Bagi warga masyarakat Kalimantan Selatan, musik panting pasti lekat dengan telinga. Alat Gambus yang dipetik senarnya melengking memiliki ciri khas tersendiri.
Semakin hari semakin merambah tempat berkeseniannya. Di mulai dari acara-acara perkawinan, pemerintahan, dan hari-hari besar kini turun ke jalan. Ngamen istilahnya. Ke rumah makan dan ke restoran-restoran. Sebuah kemajuan atau kemunduran?
Dan pada perkembangannya, musik panting ini pun tidak hanya ditampilkan di acara-acara tertentu saja. Malah ada fenomena menarik, karena beberapa grup musik panting ada yang membawakannya di berbagai tempat, layaknya pengamen pada umumnya.
Tempat mangkal di Banjarmasin, musik panting biasanya terjadwal contohnya musik panting Saraba Langgam yang di Siring Jalan Piere Tendean, tepatnya di dekat Pasar Terapung. Musik panting tampi jugal di beberapa rumah makan di Banjarmasin seperti di Warung Jukung Julak dan juga Soto Bang Amat yang ada di daerah Banua Anyar, Kalimantan Selatan.
Bergesernya nilai pada masyarakat kita sekarang ini, yang mulanya dipelopori oleh penggiat seni, terutama artis yang ngamen. Menjadikan ngamen menjadi sesuatu yang biasa saja. Apalagi jika ngamen bertujuan untuk menggalang dana bagi bantuan korban bencana.
Apa yang dipertunjukkan masih dapat dinikmati.Saya beberapa kali mengalami bertemu pengamen di rumah makan. Kebetulan menunggu teman, jadi agak lama bertahan di rumah makan tersebut. Saya perhatikan dua pengamen membawa gitar dan satunya menyanyi. Selama sekitar satu jam saya duduk di rumah makan itu sungguh tak terhitung berapa kali dia mampir dan menyanyi.
Dengan lagu sumbang yang sama, dinyanyikan separo saja kemudian penyanyi tadi berkeliling mengedarkan kresek bekas bungkus kacang. "Permisi, permisi, permisi." Jelas saya tak lagi memberi uang buat pengamen itu. Ya masak setiap kali dia datang saya selalu memberi uang sih, pikir saya.
Setelah mereka pergi, saya coba tanya ke pemilik warung makan tersebut. "Memangnya setiap hari ya mereka ada di sini?"
Nah, ternyata selama ini pemilik warung tersebut memendam rasa marah yang begitu besar. Sampai-sampai dia berkomentar, "Sepertinya banyak yang ngamen itu dapat duitnya daripada saya."
Banyangkan saja, katanya. Sehari lebih dari seratus kali pengamen itu mondar mandir di warungnya. Semenjak ada pengamen itu, warungnya semakin hari semakin sepi. Para pelanggan merasa terganggu, karena baru saja mau menyuap nasi. Sudah saja mereka datang. Siapa yang tahan.