Dugaan dokter penyebabnya adalah karena minimnya stimulan dari lingkungan. Dokter berkata bahwa hal itu bisa jadi karena anak kami lahir dan tumbuh disaat pandemi berlangsung, sehingga anak kami tidak bermain dan bersosialisasi dengan anak seusianya dengan sewajarnya. Dokter juga menanyakan apakah kami memberi El bermain gadget karena hal itu bisa mempengaruhi fokusnya.
Aku akui aku telah lalai dalam hal ini. Padahal tadinya aku berniat tidak mau ngasih El main gadget, Â tapi lama-lama tergoda melakukannya karena melihat anak orang lain juga biasa dikasih gadget tapi pertumbuhannya biasa aja. Apalagi kalau lagi sibuk, biar El anteng, salah satu jalan ninjaku adalah memberinya tontonan di gadget. Hal itu ternyata memperburuk keadaan.
Puasa GadgetÂ
Dokter kemudian meminta kami untuk menghentikan memberi El bermain atau menonton video di gadget selama 3 minggu berturut-turut. Bisa hanya untuk berinteraksi melalui video call, itupun waktunya dibatasi.
Setelah 3 minggu tidak boleh main gadget, akhirnya fokus El mulai lebih baik. Saat dipanggil sudah mulai menoleh ke arah yang manggil. Kata dokter, hal ini dimaksudkan agar El lebih efektif dalam menerima terapi yang akan dilakukan.
Setelah itu dokter spesialis tumbuh kembang anak merujuk El ke dokter rehabilitasi medik pediatrik untuk menentukan terapi apa yang harus dilakukan.Â
Oleh dokter rehabilitasi medik pediatrik dilakukan pemeriksaan  terhadap El dan sesi wawancara dengan orangtua. Kemudian dokter menjadwalkan El untuk mengikuti sesi terapi wicara dan terapi okupasi.Â
Terapi wicara adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan bicara dan mengekspresikan bahasa pada anak.
Terapi okupasi adalah terapi untuk melatih kemandirian anak dan kemampuan sosialnya.
Terapi okupasi dilakukan di suatu ruangan bermain dimana anak diberikan kesempatan untuk bermain dan belajar dengan ditemani oleh terapisnya.
Masing-masing terapi ini dilakukan satu kali seminggu selama 30 menit oleh terapis yang kompeten di bidangnya masing-masing.