Mohon tunggu...
Ignatius Sunandar
Ignatius Sunandar Mohon Tunggu... -

Lahir di antara bukit-bukit dan sungai-sungai Pegunungan Menoreh. Sedang belajar berbagi harapan akan masa depan yang lebih baik dengan saudara-saudara di sekitar perkebunan sawit, Muara Wahau - Kutai Timur....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Contemplativus in Actione

2 Desember 2011   16:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:54 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila kita berhadapan dengan orang lain yang selalu berpikiran dan bertindak negatif, mengeluh, tidak punya semangat, pesimis dengan keadaan, maka kita harus hadir sebagai terang, mengatakan yang sebaliknya, memberikan harapan dan semangat. Kehadiran kita harus menjadi kehadiran Allah yang memberikan cinta kasih dan semangat hidup. Allah ada dalam diri kita, membuat diri kita ada, hidup dan berkarya.

2. Menempatkan Allah sebagai yang utama dalam segala niat dan usaha kita.
Ini berarti semua yang kita inginkan, kita lakukan, kita usahakan hanya untuk satu tujuan: Ad Maiorem Dei Gloriam. Demi kemuliaan Allah yang lebih besar. Semua pikiran, perkataan, tindakan kita selalu dengan satu pamrih, yaitu AMDG. Kalau ini yang terjadi maka Allah sendiri yang akan bertindak, berkarya bersama kita. Niat dan upaya kita akan diberkati, akan berbuah banyak, akan bertumbuh, akan berlimpah-limpah. Bila yang utama dalam usaha kita adalah Allah maka kita akan seperti ranting dari pokok anggur yang tidak mati. Sebagai ranting yang tumbuh, kita akan menyesuaikan dengan kehidupan yang mengalir dalam pokok anggur. “Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.”( Yoh. 15:4 ).

3. Selalu berusaha menemukan kehendak-Nya
Bila kita selalu menempatkan Allah sebagai yang utama dalam niat dan usaha kita, maka menemukan kehendak Allah itu bukan sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Allah sendiri yang akan membimbing dan memimpin langkah-langkah hidup kita. Untuk itu diperlukan kepekaan jiwa untuk menangkap gerakan roh dan latihan pembedaan gerakan roh. Latihan memusatkan pikiran / focusing, praktek latihan rohani ( meditasi dan kontemplasi ), pemeriksaan batin umum, pemeriksaan batin khusus adalah cara-cara yang diajarkan St. Ignasius untuk melatih kepekaan jiwa akan gerakan roh yang memungkinkan kita lebih mudah menemukan kehendak-Nya.

Menemukan kehendak Allah dan melakukannya sama dengan hidup dalam firman-Nya seperti yang digambarkan dalam Yohanes 15:7. “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” Sehubungan dengan doa atau permohonan kita di atas, jelas sekali bahwa Tuhan Yesus menegaskan, bila kita hidup dalam firman-Nya, sesuai dengan kehendak-Nya maka apa saja yang kita minta, kita akan menerimanya karena yang kita minta pasti sesuai dengan kehendak-Nya.

4. Selalu mendambakan cinta dan rahmat-Nya dalam hidup sehari-hari.
Salah satu godaan terbesar manusia adalah godaan untuk menjadi sombong, merasa lebih, merasa bahwa semua keberhasilan itu semata-mata karena kekuatannya sendiri. Dalam nyanyian “wajib”, “Ambillah, ya, Tuhan” dan dalam Latihan Rohani, “Kontemplasi untuk mendapatkan cinta” kita diajak untuk belajar rendah hati bahwa semua yang kita miliki sebenarnya adalah milik Allah. Yang kita butuhkan adalah cinta dan rahmat-Nya agar kita dapat melaksanakan kehendak-Nya.

Di dalam diri kita ada kecenderungan-kecenderungan untuk jatuh dalam dosa-dosa. St. Ignasius Loyola mengikis kecenderungan-kecenderungan kedosaan dalam dirinya dengan terus-menerus melakukan askese-askese, pemeriksaan batin dan latihan rohani lainnya. Untuk dapat melakukan itu semua kita memerlukan curahan rahmat dari Allah sehingga keberhasilan dalam memerangi kedosaan itu pun tidak akan membuat kita menjadi sombong. Mendambakan cinta dan rahmat-Nya merupakan salah satu bentuk askese untuk melatih kerendahan hati melawan kesombongan.

Melakukan keempat hal di atas dalam pergulatan hidup kita sehari-hari merupakan bentuk paling nyata dari apa yang oleh St. Ignasius Loyola disebut sebagai “Kontemplasi dalam aksi” ( Contemplativus in Actione ). Kontemplasi dalam aksi dengan demikian bukan sesuatu yang ada dalam pikiran, bukan sesuatu yang sedang kita kontemplasikan, melainkan sesuatu yang kita wujudkan dalam perbuatan, dalam hidup kita. Hidup yang sesuai dengan kehendak Allah, hidup yang selalu demi kemuliaan Allah yang lebih besar, adalah aksi yang dijiwai kontemplasi – aksi yang adalah perwujudan doa – aksi yang adalah perwujudan kehadiran kita dalam Allah dan Allah yang hadir dalam hidup kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun