Mohon tunggu...
Rosda Yanti
Rosda Yanti Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Allow God to Bless You - Menikmati Berkat Tuhan dengan Sukacita

25 April 2024   18:03 Diperbarui: 25 April 2024   18:03 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"When we give cheerfully and accept gratefully, everyone is blessed." -- Maya Angelou

Aku punya tetangga, seorang wanita yang kemurahan hatinya bisa dideteksi dengan cepat olehku sejak awal kami berada di lingkungan ini.

Awalnya saat aku bagi-bagi kue buatanku ke para tetangga termasuk dia. Mereka semua menerima dengan senang hati dan mengucapkan terima kasih. Namun berbeda dengan tetangga lain, tak lama kemudian wanita ini memberikan ku makanan kue-kue juga. Dan jumlahnya lebih banyak dibanding yang aku berikan. Ketika pertama kali menerima itu, aku sangat senang. Dalam hatiku berkata, ini nih model tetangga idamanku. Hubungan per tetangga an memang harus take and give.

Akan tetapi seiring berjalan waktu, aku jadi merasa agak segan memberinya sesuatu. Beberapa kali aku ngasih kue ke wanita itu, tak lama setelah itu dia selalu memberikan balasan kiriman kue yang jauh lebih banyak. Seolah berlomba untuk memberi lebih banyak dari yang dia terima.

Pernah suatu kali, aku beri dia 2 potong cake, tak lama kemudian dia membalasnya dengan memberikanku satu piring penuh donat, beserta piringnya dikasih.

Aku mikir, maksudku memberi padanya kan tulus, tak ada niat biar dapat balasan. Kenyataan bahwa dia selalu balas dengan lebih heboh membuat aku merasa seolah pemberianku adalah beban baginya. Bukan lagi suatu berkat.

Beban karena tiap dia terima sesuatu dia jadi mikir harus balas pakai apa. Kalau dia ngasih sekedarnya aja sesuai dengan makanan apa yang lagi dia masak sih nggak apa-apa, tapi ini kayaknya dia khusus beli hanya untuk memberikan balasan atas pemberian ku sebelumnya.

Karena itu aku jadi jarang ngasih makanan lagi ke dia. Bukan karena aku tak mengasihinya. Justru karena aku mengasihinya, aku tak ingin membebaninya dengan keharusan membalas. Tidak memberi kue-kue itu menurutku adalah suatu bentuk meringankan beban sang tetangga yang begitu murah hati ini.

Saat ini aku sedang merenungkan sikap wanita ini terkait diriku sendiri.

Selama ini aku punya prinsip, lebih berkat memberi daripada menerima. Kalau aku tak bisa memberkati orang lain, setidaknya aku tak nyusahin. Karena itu aku agak terbeban juga kalau ada orang yang memberi sesuatu kepadaku.

Bukan saja suatu pemberian besar, pemberian kecil sekedar ngasih tebengan aja aku jadi mikir, "Aduh, gimana cara balasnya kebaikan orang ini?" Apalagi kalau suatu pemberian yang secara materi bernilai agak mahal. Misal dikasih kado, ditraktir makan dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun