Suatu konflik dalam rumah tangga bisa berlangsung sementara atau mengakibatkan kerusakan permanen bila disikapi dengan cara yang salah.
Salah satu sikap salah yang malah memperkeruh keadaan adalah mengeluh dan menjelek-jelekkan pasangan kepada orang-orang atau khalayak umum.
Kepada orang yang cenderung tidak netral dalam menilai, misalnya kepada orang tua dan keluarga besar sendiri. Kepada orang yang tidak berkompeten menyelesaikan masalah, misalnya kepada anak-anak, teman atau tetangga. Bahkan kepada orang yang tidak berkepentingan, misalnya orang yang baru kenal di pasar atau netizen yang baca keluhan istri bila di share di media sosial.
Mungkin sang istri hanya ingin mencurahkan kegundahan hatinya. Atau mungkin berniat untuk balas dendam kepada suaminya. Karena tak kuasa membalas dengan cara lain, menjelekan suami dianggap menjadi cara paling ampuh.
Setelah puas berkoar-koar ke semua orang yang ditemuinya tentang keburukan suaminya, untuk sementara si istri mungkin merasa lega dan plong hatinya. Apalagi bila dia berhasil mendapatkan simpati dari orang-orang, mungkin merasa mendapatkan pembelaan dan dukungan.
Akan tetapi, untuk jangka panjang, bagaimana dampak perbuatan itu terhadap anak-anaknya, terhadap reputasi suaminya dan terhadap kelangsungan pernikahan mereka?
Apakah cara itu menyelesaikan masalah? Apakah akan memperbaiki perilaku suami?
Bagi kamu, istri, yang saat ini tengah dilanda konflik dengan suami dan berniat curhat atau mengumbar keburukan suamimu kepada khalayak ramai, tahan dulu. Baca dulu tulisan ini.
Disini aku share pendapatku terhadap dampak dari istri yang suka menjelekkan suami dan tips apa yang sebaiknya dilakukan saat ada konflik dan hati terasa nyesek. Jangan gegabah bertindak. Apalagi bila kamu tidak berencana mengakhiri pernikahan itu.
Dampak Terhadap Anak
Dari kecil aku sering mendengar ibuku menceritakan semua kejelekan bapakku. Hal itu menjadi dilemma dalam diriku karena sebenarnya saat itu aku bingung harus bersikap bagaimana. Karena anak-anak pada dasarnya menyayangi kedua orang tuanya. Aku sangat sayang pada ibuku dan tak ingin dia disakiti, tapi aku juga sayang pada bapakku dan tidak mengerti mengapa dia bertindak demikian.
Mengetahui konflik yang terjadi antara orang tua adalah suatu beban emosional tersendiri buatku. Â Membuatku sedih, tertekan dan merasa tidak aman. Aku sebagai anak yang sering dicekoki tentang keburukan bapaknya juga bertumbuh dengan rasa minder, mengetahui bahwa aku hanya anak dari seorang pria brengsek. Apa yang bisa dibanggakan dalam diriku?
Aku pikir, reputasi seorang ayah juga bisa mempengaruhi perlakuan orang lain terhadap anaknya. Misalnya, bagaimana perlakuan kita saat bertemu dengan anak pendeta yang baik dengan anak seorang maling? Pada umumnya orang akan memperlakukan anak pendeta itu dengan lebih respect dibanding terhadap anak maling itu. Padahal anak itu tidak bertanggung jawab terhadap kesalahan ayahnya.
Dampak Terhadap Suami
Dalam buku Love & Respect tulisan Dr. Emerson Eggerich, dikatakan bahwa kebutuhan pria yang paling mendasar adalah untuk dihormati. Seorang pria akan merasa dicintai saat dia dihormati oleh istrinya.
Salah satu cara untuk mengungkapkan rasa respect pada suami adalah melalui cara istri berbicara tentang suaminya pada orang lain.
Cara istri berbicara tentang suami pada anak-anak, pada keluarga besar, pada teman-teman bisa mempengaruhi opini mereka terhadap suami. Apakah seorang anak akan respect pada ayahnya, apakah keluarga besar kita akan respect pada suami kita dipengaruhi oleh perkataan kita tentang suami. Karena segala baik buruk suami tentu sang istri yang paling tau.
Bagaimana gambaran suamimu di mata orang lain yang sedang kamu ciptakan dengan semua cerita-cerita burukmu tentang suami? Apakah suamimu kamu gambarkan sebagai pria tolol, pria brengsek atau sampah masyarakat?
Apakah orang-orang yang mendengar ceritamu tentang suamimu akan punya alasan untuk mengagumi atau menghargainya?
Saat kamu berbicara buruk tentang suamimu, orang-orang hanya mendengar cerita dari sudut pandangmu saja. Mereka tidak tau kebenarannya dari dua belah pihak. Namun mereka langsung ikutan membenci dan memandang buruk suamimu.
Bagaimana perasaan suami saat mengetahui istrinya menjelek-jelekkannya di belakang? Tentu rasanya sakit hati dan menghancurkan harga dirinya. Hal itu seperti suatu penghianatan yang dilakukan oleh orang terdekatnya yang seharusnya menjaga nama baiknya. Alih-alih memperbaiki perilaku, suami malah bersikap defensive atau malah makin berulah.
Dampak Terhadap Dirimu Sendiri
Ayat Alkitab ini sering ditekankan dalam acara pemberkatan pernikahan Kristen,
"Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."Â
Sepasang suami istri adalah satu tim. Bila pasanganmu buruk, itu berarti keburukanmu juga dan sebaliknya. Mengumbar kejelekan suamimu pada orang lain sama aja kamu mengumbar keburukanmu sendiri.
