Mohon tunggu...
R. Elizabeth
R. Elizabeth Mohon Tunggu... Administrasi - Fans Hiburan Korea dan Jepang

Selama kita hidup, kita akan terus berpikir dan belajar. Dengan demikianlah kita menjadi manusia yang memanusiakan diri sendiri dan sesama kita.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahasa Santun, Bahasa Tiri Orang Indonesia

1 Desember 2015   09:45 Diperbarui: 1 Desember 2015   09:45 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernahkah Anda mendengar kalimat-kalimat seperti ini?

“Kamu ini kerja yang bener, dong! Salah lagi, salah lagi.”

 “Apa urusanmu? Hidup, hidup saya. Suka-suka saya.”

“Aduh, saya gak mau. Jangan saya, deh.”

Sadar atau tidak sadar, kata-kata ini kerap kita dengar atau kita ucapkan. Kalau kita cermati, pemilihan kata oleh masyarakat sekarang cenderung menurun kesantunannya. Tentunya tidak bisa disamakan di setiap tempat di Indonesia, karena setiap manusia memiliki budaya hidupnya masing-masing. Namun, hal ini akan sangat tampak pada ungkapan-ungkapan kita dalam menyatakan pendapat dan perasaan kita, seperti ketika kita menulis artikel, mengikuti rapat, bahkan ketika membuat status di social media yang tanpa sengaja malah mengundang provokasi. 

Hati-hati, pembaca.

Seperti yang pepatah katakan: kata-kata yang salah bisa diampuni, tapi tidak dilupakan. Kata-kata yang sarkastis dan menyerang tentu saja sangat menyinggung.

Fenomena menurunnya penggunaan bahasa santun dalam pergaulan sehari-hari berbanding lurus dengan penurunan standar moral, agama, dan tata nilai yang berlaku. Apa saja faktor yang menyebabkan perubahan nilai kesantunan?

Pertama, faktor waktu. Sebagai contoh, kesantunan pada masa kerajaan dan kolonial berbeda dengan kesantunan pada masa kemerdekaan dan masa kini. Kedua, faktor tempat. Misalnya, nilai kesantunan di rumah pasti berbeda dengan di kantor. Ketiga, pergaulan global. Pertukaran informasi membawa pergeseran budaya dan membuat orang lebih ingin mengikuti bahasa yang sedang menjadi tren.

Berbahasa santun seharusnya sudah menjadi suatu tradisi yang dimiliki oleh setiap orang sejak kecil. Anak perlu dibina dan dididik bahasa santun. Jangan sampai anak merasa bahasa santun tidaklah “gaul”. Bahasa santun yang awalnya luwes dan indah, karena jarang digunakan berubah menjadi sekaku batu dan menimbulkan suasana canggung.

Cara menanamkan kesantunan ini sebaiknya bertolak dari prinsip mengerti, merasakan, dan melaksanakan. Artinya, orang dewasa harus memberi tahu, memberi contoh, dan mengarahkan anak-anak.

Menurut KBBI, kesantunan sendiri berarti kehalusan dan budi baik (budi bahasa, tingkah lakunya). Sekalipun sangat berkaitan dengan aspek-aspek kebahasaan, kesantunan tidak kepas dari etika berbahasa dan etika di setiap negara berbeda.

Contoh, orang Jepang sering mengungkapkan maaf dan tidak mau mengkritik orang lain. Sedangkan orang Amerika selalu lugas dan langsung ketika membuat penolakan. Tapi, pada saat-saat tertentu bisa saja keduanya terbalik. Mengapa? Karena sikap santun berkaitan juga dengan konteks (tempat, waktu, suasana) dan peran (usia, status sosial).

Berikut adalah strategi yang bisa Anda gunakan dalam berbahasa santun:

  1. Gunakan kata tolong, maaf, dan terima kasih kapanpun Anda harus mengucapkannya. Baik terhadap orang yang lebih muda atau lebih tua. Dengan cara ini, Anda menunjukkan sikap menghargai yang sangat baik.
  2. Jangan perlakukan lawan bicara Anda seperti orang yang lebih rendah. Sejajarkanlah mereka dengan diri Anda. Anda pun merasa senang bila orang lain seperti itu terhadap Anda, bukan?
  3. Jangan mengatakan hal-hal yang kurang baik mengenai orang atau hal yang disukai mitra tutur. Dengan kata lain, hormati pendapatnya.
  4. Jangan pernah memuji atau membanggakan diri Anda sendiri di hadapan mitra tutur. Sebenarnya, jika apa yang Anda lakukan memang sesuatu yang terpuji, orang-orang pasti menyadarinya.
  5. Berikan perhatian kepada mitra tutur seperti menanyakan, “Wah, bagus sekali. Beli di mana?”
  6. Gunakan nama panggilannya apabila hubungan sudah cukup akrab dan kata sapaan kepada yang belum dekat. Contoh, “Gimana, Lin? Jadi ikut?” atau “Terima kasih, Mas, atas bantuannya.”
  7. Jika Anda jemu mendengarkan pendapat mitra tutur, Anda bisa mengulang kata-kata yang dia ucapkan. Contoh, “Saya sudah dua kali ke sana.” “Oh, sudah dua kali ke sana, ya.”
  8. Jika harus menolak, tolaklah dengan jujur dan sopan. Jelaskan alasan Anda dan tatap matanya. "Maaf, saya ingin tapi tidak bisa. Saya harus menyelesaikan laporan keuangan saya dulu."
  9. Gunakan lelucon! Lelucon yang baik sangat berguna memperkuat hubungan antarmitra. “Apa, motormu butut? Lihat punyaku. Seperti rongsokan!”

Demikianlah strategi yang bisa Anda gunakan untuk meningkatka kesantunan dalam pergaulan Anda. Awalnya, Anda mungkin tidak terbiasa. Tapi lama-kelamaan, perubahan pasti terjadi. Sedikit demi sedikit, kita rangkul kembali bahasa santun kita agar tidak menjadi “bahasa tiri” yang kalah populer dibanding bahasa gaul dan informal. Agar di masa mendatang semakin berkurang generasi yang lidahnya kelu ketika mengucapkan bahasa santun.

Selamat menjadi teladan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun