Namun menikah berarti suami dan istri, siap untuk saling mencintai dan mendampingi dalam untung dan malang, dalam suka dan juga dalam duka.
Memang tidak mudah bagi saya sebagai seorang wanita, dalam hal ini karena banyak hal yang harus saya lakukan. Bagi saya masalah suami adalah prioritas utama dalam hidup saya. Saya sangat sedih menyaksikan, orang yang saya cintai, di foto dengan tulisan di dadanya "Tersangka Melanggar Pasal...” Saya tidak malu, saya tahu suami saya tidak bersalah dan saya yakin suatu saat akan terbongkar juga hal yang sebenarnya.
Dua Tahun Berperkara
Setelah berkali-kali disidangkan, sejak dari Pengadilan Tata Niaga, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, akhirnya Mahkamah Agung memutuskan bahwa suami saya tidak bersalah. Dua tahun bolak balik Jakarta–Surabaya. Berurusan dengan polisi, jaksa, hakim, pengacara, tidak hanya menguras habis tenaga, tapi juga keuangan kami.
Berakhir dengan terungkapnya kebenaran yang sebenarnya, suami saya memenangkan perkara dan teman baik tersebut datang meminta maaf atas semua kejadian. Suami saya memaafkan teman baiknya dan menutup perkara.
Tulisan ini saya postingkan bukan untuk menggurui siapapun, hanya untuk berbagi pengalaman hidup. Khususnya bagi bagi pasangan suami istri yang masih muda, bahwa hidup itu tidak selalu enak, ada kalanya sangat menyakitkan. Dan bila hal ini terjadi, dampingilah suami. Jangan biarkan suami menghadapi masalah seorang diri. Inilah resep pernikahan, yang mampu membuat pernikahan kami melalui masa masa sulit, selama 51 tahun.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya, terutama bagi kaum istri.
Wollongong, 18 Febuari 2016
Salam saya,
Roselina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H