Mohon tunggu...
Rosdiana Susanti
Rosdiana Susanti Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer Writer and Parttime Ilustrator

Saya adalah perempuan yang senang menulis berbagai topik tentang pengalaman perempuan, perdamaian, cerita pendek, hingga tips bersosial media. Saat ini sedang belajar tentang hidup sustainable dan berkesadaran.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Apa yang Bisa Dilakukan Kaum Perempuan Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim?

15 Oktober 2023   20:25 Diperbarui: 20 Oktober 2023   15:14 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (KOMPAS.com)

Isu tentang perubahan iklim rasa-rasanya sudah tidak bisa dihindari lagi. Topik ini selalu jadi pembicaraan di mana-mana. Terlebih lagi bukti akan perubahan iklim yang mulai banyak nampak di bumi kita.

Perubahan iklim sendiri bisa diartikan sebagai perubahan pola cuaca yang dipengaruhi berbagai factor—namun tentu saja faktor utamanya adalah perilaku hidup manusia. Dan kini kita dengan sangat nyata merasakan hal tersebut. 

Misalnya saja, pada bulan-bulan tertentu yang harusnya terjadi musim penghujan malah sebaliknya terjadi kekeringan. Kemudian turunnya hujan di tempat-tempat yang sebelumnya tidak pernah terjadi akibat dari meningkatnya suhu di Bumi—dan banyak contoh lainnya yang mungkin kita semua perlu untuk mulai menyadarinya.

Kondisi ini akhirnya mau-tidak mau mendorong kita sebagai manusia untuk hidup berkesadaran. Sebab kalau tidak, entah bagaimana jadinya nasib bumi kita di masa depan. Sekarang saja rasanya sudah sangat sesak dan kurang nyaman. Apalagi untuk teman-teman yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta—bahkan untuk memperoleh udara bersih saja sangat susah ya.

Saya pun belakangan ini akhirnya belajar bagaimana hidup yang bekesadaran. Mulai dari mencari-cari info di media sosial hingga mengikuti laman influencer-influencer yang membawa isu minimalisme dan sustainable living.

Pertanyaanya kemudian adalah mengapa sustainable living?

Sebab pola hidup manusia terus berubah. Dimana jumlah manusia yang semakin banyak dan berbanding lurus dengan pengekspoitasian besar-besaran terhadap sumber daya alam kita untuk memenuhi kebutuhan manusia banyak tadi. 

Sehingga jika terus terjadi maka makin besar pula limbah emisi yang terjadi. Tentu saja hal ini sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim tadi. Sehingga perilaku sustainable living atau hidup berkelanjutan bisa jadi alternative yang sangat penting diterapkan oleh setiap manusia yang mempunyai kesadaran akan pentingnya masa depan bagi generasi berikutnya.

Perempuan dapat Berkontribusi besar dalam Gerakan Mewaspadai dampak Perubahan Iklim

Salah satu isu besar yang banyak menjadi perhatian dari tahun-ketahun adalah masalah sampah. Sebab sampah yang banyak dan menumpuk merupakan salah satu faktor yang bertanggung jawab terhadap perubahan iklim. 

Dilansir dari laman Kementrian PPPA, menyebutkan bahwa pelepasan gas metana yang berasal dari tumpukan sampah adalah salah satu hal yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim.

Dan tahukah teman-teman salah satu penyumbang besar sampah dunia adalah pembalut lo?!

Bayangkan saja menurut data dalam penilitian yang dilakukan oleh Setyaningtias(2018) Sampah pembalut di Indonesia mencapai 26 ton per hari.

Faktanya juga setidaknya setiap wanita seumur hidupnya dapat menggunakan lebih dari 16.000 pembalut, tampon atau pantyliners. Dan dapat diperkirakan setidaknya terdapat 45 juta limbah pembalut yang wanita gunakan dan dibuang setiap tahunnya.

Sedihnya lagi, nasib sampah pembalut sekali pakai yang membutuhkan waktu yang lama untuk terurai. Setidaknya memerlukan waktu 200-800 tahun untuk dapat terdegradasi dan akan berakhir di TPA lalu tercampur dengan sampah lainnya. Wah setelah mengetahui hal ini kira-kira gimana rasanya?

Membayangkan kita selama ini hanya membuang sampah begitu saja, tanpa pernah memikirkan bagaimana sampah yang kita produksi berakhir seperti apa. Sebagai perempuan saya kemudian terpanggil untuk belajar, bagaimana ya agar bisa bertanggung jawab mulai dari diri sendiri?

Belajar Sustainable Living: Pengalaman Pakai Pembalut Kain Guna Ulang Setelah 15 Tahun Pakai Pembalut Sekali Pakai

Sumber : Foto Pribadi 
Sumber : Foto Pribadi 

Setelah lama mengikuti influencer-influencer tadi saya akhirnya tertarik untuk ikut gerakan berhenti menggunakan pembalut sekali pakai dan beralih menggunakan pembalut guna ulang. Saat itu saya teringat zaman dulu saat nenek saya berceruta mereka menggunakan kain perca sebagai pembalutnya. 

Awalnya mungkin ada ketakutan akan bocor atau tidak nyaman saat menggunakannya. Namun voila ! ternyata senyaman itu ! Setelah 15 tahun menggunakan pembalut sekali pakai, rasanya sangat nyaman menggunakan pembalut guna ulang.

Kekhawatiran akan bocor atau tidak nyaman ternyata tidak terjadi sama sekali. Rasanya seperti menggunakan celana tebal saja. Dan tentu saja menyerap cairan dan keringat dengan baik. Meski bagian repotnya adalah harus langsung dicuci dan jemur setelahnya. 

Selain itu tidak ada drama gatal-gatal atau iritasi. Untuk hari-hari normal bisa 2-3 kali ganti pembalut guna ulang. Selain itu harganya juga terjangkau, untuk tiga pembalut berkisar di harga lima puluh ribu rupiah saja, dan tentu saja sangat mudah ditemukan di e-comerce kesayangan teman-teman sekalian.

Meski nampaknya perilaku menggunakan pembalut guna ulang ini hanya gerakan kecil saja. Namun percaya saja, teman-teman akan merasakan manfaatnya sendiri juga sebagai bentuk gerakan kita sebagai perempuan untuk mulai bertanggung jawab atas sampah yang kita pakai dengan bijak dan membantu bumi kita bernafas lega.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun