Mohon tunggu...
NoVote
NoVote Mohon Tunggu... Guru - Mohon maaf jika tak bisa vote balik dan komen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Terimakasih

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lost Sense

17 Maret 2020   01:41 Diperbarui: 17 Maret 2020   09:31 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ada satpam, tak ada petugas kesehatan. Ingin melakukan pertolongan? Jangan-jangan jadi korban.

Dalam kelalutan pikiran, menolong atau meninggalkan. Tiba-tiba aku teringat kontak darurat. Iya, telpon 119? Cepat-cepat kuambil gawai dari dalam tas sanggul.

"Nomor yang anda tuju sedang sibuk."

"Nomor yang anda tuju sedang sibuk."

"Nomor yang anda tuju sedang sibuk."

Sudah tiga kali, tak ada sahutan sama sekali. Bagaimana ini? Memegang dan melakukan pertolongan? Aku harus melakukan apa? Jika pingsan biasa pasti dengan minyak angin atau minyak kayu putih mampu menyadarkannya.

Magaimana menyentuhnya. Padahal lewat pernapasan dan mulutlah virus corona menyebar.

Ibu tersebut tak bergerak. Orang-orang juga tak ada yang merespon. Hampir semua seolah-olah tak tahu apa yang terjadi. Hanya aku prang terdekat dengan tubuhnya. Aku juga tak bosa bernuat banyak. Bagiamana ini? Bagaimana ini? Batinku berkata berkali-kali. Menolong atau membiarkanya sendiri.

Akhirnya dalam keadaan setengah sadar, tiba-tiba tubuhku membungkuk mendekati. Mengoleskan minyak angin ke hidungnya. Dan berhasil ibu itu tersadar lagi. Pelan-pelan membuka mata. Menatap seolah tak percaya. Kebingunan sedang ada di mana. Tak bersuara. Aku juga.

Apakah individualisme begitu besar hingga keselamatan diri lebih utama? Pertanyaan itu kemudian berkali-kali ada di dalam dada. Apakah hanya karena virus corona kemanusiaan hilang entah kemana. Ketakutankah?

Nyatanya aku mampu berdiri dan antri seperti biasa.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun