pariaman supaya bisa memilih kelapa yang tua dan besar yang akan dijual di Tanah Kongsi dengan keuntungan Rp 5 setiap kelapa ,setelah diparut oleh suami Hidup kami disini sangat sulit bagi saya menceritakannya Bagaimana kami harus hidup diantara tikus ,kecoa,cacing dan lipan serta kalajengking
 Maka saya setelah mempersiapkan segala sesuatu di Pasar kemudian pergi ke Air Tawar untuk kuliah di IKIP jurusan Exacta dan suami mengambil jurusan sastra .
KesimpulanÂ
Perjalanan hidup tidak seindah angan angan sebelum menikah Bahkan tidak jarang  kami harus menjalani hidup yang keras dan menakutkan serta menggerikan. Anak tergolek sakit dan suami batuk darah serta tubuh saya yang cuma tersisa 39 kg wuiiiihÂ
Karena itu kami bersyukur tak henti hentinya kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang telah melalui semuanya dengan selamat.Sungguh terkadang serasa bagaikan mimpi kami bisa hidup di Australia. Hal yang bila di takar secara matematika adalah sesuatu yang mustahil.Tapi bila Tuhan mengizinkan nothing is impossibleÂ
18 September 2020.
Salam saya,
Roselina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H