Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?
Pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Patrap Triloka yaitu; "Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" yang artinya; di depan memberi teladan, ditengah membangun motivasi/dorongan, di belakang memberi dukungan.Â
Konsep ini memberikan panduan sebagai seorang guru dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Keputusan yang diambil oleh seorang guru bisa dijadikan contoh/teladan bagi para muridnya, bisa juga dijadikan motivasi dan dukungan bagi perkembangan kepribadian dan masa depan para murid.Â
Dengan demikian sudah sepatutnya seorang guru menerapkan konsep-konsep pengambilan keputusan yang tepat dan berpihak pada murid.
Keputusan yang diambil oleh seorang guru hendaknya menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan.Â
Empat paradigma dalam pengambilan keputusan, yaitu (1) individu lawan masyarakat (individual vs community), (2) Rasa keadilan lawan rasa kasihan ( Justice vs Mercy), (3) Kebenararan lawan kesetiaan (Truth vs Loyality), Jangkah pendek lawan jangka Panjang (Short Term vs Long Term).
Tiga prinsip dilema etika yaitu : (1) Berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking), (2) Berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking), (3) Berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking)
Sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan di antaranya: (1) Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini, (2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini,Â
(3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini, (4) Pengujian benar atau salah, terdiri atas : Uji Legal, Uji Regulasi/Standar Profesional, Uji Intuisi, Uji Halaman  Depan Koran, dan Uji Panutan/Idola,Â
(5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar, (6) Melakukan Prinsip Resolusi, (7) Investigasi Opsi Trilema, (8) Buat Keputusan, (9) Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan.
Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Guru sebagai makhluk individu, sosial dan moral tentunya memiliki nilai-nilai diri yang terbentuk sepanjang rentang kehidupannya. Namun dengan prinsip belajar sepanjang hayat maka nilai-nilai diri yang tertanam pun pasti bisa berubah sebagai hasil belajarnya.Â
Dengan demikian seorang guru yang memiliki peran  dalam menuntun segala kodrat murid untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan belajar anak,  baik untuk dirinya sendiri, lingkungan sekolah, dan masyarakat dapat dilakukan dengan baik.
Dengan adanya pembelajaran mengenai keyakinan, nilai dan peran serta pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran ini, seorang guru akan dapat memahami posisi diri dan kasusnya apakah mengalami dilema etika atau bujukan moral.
Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil.Â
Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.
Coaching adalah sebuah proses komunikasi yang memberdayakan, pada tulisan sebelumnya ditemukan bahwa coaching juga sebuah proses inkuiri dalam diri murid agar mampu mengambil keputusan secara mandiri dan bertanggung jawab akan terlaksananya keputusan tersebut.Â
Apabila permasalahan yang dibawa/diambil para murid adalah sebuah dilema etika maka kolaborasi metode coaching model TIRTA dan prinsip pengambilan keputusan (4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 konsep pengambilan dan  pengujian keputusan dalam dilema etika), merupakan pilihan tepat.
Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?
Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional serta pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan sangat penting.Â
Guru harus mampu memisahkan antara dirinya sendiri dan masalah yang dihadapi dengan demikian keputusan yang diambil terhindar dari subjektivitas ketika dilakukan sembilan langkah uji keputusan.Â
Kemampuan melakukan mindfulness, membuat pilihan tepat untuk berpikir cepat atau lambat, serta komunikasi asertif akan membantu guru membuat analisa keputusan pembelajaran dengan bijak.
Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik? Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?
Dilema etika adalah permasalahan yang mengandung unsur pilihan nilai benar lawan benar sedangkan bujukan moral adalah permasalahan yang mengandung unsur pilihan nilai benar lawan salah.Â
Seperti pada pembahasan awal, seorang guru adalah pribadi pembelajar sepanjang hayat yang mampu memaknai setiap aspek hidupnya sebagai hasil belajar demikian juga aspek keyakinan/nilai-nilai yang dianut oleh seorang pendidik.Â
Dengan adanya materi sembilan prinsip pengambilan keputusan, pasti akan dihasilkan sebuah keputusan bijak yang mampu dipertanggung jawabkan oleh guru tersebut
Pengambilan keputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan baik pada diri, lingkungan bahkan masyarakat maka dapat dipastikan munculnya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Â
Para pendidik menganut prinsip yang sama sehingga komunikasi berjalan dengan lancar dan bersahabat. Para murid mendapatkan contoh yang baik dan merasakan dampingan/motivasi dari seluruh pendidik.
Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Pelaksanaan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika di komunitas kelas dan sekolah bukan merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. Hal ini dapat dipahami sebab belum semua unsur di lingkungan saya menerima/memahami konsep ini, perlu sosialisasi, pemahaman dan diskusi yang bermakna.Â
Andai beberapa unsur sudah memahami konsep ini namun perlu waktu untuk mengubah nilai diri yang sudah dipegangnya. Meski tidak mudah dan perlu waktu saya yakin perubahan ini bukan berarti tidak mungkin dilakukan.
Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?
Pengajaran yang memerdekakan murid adalah sebuah situasi yang memuliakan murid, berpusat pada murid. Paradigma baru ini perlu waktu untuk meresap dalam diri tiap pendidik.Â
Dengan adanya konsep pengambilan keputusan, selain menjadi katalisator terwujudnya kemerdekaan belajar, juga menjadi panduan untuk tidak terjebak pada paradigma lama. Disamping pada pengaruh konsep kesadaran emosi dan sosial yang juga harus dikuasai oleh murid dan pendidik.
Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
Sebagai pemimpin pembelajaran yang mampu mengambil keputusan yang tepat akan membuat murid-murid belajar untuk membuat keputusan yang tepat juga. Keadilan yang dirasakan membuat murid nyaman dan merasa diterima.Â
Dengan adanya contoh/teladan, motivasi dan penerimaan maka murid akan merasa lebih ringan untuk meraih untuk mencapai kehidupan dan masa depan yang gemilang.
Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Kesimpulan saya, modul pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dengan modul-modul sebelumnya merupakan sebuah rangkaian yang utuh untuk mencapai sebuah kemerdekaan dalam belajar bagi murid.Â
Bahkan dapat dikatakan sebagai sebuah wujud nyata dari pembelajaran/modul sebelumnya. Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang  mengemukakan adanya proses tuntunan segala kodrat/potensi anak untuk mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan belajar, baik untuk dirinya sendiri, lingkungan sekolah, dan masyarakat.
Filosofi itu membutuhkan serangkaian keputusan yang tepat dari seorang pemimpin pembelajaran.Â
Hal ini senada dengan nilai dan peran guru penggerak sebagai agen perubahan paradigma baru dalam pendidikan yang mengedepankan pembelajaran yang berpihak kepada murid.
Sumber : refleksi pribadi berdasarkan diskusi bermakna bersama beberapa rekan dan hasil literasi modul-modul program guru penggerak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H