Akibatnya Adi jatuh sakit. Sebenarnya rumah yang dihuni mereka adalah hasil susah payah Adi selama berkerja keras bertahun-tahun Bahkan sebelum jatuh sakit, Adi sempat membuatkan warung barang kebutuhan pokok untuk istrinya bisa jualan dan memiliki penghasilan tambahan.
Tapi ketika kami kunjungi, ternyata Adi yang terbaring sakit ditempatkan, didapurnya. Ketika kami tanyakan kepada istrinya, ia menjawab seenaknya ”Habis si Uda bau. Saya dan anak-anak jadi nggak bisa tidur.”
Kami terdiam, walaupun ada perasaan geram dan marah, tapi kami tidak berhak mencampuri urusan keluarga orang.
Kisah Lain
Tardi (bukan nama sebenarnya) juga berprofesi yang sama, yakni sebagai perantara freelance, artinya ia tidak terikat untuk menjual barang dagangan hanya kepada kami, tapi bisa kepada siapa saja yang berani beli dengan harga lebih tinggi.
Sangat menyayangi keluarganya, dimana dia berusaha menyisihkan uang hasil usahanya sehingga dapatlah dia membeli rumah yang agak mewah. Rumah ini diaperuntukan untuk sang istri yang sangat dicintainya.
Sering kalau lagi santai, Tardi bercerita tentang harapannya, untuk membuat istrinya bahagia dengan memberikan semua yang dimilikinya. Karena menurut Tardi, sang istri adalah idola dikampungnya. Karena itu Tardi merasa bersyukur dapat memperistrikan wanita idola orang sekampunnya ini,
Suatu ketika, entah karena apa. Tardi jatuh sakit, mula-mula sakit tidak terlalu parah, tapi karena sakit maka otomatis Tardi tidak bisa mencari nafkah dan hanya berdiam dirumah saja. Lama kelamaan, sang istri marah-marah dan tidak memperbolehkan lagi tidur dirumah dikamar mereka, Tardi ditempatkan di teras rumahnya sampai menemui aljalnya. Semua sahabat dan kenalan menyesalkan kelakuan sang istri.
Catatan
Mengapa kisah ini hanya berkisar sekitar pedagang perantara? Karena sehari harian saya berhadapan dengan mereka, mendengarkan kisah-kisah hidup mereka. Mungkin saja ada karyawan atau orang yang berprofesi lain yang mengalami nasib serupa.
Semoga tulisan ini menjadi catatan untuk para istri, serta sekaligus menjadi pengingat bagi orang banyak. Bahwa menyayangi dan melayani suami bukanlah hanya ketika penghasilan saja, tapi berpedomanlah dengan hati nurani kita masing-masing. Hargailah jerih payah suami, baik bila ketika berpenghasilan atau tidak. Malahan seharusnya justru disaat-saat suami sedang terpuruk, karena tidaklagi berpenghasilan entah karena apa, kita sebagai istri harus lebih memperhatikan.