Begitu banyak peristiwa di negeri ini yang menggemparkan. Hampir semua lini, kesehatan, sosial kemasyarakatan, budaya, ekonomi, hingga ke ranah hiburan beserta kejahatan yang mengikutinya.
Ada fenomena apa sebenarnya?
Mengapa begitu banyak terlontar cemoohan, ujaran merendahkan, hingga menganggap remeh hasil pekerjaan orang lain?
Padahal ketika tukang cemooh diberikan tugas dan tanggung jawab belum tentu mampu bertahan, apalagi melakukan perbaikan.
Kebiasaan mencari kesalahan dan kekurangan orang lain, menjadikan kelebihan dan hasil kerja yang telah diperoleh orang terebut tak terlihat.
Membuka kesalahan dan keburukan orang lain, langsung atau tidak langsung akan melahirkan kejahatan. Disadari atau tidak oleh pelakunya.
Menurut Wexley dan Yukl (1977) teori-teori tentang kepuasan kerja, yaitu Teori Perbandingan Intrapersonal, Teori Keadilan, dan Teori Dua -- Faktor. Seperti dirilis dari jurnal manajem sumber daya manusia.
Teori Perbandingan Intrapersonal yaitu memperbandingkan hasil kerja yang diperoleh dengan orang lain. Begitu terjadi kesenjangan, rasa tidak puas akan memuncak.
Karena standar berhasil setiap orang tidak sama melahirkan perbedaan mendasar. Hal ini yang perlu diluruskan.
Kemampuan tiap orang tidak sama, sehingga melahirkan hasil kerja yang tidak sama. Begitu standar yang diterapkan sama, pasti akan memantik kesenjangan. Semakin tinggi standar yang ingin dicapai, akan semakin tinggi perbedaan yang ada.
Teori Keadilan yaitu merasa tidak adil atas capaian yang diterimanya dengan orang lain. Memperbandingkan keberhasilan yang telah diperoleh dengan orang lain yang dikaitkan dengan rasa keadilan.
Mereka menganggap bahwa adil sama dengan setara. Padahal berbeda sama sekali. Tidak mungkin dalam satu kantor, misalnya semua menduduki jabatan kepala bagian. Promosi jabatan pasti diberikan kepada yang memang layak mendapatkan.
Teori Dua -- Faktor yaitu Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab dan promosi.
Dalam hal ini tidak setiap orang memiliki motivasi yang sama ketika bekerja. Alhasil, motovasi yang besar melahirkan hasil kerja yang besar, sementara motivasi yang kadang baik kadang buruk tak menunjukkan hasil kerja yang maksimal.
Begitu hasil kerja yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan akhirnya melahirkan ketidakpuasan dalam pekerjaan.
Impilkasinya apa?
Ketidakpuasan yang diumbar dengan kebencian. Menganggap prestasi yang diperoleh orang lain karena telah menindas dan menyingkirkannya. Nalar yang tidak masuk akal sama sekali.
Tidak puas dengan hasil kerja sendiri tidak disadari sebagai sebuah cambuk untuk memperbaiki diri. Malah sibuk mencari kekurangan dan kelemahan orang lain. Di segala lini.
Akibatnya?
Langsung atau tidak langsung, perbuatan menghakimi orang lain atas hasil kerjanya melalui sarana yang ada, media sosial dan lain-lain. Menganggap aneh orang lain dan merasa diri paling normal dan paling berpestasi.
Padahal setiap kerja memiliki standar operasional masing-masing. Sehingga melalui teory memperbandingkan dinilai kurang tepat ketika ukuran keberhasilan hanya dalam bentuk memperbandingkan.
Kasak kusuk ingin berusaha menjatuhkan termasuk dalam kejahatan. Rasa tidak puas terhadap prestasi orang lain dijadikan dasar melakukan tindakan kejahatan. Dalam bentuk apa pun kejahatan yang diperbuat, tetap saja dinilai sebagai sebuah kejahatan.
Demikian juga ketika merasa diperlakukan tidak adil, sesuai teory kedua. Keberhasilan orang lain yang mampu memanfaatkan waktu, sarana dan kemampuan diri secara maksimal dianggap telah tidak adil. Sementara yang bersangkutan tak menyadari bahwa peluang keberhasilan tersebut pun dapat diraihnya jika memaksimalkan potensi diri dan memaksimalakan lingkungan yang ada.
Apa yang harus dilakukan?
Sebagai pekerja, memperbaharui kompetensi yang dimiliki bersaing secara sehat lebih baik daripada menghabiskan waktu pikiran dan tenaga mengurusi keberhasilan orang lain. Iri asal tidak diikuti dengan kedengkian tak akan melahirkan kejahatan.
Dimulai dengan bersyukur atas hasil kerja, dilanjutkan dengan kontinuitas peningkatan kompetensi diri dengan memaksimalkan sarana dan prasarana yang menyertainya. Menghabiskan waktu untuk memperbaharui diri tak akan menyediakan waktu untuk menggunjing dan mencari kesalahan dan kekurangan orang lain.
Dengan begitu kejahatan dalam bentuk sekecil apa pun dapat dihindari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H