"koko-melon..!"
Seiring dengan seruan itu, sebuah gambar wajah berbentuk semangka muncul di layar gadget. Lalu mulai memutar lagu-lagu anak bernada ceria.
Tontonan video inilah yang sering kami berikan pada anak kami El, saat dia masih berumur sekitar satu tahun. Selain ampuh untuk membuatnya senang, anteng dan tidak mengganggu kesibukan orangtuanya, aku juga berpikir siapa tau bisa membantunya menambah kosa kata untuk mendukung kemampuan bicaranya untuk menghindari speech delay.
Hal itu juga dilakukan oleh anggota keluarga lain, seperti nenek, tante, dan lain-lain. Kami sebagai orang tua merasa bahwa kami sudah melakukan hal yang benar. Tanpa kami sadari, kami telah mengarahkan anak kami pada kecanduan gadget.
Apalagi, setiap kali anak kami lihat kami megang gadget, dia selalu meminta dan nangis kalau nggak dikasih. Jadi yah, mau tidak mau biar anak tak rewel, kami kasih aja.
Padahal sebenarnya sejak awal aku dan suami sudah baca dari berbagai artikel bahwa anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya tidak boleh dibiarkan bermain gadget, termasuk TV, smartphone atau tablet. Karena sebagian besar perkembangan otak bayi terjadi pada 2 tahun pertama kehidupannya. Sehingga sangat penting untuk lebih banyak explore lingkungannya, berinteraksi dan bermain dengan orang lain untuk belajar tentang dunia di sekitarnya.
Namun kami mengabaikannya karena melihat orang-orang di sekitar kami juga banyak yang ngasih anak seumuran El main gadget dan aku lihat anak-anak mereka bertumbuh baik-baik saja.
Hal itu berlangsung hingga El umur 2 tahun dan kami menilai kemampuan bicara El agak terlambat dibanding anak-anak seusianya.
Saat kami berkonsultasi ke dokter spesialis anak ahli tumbuh kembang, El didiagnosa mengalami Global Development Delay (GDD) dan Speech Delay. Yaitu keterlambatan pertumbuhan dalam hal interaksi sosial dan bicara berdasarkan standar pertumbuhan anak seusianya. Sehingga perlu mengikuti terapi wicara dan terapi okupasi.
Namun sebelumnya kami disarankan untuk berhenti memberikan tontonan gadget ke El selama 3 minggu berturut-turut. Hanya boleh menggunakan gadget untuk berinteraksi melalui video call itupun waktunya dibatasi. Hal ini untuk meningkatkan kemampuan fokus El agar terapinya lebih efektif.
Pada saat dokter menyarankan demikian, aku merasa begitu bersalah karena telah lalai selama ini membiarkan saja anak kami tersihir oleh tontonan di gadget. Hal itu ternyata berpengaruh buruk pada tumbuh kembangnya.
Karena itu aku dan suami sepakat untuk menghentikan El dari kecanduan gadget. Beberapa upaya kami lakukan dengan bersungguh-sungguh, sebagai berikut:
Memberi Teladan
Children See, Children Do. Anak cenderung meniru apa yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Kalau setiap hari ayah dan ibunya sibuk mantengin gadget, anak juga jadi penasaran ingin melakukan hal yang sama.
Jadi hal pertama yang kami lakukan adalah memberi teladan yang pantas dia tiru dengan membatasi penggunaan gadget. Kami sama sekali tidak bermain gadget di depan anak. Kalau ada keperluan mendesak, kami akan ke ruangan lain dan tak terlihat sedang memegang gadget oleh El.
Kami juga meminta kerja sama dari orang-orang yang berinteraksi dengan El, baik tetangga, nenek, tante dan lain-lain untuk tidak main gadget di depan El dan untuk tidak lagi memberikan El tontonan di gadget seperti yang selama ini sering kami lakukan.
Konsisten dengan Aturan yang dibuat
Pada awalnya, yang sulit adalah mengubah kebiasaan diri sendiri dan mengendalikan keinginan untuk sering-sering main gadget. Tapi aku dan suami berusaha konsisten dengan aturan yang telah kami sepakati.
Bila orangtua melarang anak main gadget saat lagi makan, tapi orangtua itu sendiri main gadget, anak akan merasa orangtuanya tidak adil.
Bila orangtua meminta anak menyimpan gadgetnya, waktunya anak tidur, tapi begitu anaknya nangis-nangis merengek minta gadget, orangtua merasa tak tega dan segera memberikan lagi, maka si anak akan berpikir orangtuanya plin-plan dan bisa diakali dengan drama tangisan.
Menurut Steinberg dalam The Ten Basic Principles of Good Parenting, alat pendisiplinan yang paling penting adalah konsistensi. Jika aturan Anda bervariasi dari hari ke hari dengan cara yang tidak dapat diprediksi atau jika Anda menerapkannya hanya sesekali, perilaku buruk anak Anda adalah kesalahan Anda, bukan kesalahan dia. Semakin otoritas Anda didasarkan pada kebijaksanaan dan bukan pada kekuasaan, semakin sedikit anak Anda akan menantangnya.
Menghabiskan Waktu Lebih Banyak dengan Anak
Untuk mengalihkan perhatian El dari gadget, kami pun mulai lebih banyak menghabiskan waktu bersama El. Mengajaknya bermain, jalan-jalan ke taman, melibatkannya bikin kue bersama, bernyanyi, main mobilan dan bacain buku.
Selain itu, kami juga lebih sering mengajaknya bertemu dan bermain dengan anak-anak sebayanya di lingkungan rumah. Juga lebih sering membawanya ke ibadah sekolah minggu. Sehingga melatih juga kemampuan sosialnya.
Memang hal ini kadang melelahkan, apalagi bila kami sedang sibuk dengan berbagai kegiatan. Namun harus kami upayakan agar pertumbuhan El bisa berhasil optimal. Bagaimanapun juga ini adalah tanggung jawab kami sebagai orangtua.
Selama 3 minggu kami melakukan upaya itu, dan kami melihat adanya kemajuan pada fokus El. Mulai lebih responsif saat diajak bicara. Setelah itu El mulai diberi jadwal untuk terapi wicara dan terapi okupasi.
Saat ini El sudah berusia 2.8 tahun. Kami masih memberlakukan batasan penggunaan gadget untuk El. Selain untuk video call, sesekali kami juga memutarkan video bersifat edukasi sambil menjelaskannya pada El dan durasinya kami batasi.
Mungkin karena sudah terbiasa, El tidak lagi begitu terobsesi dengan tontonan di gadget. Sehingga walaupun kami menyudahi videonya, dia biasa saja tak lagi merengek-rengek untuk terus menonton. Memang kami juga sudah makin terbiasa dengan membatasi penggunaan gadget selama bersama El.
Dari pengalaman ini, aku pikir, kuncinya memang ada pada orangtua. Bila orangtua punya kesadaran bahwa kecanduan gadget itu bisa berdampak buruk pada pertumbuhan anak, maka orangtua harusnya bisa membuat aturan dan konsisten menerapkannya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H