Mohon tunggu...
Roselina Tjiptadinata
Roselina Tjiptadinata Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Bendahara Yayasan Waskita Reiki Pusat Penyembuhan Alami

ikip Padang lahir di Solok,Sumatera Barat 18 Juli 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bagaimana Seharusnya Sikap Istri Ketika Suami Tak Lagi Berpenghasilan

29 Mei 2016   09:04 Diperbarui: 29 Mei 2016   18:09 3284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Setiap bulan gaji suami di transfer masuk kedalam rekening kita, istri mana yang tidak senang? Atau suami membangun sebuah warung dirumah, sehingga ada kesibukan dan uang masuk tersendiri? Apalagi ketika diajak suami pesiar pesiar keluar kota, bahkan mungkin keluar negeri? Mungkin jadi idaman setiap wanita.

Tapi dalam hidup ini, mana ada hal yang bersifat abadi. Suatu waktu suami harus pensiun dan bagi yang berussaha dibidang lain, mau atau tidak mau, suka atau tidak, suatu waktu akan tiba masanya, uang yang  sebelumnya bagaikan mengalir masuk, kini tinggal menetes-netes. Bahkan  mungkin saja krannya terkunci total. Disaat saat seperti inilah nilai dan harkat seorang istri diuji atau teruji.

Beberapa Contoh Kejadian

Kisah ini terjadi sewaktu kami masih jadi eksportir di Padang, Sumatera Barat. Ada dua kisah anak manusia yang saya tuliskan. Dengan harapan dapat menjadi sebuah pelajaran berharga  bagi banyak orang.

Ada Uang Uda Sayang

Sebagai pengusaha, kami membuka pintu untuk semua orang yang mau menjual komoditas yang kami ekspor, antara lain : kulit manis, kopi, pala, cengkeh dan sebagainya. Baik sebagai pemilik barang maupun yang bertindak sebagai makelar.

Diantaranya seorang makelar, perantara dalam jual beli dagang hasil bumi, sebut saja namanya ”Adi”, ia amat rajin mencari langganan yang dibawa ke kami dan  mendapat imbalan yang cukup banyak sehingga bisa membahagiakan istri dan anak-anaknya.

Sering sang istri datang ke kantor sambil mengantarkan makanan buat Adi. Sering menelpon kekantor kami, hanya untuk bertanya apakah suaminya sudah makan atau belum. Sangat senang menyaksikan keharmonisan antara suami dan istri, "Ini ada sedikit makanan yang saya buat untuk Uda."

Tak jarang sang isteri menelepon disore hari, hanya sekedar menanyakan, apakah suaminya  sudah menuju pulang atau masih banyak pekerjaan.

Suatu ketika eksportir macet dan perdagangan hasil bumipun tidak lancar seperti semula, sehingga tidak banyak lagi orang kampung yang membawa hasil dagangan mereka ke kota, yang mana mengakibatkan menurunnya penghasilan Adi sebagai perantara.

Sejak itu, Adi  sering mengelamun dan ketika suatu waktu kami tanyakan, ternyata  yang sangat dipikirkan Adi adalah bahwa sejak menurunnya penghasilannya maka  istri yang dulu begitu manis dan memperhatikannya  tiba-tiba berubah total. Mulai tidak ramah dan tidak jarang ia didamprat istri tercinta karena tidak ada penghasilan.

Akibatnya Adi jatuh sakit. Sebenarnya rumah yang dihuni mereka adalah hasil susah payah Adi selama berkerja keras bertahun-tahun  Bahkan sebelum jatuh sakit, Adi sempat membuatkan warung barang kebutuhan pokok untuk istrinya bisa jualan dan memiliki penghasilan tambahan.

Tapi ketika kami kunjungi, ternyata Adi yang terbaring sakit ditempatkan, didapurnya. Ketika kami tanyakan kepada istrinya, ia menjawab seenaknya ”Habis si Uda bau. Saya dan anak-anak jadi nggak bisa tidur.”

Kami terdiam, walaupun ada perasaan geram dan marah, tapi kami tidak berhak mencampuri urusan keluarga orang.

Kisah Lain

Tardi (bukan nama sebenarnya)  juga berprofesi yang sama, yakni sebagai perantara freelance, artinya ia tidak terikat untuk menjual barang dagangan hanya kepada kami, tapi bisa kepada siapa saja yang berani beli dengan harga lebih tinggi.

Sangat menyayangi keluarganya, dimana dia berusaha menyisihkan uang hasil usahanya sehingga dapatlah dia membeli rumah yang agak mewah. Rumah ini diaperuntukan untuk sang istri yang sangat dicintainya.

Sering kalau lagi santai, Tardi bercerita tentang harapannya, untuk  membuat istrinya bahagia dengan memberikan semua yang dimilikinya. Karena menurut Tardi, sang istri adalah idola dikampungnya. Karena itu Tardi merasa bersyukur dapat memperistrikan wanita idola orang sekampunnya ini,

Suatu ketika, entah karena apa. Tardi jatuh sakit, mula-mula sakit tidak terlalu parah, tapi karena sakit maka otomatis Tardi  tidak bisa mencari nafkah dan hanya  berdiam dirumah saja. Lama kelamaan, sang istri marah-marah dan tidak memperbolehkan lagi tidur dirumah dikamar mereka, Tardi  ditempatkan di teras rumahnya sampai menemui aljalnya. Semua sahabat dan kenalan menyesalkan kelakuan sang istri.

Catatan

Mengapa kisah ini hanya berkisar sekitar pedagang perantara? Karena sehari harian saya berhadapan dengan mereka, mendengarkan kisah-kisah hidup mereka. Mungkin saja ada karyawan atau orang yang berprofesi lain yang mengalami nasib serupa.

Semoga tulisan ini menjadi  catatan untuk para istri, serta sekaligus menjadi pengingat bagi orang banyak. Bahwa menyayangi dan melayani suami  bukanlah hanya ketika penghasilan saja, tapi berpedomanlah dengan hati nurani kita masing-masing. Hargailah jerih payah suami, baik bila ketika  berpenghasilan atau tidak. Malahan seharusnya justru disaat-saat suami sedang terpuruk, karena tidaklagi berpenghasilan entah karena apa, kita sebagai istri  harus lebih memperhatikan.

Berilah semangat pada suami supaya dia bisa mengatasi masalah yang sedang dihadapinya dengan hati yang lapang. Karena hidup itu ada kalanya enak dan mulus, tapi terkadang terkandas dan menyakitkan. Dengan dukungan dan dorongan kita sebagai  istri, bisa membuat suami bangkit dari keterpurukannya.

Tulisan ini saya tuliskan karena sudah mengalami bagaimana menghadapi suamiyang terpuruk dan hampir putus asa.

Perth, 29 Mei 2016.

Salam saya,

Roselina

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun