Mohon tunggu...
Rooy John
Rooy John Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma Orang Biasa

God gave me a pair of wings Love and Knowledge With both, I would fly back home to Him

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Muara (28)

4 Mei 2022   12:34 Diperbarui: 3 Juni 2022   09:05 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerusakan sistem pengawasan jembatan berikut drone pengawas memungkinkan keempat penyusup dari goa memasuki kota. Pertempuran sengit di muara semakin menguatkan para penyusup bahwa agenda perusakan kota merupakan keniscayaan. 

Guruh dan prajurit yang bersama dia mencapai tepi kota Yakin. Tembakan mortir yang merusak perisai kota memungkinkan keduanya masuk. Mereka berlari mencapai gedung terdekat. Sebuah pusat hiburan.

Papan reklame besar menempel pada gedung-gedung yang terletak di bagian bawah dari struktur kota tiga tingkat ini. Pusat kebugaran. Bar. Diskotik. Pub. Pusat perjudian. Rumah bordil. Semua tentang kesenangan dunia. Dibangun dan disediakan di downtown.

Pasar, mal, rumah sakit, penjara, dan semua prasarana public terletak pada bagian tengah kota. Sementara semua sekolah dan bangunan kantor pemerintah berada pada puncak kota.

"Bagaimana kita memasuki ini?" tanya prajurit yang bersama Guruh.

"Kita bisa memasukinya. Bahkan sudah memasukinya. Tetapi berjalan di dalam kota...itu soal lain lagi." Guruh menjawab.

"Kamera mereka terpasang di mana-mana."

"Benar. Kita pasti terpantau. Jika mereka belum menemukan kita, itu semata karena focus mereka mengarah ke muara."

"Kita pasang peledaknya di mana?"

"Kita cari bagian tengah kota ini"

"Dimana itu?"

"Akupun tidak pasti. Tetapi waktu kita tidak banyak. Mari kita bergerak lebih jauh ke dalam."

Guruh dan prajurit yang bersamanya berlari lebih jauh ke tengah kota.

Suara tembakan senapan dan mortir terdengar hebat dari arah muara. Semakin siang, pertempuran berlangsung makin sengit. Beberapa kali mortir para penyerang meledak di bagian bawah kota Yakin. Menghancurkan tempat hiburan dan perjudian.

Mobil-mobil militer berlari dari puncak kota, turun mengikuti jalan berulir hingga tiba di downtown kemudian bergerak menuju jembatan. Tidak seorang pun tahu bahwa para penyusup telah mencapai kota.

Guruh dan rekannya berlari mendekati sebuah casino. Bangunan itu tampak terletak di tengah struktur kota.

"Mana bahan peledaknya?" Guruh bertanya.

"Ini Mas," sang prajurit mengeluarkan dinamit dari kantong terpal bawaannya.

"Pasang di sini." Mandat Guruh.

Baru saja laki-laki berseragam tantara itu memasang detonator, seorang perempuan muda muncul dari dalam casino.

Guruh mengarahkan senapannya ke kepala perempuan muda itu.

"Sekali kamu bergerak atau berteriak, peluru ini meledakkan kepalamu!" Guruh mengancam.

"Andai kamu tahu sekarang berhadapan dengan siapa." Perempuan muda itu tersenyum.

"Tutup mulutmu. Sekali lagi berbicara, kau kutembak." Jemari guruh membuka pengunci senapan.

"Aku Rahab. Aku diprogram untuk membawamu memasuki kota ini." Perempuan itu tidak gentar.

"Apa maksudmu diprogram?"

"Kamu tidak tahu matriks apa yang kamu masuki?"

"Matriks?" Senapan masih berada di tangan Guruh.

"Ya. Tidakkah kamu mengetahuinya?"

Guruh menurunkan senapannya.

"Human teleportation. Time travel. Matrix. Itu fantasi sains."

"Sini. Aku perlihatkan padamu."

Rahab membawa Guruh dan prajurit yang bersamanya memasuki casino. Meja judi panjang dengan puluhan bangku tertata rapih di tengah ruangan. Sebuah roulette terletak di pojok meja. Sementara ratusan mesin jackpot games, video poker dan online slots tertata sepanjang dinding.

Mereka berjalan melangkah mendekati lift. Rahab meletakan tangannya di pintu, Lift terbuka dan ketiganya masuk. Lift bergerak ke lantai 2.

Saat pintu lift terbuka di lantai 2, mata Guruh terbelalak. Sebuah air terjun tampak di depan lift. Air jutaan galon itu jatuh puluhan meter ke atas bebatuan di bawah sana. Menimbulkan suara gemuruh yang dahsyat.

Rahab meletakan tangannya pada pintu. Lift tertutup, Bergerak menuju lantai 3.

"Kamu sudah melihatnya?" Rahab bertanya.

"Apa itu tadi?" Guruh menyimpan ciut hatinya.

"Matriks."

"Matriks?"

"Jika kamu masih mengatakannya sebagai fiksi sains berarti kamu bukan pembaca Kitab Suci. Lima kali kata matriks ditulis dalam Kitab Suci. Exodus 13 verse 12. Exodus 13 verse 15. Exodus 34 verse 19. Numbers 3 verse 12. Numbers 18 verse 15."

"Kitab suci?"

"King James Bible"

"Di mana kota megah itu?" Mata Guruh menatap angka-angka yang tertera pada dinding lift. 102.202.302.402.502.602.702.

Lift bergerak cepat ke atas tapi belum juga mencapai bagian ketiga kota.

"Kamu tidak akan pernah menemukannya tanpa aku."Rahab menatap Guruh.

"Ini kota apa?"

"Babel. Bukankah kalian orang goa menyebutnya demikian? Nimrod membangunnya 700 tahun setelah air bah. Atau 2.354 tahun setelah penciptaan Eden. Selama 107 tahun Nimrod membangun menara itu. Tetapi sebelum menara itu mencapai langit, Tuhan turun dan mengacaukan Bahasa mereka."

"Proyek itu gagal karena orang tidak lagi dapat berkomunikasi satu dengan yang lain."

"Itu dulu. Hari ini, manusia menyempurnakan karya Nimrod."

Mata Guruh terbelalak saat pintu ketiga lift terbuka.

@@@@@@@

Ruang gelap tanpa batas. Warna merah, biru dan putih bercampur dalam komposisi indah. Mencengangkan. Tetapi tidak satu pun benda penerang di sana.

“Apa itu?” Guruh bertanya untuk meyakinkan dirinya.

“Menurutmu apa?” Rahab menantang.

“Seperti ruang angkasa?” Prajurit yang menyertai Guruh menyela.

‘Bukankah kita menuju bagian puncak kota?”

“Guruh, kamu tidak pernah akan mencapai kota.” Rahab menegaskan sekali lagi.

Pintu lift masih terbuka. Pemandangan aneh di luar sana menakutkan sekaligus merindukan. Benar. Seperti gambar ruang angkasa pada situs resmi NASA. Tetapi itu hanya karya artistik. Ruang di depan ini berbeda. Nyata. Sepanjang mata menerawang, keindahan ruang menumbuhkan rasa yang aneh dalam diri.

.

“Mengapa aku tidak bisa mencapai kota?” Guruh bertanya.

“Karena duniamu dan dunia kami berbeda. Tubuh fisikmu tidak dapat masuk ke kota yang kamu lihat dan gempur setahun ini.”

Guruh terdiam. Ia berupaya mencerna maksud perkataan Rahab.

“Mungkin kamu mengada-ada. Karena sekarang kami ada di sini,” Guruh menyanggah.

“Hanya jika matriks terbuka, kamu dapat bertemu dengan aku, juga sebagian dari kami. Dunia dystopia ini adalah perangkap simulasi. Dunia dimana apa yang kamu sebut nyata bertemu langsung dengan apa yang kami sebut virtual.”

Pintu lift tertutup.

“Tiap orang yang memiliki digital identity, memiliki hak untuk masuk ke dunia ini. Orang sepertimu dan sebagaian besar orang goa tidak. Kalian manusia. Mahluk primitif. Kami mahluk digital. Kami melampaui manusia.”

Otak Guruh terus berputar saat Rahab berbicara. Matanya kembali menangkap pergerakan turun angka pada dinding lift. Apakah ia tadi berada di lantai 902?

Ting!

Lift tiba di lantai dasar. Pintu terbuka. Rahab berjalan keluar, diikuti Guruh dan prajurit yang bersamanya.

Klik! Klik! Klik!

Tiga kali bunyi kunci senapan terdengar. Tiga laras kini menempel di kepala ketiga penumpang lift.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun