Â
Dulu waktu lulus SMA tahun 1964 saya bekerja di Perusahaan Swasta sebagai karyawan  tetap selama hampir satu tahun. Kemudian tahun 1965 saya menikah dan pindah ke Medan. Sempat bekerja di PT Pikani sebuah pabrik karet di pinggiran Kota Medan. Tapi kemudian karena kehidupan kami tidak mengalami perubahan seperti yang diharapkan, maka akhirnya  kami kembali ke Padang.
Untuk membiayai hidup kami, di samping suami berjualan kelapa saya memberikan private less khusus Ilmu Ukur dan Aljabar, karena saya lulusan dari jurusan B atau ilmu pasti.
Kesempatan Untuk Melanjutkan Studi
Padang tahun 1969 Pemerintah memberi kesempatan bagi para guru dan tamatan SMA Â atau SPG boleh melanjutkan kuliah di IKIP untuk mendapatkan Ijazah sebagai guru.
Mendengar kesempatan ini saya minta izin suami agar diperkenankan ikut jurusan Exacta  di IKIP yang lokasinya di Air Tawar Padang. Pada waktu itu Rektor IKIP adalah Prof. DR. Isrin Nurdin. Saya diterima tanpa halangan dan sejak itu menjadi mahasiswa IKIP. Selama kuliah saya juga mengajar di SM Pembangunan.
Setelah saya menyelesaikan kuliah 2,5 tahun jaitu dibulan Januari 1972 saya mendapatkan Ijazah B.A. Â Atau Sarjana Muda pendidikan guru jurusan Exacta.Â
Pada waktu itu,di Sumatera Barat belum ada kelanjutan untuk pendidikan setelah lulus Sarjana Muda. Maka  selesai dari IKIP saya langsung  melamar di SMP Murni  dan langsung diterima  Kemudian saya mengajar lagi di Yos Sudarso 1976  sampai 1979 dan SMP Kalam Kudus tahun 1980 sampai 1986. Jadi resmi saya mengajar di sekolah selama 16 tahunÂ
Selalu Menjaga Disiplin
Sewaktu mengajar saya selalu mendidik anak anak agar  disiplin diri dengan patuh pada aturan. Kalau ada yang tidak mengerti, boleh tanya dan saya akan menjelaskan hingga mereka benar benar paham.Â
Tapi ketika ada ulangan,maka saya sama sekali tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk melihat kiri kanan.Bila ketahuan ada yang menyontek, maka kertas ulangannya saya ambil dan mendapatkan angka nol.Â
Hal ini saya terapkan secara sungguh sungguh ,tanpa membedakan siapapun.Sehingga murid murid tidak berani mencoba menyontek .ketika saya memberikan ulangan.
Didatangi Ketua Yayasan
Ternyata salah seorang dari anak anak  yang mencontek dan mendapatkan angka nol dari saya adalah anak dari Ketua Yayasan, di mana saya mengajar.Â
Saya dipanggil ke kantor dan bertanya kepada saya, apakah saya tidak tahu bahwa salah seorang murid yang saya kasih angka nol adalah anaknya? Saya jawab bahwa saya tahu, tapi sejak awal sudah memperingati semua murid, bahwa bila mereka menyontek pada waktu ulangan, maka kertas ulangan akan saya sobek dan diberikan angka nol.Â
Dan saya tidak membedakan anak siapa, jawab saya mantap. Karena prinsip saya. kalau karena menerapkan disiplin pada murid murid, saya akan diberhentikan saya tidak takut.
Ketua Yayasan yang tadinya marah, terdiam sesaat dan kemudian tersenyum dan berkata "Saya salut pada anda" kemudian menyalami saya dan pamitan.
Sejak saat itu anak Ketua Yayasan berubah total dan selalu memperhatikan dengan seksama bila saya sedang menerangkan di depan kelas dan setiap ulangan nilainya termasuk yang tertinggi di kelas.
Ketemu Murid yang jadi bos penjual kain
Setelah saya pada tahun 1986 tidak mengajar lagi. Suatu waktu saya  ke pasar untuk membeli kain untuk buat sarung bantal, maka saya mampir ke toko kain di pasar dekat blok A ,di Padang.
Setelah melihat lihat kain yang saya pilih saya tanyakan harganya, kemudian saya minta discount tapi tidak dikasih oleh pegawai toko Karena saya senang dengan  corak kain itu maka saya jadi mengambil 5 meter.
Ketika  saya mau bayar pada Kasirnya  tampak  seseorang keluar dari arah dalam ternyata Bos toko kain tersebut. Mendatangi saya dan  mengatakan "Bu ini pemberian saya untuk ibu. sebagai ucapan terima kasih. Jadi tidak usah dibayar".
Saya heran dan tidak mau menerima kain itu  secara cuma cuma. Lalu pria tersebut berkata  "ibu pasti tidak ingat lagi pada saya. Saya adalah salah satu murid ibu. Nama saya  Marius saya murid ibu di SMP Murni tahun 1976". Saya mencoba mengingat, tapi karena wajahnya sudah berubah total, tentu saya tidak ingat lagi. Karena saya tidak mau menerima secara gratis, maka akhirnya saya dikasih diskon 25 persen.
Makan Gratis
Dilain waktu, ketika kami pulang kampung ke Padang dan makan mie di Pondok, setelah selesai makan dan mau membayar,ternyata yang keluar adalah mantan murid saya.
 Ia tidak mau menerima uang saya. Maka daripada jadi tontonan orang banyak akhirnya saya ucapkan  terima kasih dan sejak itu, tidak berani datang makan kesana lagi.
Tapi pengalaman yang sama ,terjadi lagi ketika saya dan suami makan lontong di pondok,ketika selesai makan dan mau membayar ke Kasir,tapi tidak diterima, karena katanya "Sudah dibayar oleh murid ibu" Â
Karena itu, setiap ada kesempatan pulang kampung dan makan di Pondok, jarang sekali kami dapat kesempatan untuk membayar apa yang kami makan. Karena kalau bukan mantan murid yang membayarkan, ada keponakan kami yang sudah bayar ke kasir.
Pengalaman selama mengajar dan sesudah mengajar ,meninggalkan kenangan indah bagi saya. Bukan karena dapat diskon atau makan gratis, melainkan karena walaupun semasa mengajar saya dianggap guru paling galak di rumah sekolah, tetapi anak anak didik saya masih menaruh rasa hormat walaupun sudah puluhan tahun tidak lagi mengajar.
8 Juli 2019,
Salam saya,
Roselina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H