Jadi aku sempat dilema saat akan memutuskan apakah akan mengenakan payet atau tidak pada kebaya yang aku jahit untuk hajatan adik ipar tersebut.
Sebenarnya, dana untuk membuat payet itu masih terjangkau secara keuangan bagiku. Namun, aku merasa hal itu tidak sesuai dengan apa yang ingin dilakukan oleh suara batinku.
Suara batinku mengajakku untuk mengikuti teladan ibu mempelai pria tadi, sederhana dan bersahaja. Tapi sebagian dari diriku menolaknya.
Aku dipenuhi kegalauan karena diriku tak utuh dalam mengambil keputusan.
Akhirnya aku mendapat pengertian dari salah satu ayat di Alkitab yang berkata begini:
Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal, tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah. (1 Timotius 2:9-10)
Lalu aku mengambil keputusan untuk tidak menggunakan payet apapun pada kebaya itu seperti yang sudah aku rencanakan sejak awal. Aku hanya beli bros yang biasa digunakan untuk kebaya model kutu baru dan memutuskan bahwa itu akan cukup.
Dan pada akhirnya aku pikir itu memang cukup baik kok. Kewajiban darimana bahwa kita harus memenuhi kebaya dengan segala jenis payet? Apakah itu hal yang cukup esensi?
Tentu saja tidak salah bagi orang yang merasa perlu untuk melakukan hal itu. Aku juga suka kebaya yang cantik dan berkilau.
Membuat gaun yang indah untuk tampil pantas tentu adalah hal yang baik. Hanya kadang motivasi itu bergeser menjadi untuk mencari nilai diri dan pengakuan dari orang lain.
Yang kadang membuat kita menjadi susah sendiri dan kalau dipikir-pikir, buat apa juga sih?