Mohon tunggu...
Surobledhek
Surobledhek Mohon Tunggu... Guru - Cukup ini saja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi tak harap kembali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan yang "Tahan Banting"

7 Maret 2020   23:56 Diperbarui: 8 Maret 2020   00:26 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Jika bisa bertukar tempat, pasti banyak perempuan yang ingin bertukar jadi lelaki. Demikian sebaliknya. Sayangnya takdir dan kudrat manusia sudah sedemikian adanya.

Suatu ketika ibuku pernah berkata, "Coba sehari saja bapakmu jadi perempuan. Pasti tahu bagaimana lelahnya menjadi perempuan." Ketika itu aku masih kecil, usia SMP hanya tersenyum tak sampai berfikir mengapa ibu mengatakan itu.

Kini setelah dewasa, baru aku sadari ternyata perempuan memang manusia istimewa. Bagaimana tidak? Kita amati saja. Sejak bangun tidur perempuan bangun lebih awal. Menyiapkan sarapan pagi. Sementara para lelaki masih tidur dalam mimpi indah.

Begitu bangun pagi, sudah ada kopi, sarapan pagi. Baju terlipat rapi sudah digosok siap dipakai. Lelaki? Kadang mereka sempat ngomel. Ada saja yang kurang, kadang kaos kaki yang tidak sesuai dengan keinginan. Bisa juga kopi kurang gula. Nasi goreng yang terlalu asin. Dan seterusnya. Perempuan hanya diam.

Setelah itu bagi perempuan yang juga harus bekerja di luar rumah. Memiliki tanggung jawab yang sama di tempat kerja. Dengan beban kerja yang sama. Tak ada beda antara lelaki dan perempuan.

Lelah lelaki pulang bekerja, perempuan pun lelah. Apakah perempuan diam? Ternyata tidak. Belum lagi kering keringat. Tas kerja baru saja ditaruh. Langsung berangkat ke dapur, menyiapkan makan malam. Berpikir menu apa lagi untuk malam ini.

Lelaki hanya memakan apa yang terhidang. Tak pernah berpikir menu apa yang disiapkan. Padahal perempuan berpikir keras agar menu setiap hari berubah dan bervariasi. Bukan hal yang mudah, karena dilakukan setiap hari. Sekali saja menu kemarin dimakan hari ini, merah telinga kena omelan macam-macam. Yang mengerikan akan mencari pengganti atau perempuan lain biat memasak.

Sebagian lelaki memang kejam. Belum sempat istirahat. Anak-anak merengek minta ditemani belajar, bermain. Apalagi yang masih punya bayi, sungguh membayangkan saja sudah lelah rasanya. Perempuan yang harus melakukan segalanya.

Selesai makan malam, apakah perempuan istirahat? Ternyata tidak. Mesin cuci sudah menanti. Pakaian kotor siang tadi wajib maduk mesin cuci. Piring dan panci kotor siap menanti untuk dibersihkan. Tak sedikit terdengar suara keluhan.

Lelaki? Duduk manis di depan televisi, atau gawai dan menggerutu juga tertawa sendiri. Kadang protas protes acara televisi. Ada sebagian yang membantu tapi jarang sekali.

Setelah semuanya selesai, apakah perempuan istirahat? Ternyata belum selesai. Kamar tidur anak kadang dipersiapkan dan dibenahi. Termasuk kamar sendiri. Selesai? Belum. Bahkan ketika tertidur masih saja dikerjain. Alangkah lelahnya menjadi perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun