Konon, volume sampah kota per hari mencapai 8.607 ton. Angka yang setara dengan 3,14 juta ton sampah per tahun. Sampah ini membutuhkan manajemen dari tahap pemilahan, pewadahan, pengangkutan hingga pengolahan. Dengan anggaran pemerintah yang memadai, semua tahapan itu terdanai.
Persoalan kota justru ada pada lahan. Lahan kota semuanya sudah diatur pemanfaatannya sesuai wilayah tata ruang kota. Karena itu pemerintah kota mengalihkan persoalan ini ke wilayah sekitar. Tentunya dengan jaminan dukungan pendanaan. Dari sisi itu, tidak ada yang salah dengan tawaran pemerintah kota.
Kini dari faktor intenal. Faktor rumah sendiri. Patut diakui bahwa perkembangan kami berlangsung lamban dan karena itu banyak pencari kerja serta kaum profesional kami mencari penghidupan di kota. Standar upah kota lebih baik. Lingkungan organisasi pembelajar di kota  juga baik. Â
Dalam hal pemanfaatan lahan, tentu saja, tuntutan masyarakat kelurahan tetangga menjadi bukti bahwa nilai-nilai sosial semisal musyawarah dan mufakat masih menjadi suar. Pemerintah, pada saat memanfaatkan tanah, meskipun itu tanah pemerintah, wajib mendengarkan suara masyarakat. Â Apalagi, secara teknis, lahan pembuangan sampah tidak terpenuhi standar kelayakannya.
Solusi terbaik memang adalah solusi saling menguntungkan. Kami wajib membantu kota karena sebagian penduduk kami bekerja dan mencari nafkah di sana. Tetapi dalam hal tempat penampungan ssampah, pemerintah kelurahan selayaknya mengajukan pertimbangan teknis bahwa lokasi itu tidak layak, sehingga dapat segera dicari lokasi lain yang memenuhi persyaratan teknis.
Jika kami dipandang sebagai wilayah yang juga menerima cahaya terang kota, pemerintah kota pasti menyediakan dukungan anggaran untuk masalah persaampahan ini.
Kepareng.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI