Mohon tunggu...
Rosalina Ren Maholta
Rosalina Ren Maholta Mohon Tunggu... -

love writing so much

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

How Should I Say that I Miss You So Bad?

19 November 2013   11:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:57 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini bukan kisah cinta. Ini hanya kisah pertemuan seorang gadis dan seorang pria.


Ini lagi soal mimpi. Aku tak pernah menyukai keramaian. Tapi aku akan selalu mencari keramaian kapanpun hati gundah, galau dan sejenisnya. Pergi seorang diri mencari keramaian saat gundah memang hal mujarab bagiku untuk mengembalikan good mood lagi. Tapi malam itu gagal. Bagaimana mungkin aku pergi untuk melepaskan diri dan pikiran dari dia dan ternyata kudapati dia disana?

Mimpi itu membawaku ke sebuah pasar malam. Tempat ramai berisi orang-orang bahagia. Sepasang kekasih yang malam mingguan. Keluarga-keluarga kecil yang juga malam mingguan, sengaja membawa anak mereka untuk berjalan-jalan dan membeli gula-gula. Muda-mudi yang juga jomblo seperti aku turut hadir, namun bisa kulihat pancaran matanya yang riang berharap bisa mendapatkan seorang kenalan di malam minggu. Ini kontras. Semua orang bahagia. Aku? Ya aku juga berharap mendapat kebahagiaan dengan melihat mereka, lantas aku langsung mengambil kamera dan memotret semua momen indah para pengunjung yang bahkan aku tak kenal.

Mungkin sekitar 30 menit berkeliling dan mengambil gambar, aku memutuskan untuk singgah di sebuah lapak terbuka yang mengadakan konser dari sebuah band indie yang aku juga tak tahu nama bandnya. Dari belakang aku mencoba berjalan terus menembus orang-orang agar bisa berdiri di depan. Tapi barisan orang-orang itu sangat padat, mereka bahkan saling berpegangan tangan untuk menikmati musik dan membuat malam ini semakin indah. Aku hanya bisa maju sedikit dari posisiku semula.

Aku bisa merasakan kehadiran seseorang disampingku, karena aku yakin, semula sisi kiri dan kananku kosong. Benar saja orang itu lantas menyapa, "sendirian?" aku langsung menoleh kearahnya, cukup lama, mencoba memfokuskan penglihatan ditengah remang-remang pencahayaan pasar malam, melihat detail wajah lelaki itu. Aku tak pernah melihatnya. Dia orang asing. "Yup," jawabku mencoba terlihat akrab dan biasa. Terkadang aku merasa senang berbicara dengan orang asing, tapi dengan syarat orang asing itu waras tetapi orang asing yang ini terlihat setengah mabuk.

"Ngapain disini? Malam mingguan?" tanyanya lagi dengan nada suara yang compang camping. Aku makin merasa terancam dalam posisiku.

"Tidak juga. Iseng aja. Sudah lama juga aku tak mengunjungi pasar malam,"

Lelaki itu terus melihat wajahku ketika aku tengah menjawabnya tadi. Kurasakan dia terus mendekatkan wajahnya kearahku. Aku terus merasa tak nyaman. Ku coba hamburkan pandangan mencari orang yang mungkin bisa kumintai pertolongan. Tidak. Dia yang aku dapat. Dia yang namanya selalu lekat dalam pikiranku, yang setiap hari entah karena faktor apa hatiku selalu menggemakan namanya. Dia yang menjadi alasan aku pergi keluar malam ini, alasan yang mengatakan aku tak seharusnya memikirkannya lagi, alasan yang seharusnya membuat aku melupakannya. Tapi mana bisa aku melupakannya? Saat aku menghindarinya dan dia malah datang?

Aku jatuhkan pandang cukup lama kearahnya. Ia juga melihatku. Dalam beberapa detik tatapan itu aku merasakan bahwa ia datang kesini untuk aku. Tuhan. Apa yang dia mau? Terus meluluhlantakan hatiku? Namun hatiku mengatakan bahwa dialah yang bisa menolongku saat ini. Kurasakan tangan lelaki kurang ajar disampingku menyetuh tanganku, aku lantas melepasnya dan langsung berlari. Ada dilema disana. Ingin rasanya aku menghampiri dia, karena hanya dia orang yang aku kenal di tengah ramainya pasar malam. Tapi ia juga adalah orang yang ingin aku hindari saat ini. Aku terus berlari. Seketika napasku tak terkontrol, aku berhenti dan mencoba mengatur napas. Kuputuskan untuk terus berjalan saja. Tak ada tanda-tanda lelaki kurang ajar ini mengikutiku.

Aku mencoba berjalan dengan tenang dan biasa. Dari sisi kanan kudengar seseorang memanggilku.

"Alina......"

Jelas aku langsung menoleh, dari sisi kanan dia jalan menghampiriku. Tuhan. Kill me right now. Seolah ia tahu apa yang baru saja terjadi. Ia lantas merangkul pundakku. Terasa dia mencoba membuatku tenang atas apa yang baru saja terjadi. Seperti biasa aku selalu merasa nyaman dalam dekapannya. Tetapi rasa nyaman itu selalu hanya ada dalam mimpi, belum pernah nyata atau mungkin tak akan pernah menjadi nyata. Lantas kami berlajan berdua keluar dari keramaian pasar malam.

Aku terbangun dengan rasa aman, nyaman dan tenang. Aku tahu mimpiku tentangnya seolah mengatakan bahwa pikiranku, hatiku, diriku tengah merindukannya. How Should I Say that I Miss You So Bad? Kita bisa saja sering bertemu, tapi entah kenapa semakin dekat malah membuat semakin rindu. Sungguh konyol.

Minggu pagi yang basah dan indah. Aku lantas bergegas ke balkon, mencari tempat yang nyaman untuk diriku sendiri yang tengah rindu, menyalakan laptop, menyalakan internet dan mencoba mencari kabar tentangmu. Kau ada. Tadi. Aku yakin kau baik-baik saja. Lantas ditemani semilir angin dingin pagi, suara kokok ayam, suhu lembab dan bau tanah karena semalam baru saja hujan, dan gunung yang tak nampak tertutup kabut, aku menuliskan ini untukmu. Satu lagi ditemani alunan lagu "Firasat",

Kemarin kulihat awan membentuk wajahmu

Desau angin meniupkan namamu

Tubuhku terpaku

Semalam bulan sabit melengkungkan senyummu

Tabur bintang serupa kilau auramu


Walau kita tak pernah mempunyai selera yang sama dalam musik. Tapi aku selalu senang mendengarkan lagu ini kapanpun aku memikirkanmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun