Mohon tunggu...
Rooy John
Rooy John Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma Orang Biasa

God gave me a pair of wings Love and Knowledge With both, I would fly back home to Him

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Muara (34)

10 Mei 2022   12:34 Diperbarui: 30 Mei 2022   16:49 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tanya. Selidik. Bertian kini kah laki-laki? Menunduk. Merintih. Berkacak namun mengaduh. Muka pucat pasi pun sakit mencekik.

 

Matriks kota Yakin. Sebuah monorel melintas di atas gedung-gedung tinggi kota yang megah itu. Mengikuti jalurnya dari atas kota ke bagian bawah kota. Melingkar menjauhi ribuan lampu warna warni yang membasuh bersih kegelapan. Rahab duduk sendirian di dalam monorel. 

Rahab memperhatikan arlojinya yang terus bersinar memberi tanda. Tuan yang harus dilayaninya akan tiba di bagian bawah kota.

Tugas yang diberikan penciptanya kepada Rahab adalah melindungi Guruh untuk tidak memasuki matriks. Ia harus memastikan bahwa tuannya itu tidak memilih dengan keinginannya sendiri, pun tidak oleh paksaan.

Memori Rahab masih tertahan pada percakapan Dewan Kota dengan dirinya sore tadi.

"Serahkan para penyusup itu, Rahab. Kamu dapat kembali menjalankan profesimu tanpa perlu kami ganggu." Ketua Dewan Kota menekannya.

"Mereka telah keluar sejak siang. Aku tidak menyembunyikan mereka." Rahab membela dirinya.

"Dan kamu pun tidak menghancurkan bahan peledak yang mereka pasang di casino?"

"Aku tidak diprogram untuk itu. Fungsiku dalam matriks adalah memuaskan keinginan virtual semua yang menginginkannya. Bukan menjinakan bahan peledak."

"Jadi apa yang kamu lakukan bersama mereka? Manusia primitif rapuh dan sumber virus perusak matriks?"

"Aku menahan mereka untuk tidak mencapai matriks."

"Apakah yang dapat membuat kami mempercayaimu?"

"Tidak ada. Kalian tahu segalanya."

Ting!

Bunyi bel terdengar bersamaan dengan terbukanya pintu monorel.

Rahab melangkah keluar dan berjalan ke pintu stasiun. Malam terlalu uzur untuk berpacu dengan langkah kakinya. Ia berlari ke arah casino. Tampak reruntuhan pilar kota bekas hantaman bahan peledak para penyusup sore tadi.

Matanya menyapu seluruh pelataran kota. Tidak tampak sesiapa. Sepi sekeliling. Tetapi kedipan indicator arlojinya semakin cepat. Ia kemudian memutuskan berlari ke batas kota, tempat dimana perisai matriks berakhir. Tempat terakhir ia melepas Guruh dan prajurit penyerta.

Langkah lari Rahab terhenti beberapa puluh meter sebelum batas kota. Empat bayangan manusia berdiri tepat di kedua sisi jalan raya. Ia mengenali dua dari keempat manusia di depannya.

"Aku meminta bantuanmu. Aku tahu, kamu akan menemukanku. Di bagian manapun dari kota ini." Guruh melangkah mendekati Rahab.

"Bukankah sudah kukatakan, bahwa kamu telah terlacak kamera dan menjadi buruan semua yang hidup di kota ini?"

"Aku meminta bantuanmu sekali ini saja." Guruh mengeluarkan kartun pesan yang diterimanya dari kakak iparnya. Disodorkannya kepada Rahab.

"Darimana kamu mendapatkannya?"Rahab bertanya.

"Dua orang dari Boas menitipkannya kepada Kakak Iparku."

"Ini kode pemisah. Kode untuk memutuskan dunia primitive dengan matriks. Tetapi alfabeth ini sudah lama tidak dikenal. Matriks hanya mengenal alfabeth tunggal dan numerik tunggal."

"Jadi ini tidak dapat digunakan?"

"Aku akan mengirimkan pesan ini secara utuh ke masa lalu. Aku meminta emailmu."

Guruh menuruti perintah Rahab. Ada seribu ihwal berkecamuk dalam batinnya. Tetapi ia bertekad menguncinya. Ia menulis alamat surat elektroniknya dan menyerahkannya pada Rahab.

"Sekarang, kamu kembalilah. Sebentar lagi pasukan kota akan mengerahkan seluruh kekuatan untuk menggempur muara. Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk kalian. Ingat saja pesanku untukmu. Jangan pernah memasuki matriks. Apalagi jika itu pilihan hatimu."

"Terima kasih. Aku mengingatnya selalu."

Kelima orang itu berpisah saat lampu kota perlahan meredup. Sistem pelistrikan canggih memungkinkan nyala lampu kota menyesuaikan kondisi lingkungan sekitarnya. Saat malam turun, lampu akan menyala dengan sendirinya. Pun saat fajar mulai menyingsing, lampu kota perlahan redup seiring datangnya cerah pagi.

Guruh, Suami Menik dan kedua prajurit penyerta baru menapakkan kaki mereka ke air laut saat sirene kota berbunyi nyaring. Empat buah helikopter terbang dari arah kota menuju muara. Tembakan senapan mesin menyalak dari keempat heli itu, membabi buta menyerang siapa saja.

"Akhhhhhh!!,"Guruh mengerang.

Timah panas menembus lengan kirinya.

"Guruh!"

Suami Menik berteriak seraya menarik tubuh adik iparnya yang terjerembab ke air.

Tanya. Selidik. Bertian kini kah laki-laki? Menunduk. Merintih. Berkacak namun mengaduh. Muka pucat pasi pun sakit mencekik.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun