Masih dengan membawa ranselnya, Deni pergi ke lapangan basket yang sepi lalu duduk di tepi lapangan. Saat itu dilihatnya bu Shinta berjalan melintasi lapangan menuju ke ruang guru. Oh, ibu guru yang sangat rajin datang pagi, tapi Deni sudah menjelek-jelekkan beliau di hadapan Ayah. “Huuuuh..” Deni menundukkan kepalanya dengan lesu. Merasa menyesal dengan semua kelakuannya, tapi tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya.
“Deni.” tiba-tiba saja Deni mendengar suara Ayah, rasanya suara itu begitu dekat dan sangat nyata.
“Deni.” sekali lagi terdengar suara Ayah memanggilnya. Oh, Deni sangat ketakutan hingga membenamkan mukanya di antara kedua lututnya.
bersambung ke http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/01/24/deni-jujur-dong-den-4/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H