Ketika muncul di media ada seseorang mengaku sebagai profesor dan pakar dalam suatu bidang, menjadi hal yang lumrah jika publik bertanya, dari perguruan tinggi mana yang bersangkutan, dan apakah hal tersebut benar adanya?.Â
Ada dua hal yang menjadi sorotan masyarakat terhadap orang- orang yang secara tiba-tiba muncul di publik dan mengaku sebagai pakar dalam suatu bidang bahkan bergelar profesor.
Pertama, kebenaran dari latar belakang pendidikan yang bersangkutan. Era disrupsi telah menjadikan kita demikian mudah untuk menyelidiki kebenaran latar belakang pendidikan seseorang.Â
Dengan mengunjungi laman Kemendikbud, kita akan dengan mudah mengetahui kebenaran pengakuan seseorang dilihat dari latar belakang pendidikan tinggi yang ditempuhnya. Jika pengakuannya benar, maka namanya akan tercantum dalam laman tersebut, jika tidak maka yang bersangkutan patut diduga telah berbohong.
Kedua, kebenaran dari kepakaran yang dimilikinya. Masyarakat cenderung menilai kepakaran seseorang dari kebenaran produk yang dihasilkannya.Â
Jika produk barang atau jasa yang dihasilkannya benar-benar sesuai dengan yang dikatakannya, maka orang tersebut dinilai memang ahli dan memiliki kompetensi di bidangnya.
Mengenai kasus yang saat ini sedang viral, adanya seseorang bernama Hadi Pranoto yang mengaku sebagai seorang profesor dan ahli di bidang mikrobiologi telah menemukan obat Covid-19, pandangan masyarakat pun masih terbagi dua.Â
Walaupun sementara ini, dari hasil penelusuran beberapa pihak, diantaranya IPB dan IDI yang tidak menemukan nama Hadi Pranoto sebagai lulusan Doktoral IPB maupun anggota IDI, namun masih ada harapan dari sebagian masyarakat bahwa yang diklaim sebagai "herbal" yang dapat mengobati Covid-19 adalah terbukti.Â
Masyarakat berharap di tengah ketidakpastian kapan pandemi Covid-19 akan berakhir, akan lahir para anak bangsa sebagai penemu-penemu obat maupun vaksin Covid-19 yang terbukti mengobati dan menyembuhkan serta murah.
Kembali lagi kepada otoritas akademis dan keilmuan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang merasa sebagai pihak yang cukup memiliki otoritas terhadap kepakaran medis seseorang, merasa tersinggung manakala ada seseorang yang mengklaim telah menemukan obat Covid-19 tanpa adanya uji klinis bersama dengan mereka, sementara dari pihak mereka mengklaim dengan tegas bahwa obat Covid-19 belum ditemukan, dan menganggap ini sebagai bentuk matinya kepakaran medis.Â
Sementara dari pihak perguruan tinggi, bahwa gelar akademis bukanlah sesuatu yang mudah disematkan pada seseorang melainkan sesuatu yang "sakral" yang hanya bisa diraih seseorang melalui tahapan yang panjang melalui proses akademis di kampus.