Salah satu peranmu sebagai istri adalah sebagai penolong suami. Saat suamimu melakukan suatu kesalahan, sebaiknya kamu menolongnya untuk bangkit dan memperbaiki diri, bukan malah bertindak sebagai musuh dalam selimut yang menikamnya dari belakang.
Dampak Terhadap Kelangsungan Pernikahan
Saat kamu curhat pada orangtua atau keluarga besarmu, mereka secara naluriah pasti akan membelamu. Mereka akan berusaha melindungimu. Mereka tak segan-segan ikut mengata-ngatai keburukan suamimu di depanmu sendiri dengan perasaan bahwa mereka sedang berbuat baik padamu. Untuk membuktikan bahwa mereka berada di pihakmu mereka lalu bersikap memusuhi suamimu. Saat bertemu suamimu, mereka juga akan memperlakukannya dengan buruk.
Suamimu yang mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga besarmu akan merasa sakit hati dan menjadi kehilangan niat baik untuk memperbaiki keadaan.
Karena itu konflik suami istri terjadi lagi, lalu kamu curhat lagi ke orangtuamu dan saudaramu. Lama-lama mereka bosan dengan kisah penderitaanmu berurusan dengan suamimu, akhirnya mereka menyarankanmu untuk berpisah saja. Hasilnya perpecahan.
Lalu Harus Bagaimana?
Mungkin kamu bertanya,
"Masa nggak bisa curhat ke orang lain?"
"Dadaku nyesek melihat kelakuan pria itu. Aku perlu mencurahkan isi hati biar lebih plong!"
Tentu saja curhat tidak salah. Masalahnya adalah, apakah kamu curhat ke orang yang tepat? Apakah perlu curhat pada semua orang? Apakah semua tetangga perlu tau konflik keluarga dan kelakuan buruk suamimu?
Saat kamu curhat pada teman-teman atau tetangga, di depanmu mungkin mereka bersikap simpatik dan membelamu. Tapi bisa saja hanya karena mereka suka drama. Bukan tidak mungkin mereka malah menertawakanmu di belakang dan menjadikanmu sebagai bahan gossip. Nggak semua orang peduli dan berkompeten untuk menyelesaikan masalah yang sedang kamu hadapi.
Jadilah selektif dalam memilih pada siapa harus bicara. Bicaralah pada orang-orang yang bisa dipercaya untuk menyimpan rahasiamu, bersikap netral dan berkompeten dalam mencari solusi masalahmu.
Bagaimana Kalau Suami Memang Berkelakuan Buruk?
Suatu kali, setelah aku dewasa dan menikah, aku berkata pada ibuku bahwa seharusnya dulu ibuku tidak menjelek-jelekkan bapakku kepada orang-orang.
Lalu ibuku bertanya, "Gimana kalau memang suaminya berkelakuan buruk?"
Tentu ada keadaan bahwa seorang istri tidak bisa lagi menutupi keburukan suami saat orang lain melihat sendiri keburukan itu.
Misalnya bila hal itu terkait suami yang melakukan KDRT, seorang istri bisa langsung lapor ke polisi, karena Itu sudah masuk ranah hukum. Mungkin akhirnya orang-orang jadi tau tapi meskipun begitu, kamu kan tak perlu klarifikasi tentang itu ke semua orang. Mereka tak harus tau detail konflik rumah tangga kalian kan? Kamu tak perlu menjelaskannya kepada orang-orang yang tidak berkepentingan. Tidak perlu disiarkan ke seluruh dunia dengan share di medsos. Tidak perlu dibahas terus-menerus pada setiap kesempatan.
Fokus Pada Solusi
Biasanya kesalahan suami terasa menjadi begitu berat saat kamu mengingat-ingat lagi semua kesalahannya dari masa lalu. Akumulasi kesalahan yang menjadi begitu besar dan sulit untuk dimaafkan.
Fokus pada masalah yang sedang dihadapi bisa membuat masalah menjadi lebih ringan. Bila misalnya kesalahan suami adalah A, maka fokus mencari solusi untuk kesalahan A tersebut. Tak perlu mengungkit semua kesalahan A-Z yang dulu pernah dia lakukan. Selesaikan satu masalah dalam satu waktu. Jangan mengungkit lagi masalah yang sudah lalu.
Fokus Pada Kebaikan Suami
Apa yang keluar dari mulut seseorang berasal dari apa yang memenuhi hatinya. Bila mulut berkata hanya hal negative tentang suami, berarti hati dan pikiranmu juga hanya focus pada keburukannya. Semua orang punya kelebihan dan kekurangan termasuk suamimu. Termasuk dirimu. Mengapa hanya fokus pada kekurangannya? Coba sebutkan hal-hal yang baik dalam diri suamimu yang untuk itu kamu bersyukur.
Fokus Pada Hal yang Bisa Kamu Kendalikan
Pada saat keadaan di sekitarmu belum berubah, maka kamulah yang harus berubah. Sikap mu adalah satu-satunya hal yang bisa kamu kendalikan. Perkataanmu adalah sesuatu yang bisa kamu kendalikan. Perkatakanlah kata-kata berkat untuk suamimu. Jangan mencaci maki, menyumpahi dan sejenisnya. Ingat, ucapan adalah doa. Saat kamu berkali-kali berkata, "Dasar laki-laki brengsek!" Lama-lama suamimu beneran jadi brengsek.
Mengeluh atau menjelek-jelekkan pasangan kamu adalah hal buruk untuk pernikahanmu. Walau terkadang pernikahan dilanda badai dan rasanya menjadi begitu berat dan mengecewakan, namun istri tetap perlu menjaga martabat suami dengan hanya berbicara tentang dia dalam cara yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H