Mohon tunggu...
Rooy John
Rooy John Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma Orang Biasa

God gave me a pair of wings Love and Knowledge With both, I would fly back home to Him

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tahun 2022 sebagai Tonggak Matinya Ilmu Pengetahuan

16 Januari 2022   17:30 Diperbarui: 16 Januari 2022   17:34 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Aristoteles dalam “The Nicomachean Ethics” (383/323) mengungkapkan tentang tiga tipe dari pengetahuan. Pertama, “techne” atau tehnik atau skill. Kedua, “episteme” atau ilmu. Ketiga, “phronesis” atau praktek kebijaksanaan.

Techne atau tehnik adalah kata bahasa Yunani untuk seperangkat prinsip, metode rasional yang ikut serta dalam pembentukan objek atau penyelesian akhir sebuah objek. Ia dapat bermakna prinsip dan tehnik seni. Atau dalam kata lain “praktek dari pengetahuan”.

Dalam tradisi Yunani, karya seni (art) adalah techne dalam arti negatif. Techne dalam arti positif adalah keahlian (craft). Jika dalam seni pengetahuan seseorang dituangkan dalam karya seni seperti lukisan, patung, music, atau tarian maka dalam keahlian rasionalitas diarahkan oleh suatu kesadaran untuk menghasilkan sesuatu. Contoh craft atau keahlian di dunia kekinian kita adalah teknologi.

Episteme atau pengetahuan diartikan sebagai “untuk mengetahui”. Kata ini bermakna sama dengan ilmu pengetahuan atau sains. Ini adalah cara mengetahui secara universal, bebas konteks, serta berdasar analisis rasionalitas. Kata epistemologi adalah studi tentang pengetahuan. 

Bahasa Yunani menyandingkan episteme sebagai padanan dari techne. Platon misalnya menggunakan kata episteme untuk mengesahkan “keyakinan yang asali” sebagai lawan dari kata “doxa” yang dimaknai sebagai “keyakinan bersifat umum” atau opini.

 

Phronesis berkaitan dengan etika. Ia adalah nilai nilai moral dari tindakan yang bersifat pragmatis serta tergantung pada konteks. Orientasi dari phronesis adalah tindakan. Tindakan yang didasarkan atas nilai rasional. 

Bagi Aristoteles, perilaku manusia dituntun oleh dua instrumen. Pertama adalah perilaku yang dituntun oleh “sophia” yakni kesadaran akan kebenaran universal. Kedua, perilaku yang dituntun “phronesis” yaitu kapasitas berpikir yang rasional.

Aristotles mengungkapkan bahwa politisi membutuhkan praktek phronesis sebagai representasi karakter (ethos) saat bertindak.  Ada tiga etos perilaku politisi yaitu (1) phronesis sebagai tindakan dalam situasi tertentu, (2) arete sebagai kebajikan, dan (3) eunio sebagai keinginan baik.

 

Ketika budaya Yunani berganti menjadi budaya Romawi, apa yang disebut Episteme dimaknai sebagai Scientia yang bermakna ilmu pengetahuan. Dalam kata Scientia termaktub upaya penyelidikan yang sistematis yang tidak lain adalah observasi serta tampilan fakta tentang dunia. Ia juga bermakna upaya untuk menghubungkan tiap fakta. Scienca juga dapat menjadi tindakan meramalkan apa yang akan terjadi. 

 

Proses peralihan budaya Eropa dari negara gereja menuju abad pencerahan (enlightenment) dintrodusir oleh peran scienca dalam panggung pengetahuan. Ilmu pengetahuan menjadi pusat dari upaya manusia untuk memahami dunia tempatnya hidup serta mengerti akan diri manusia itu sendiri. Abad yang ditandai dengan ungkapan masyur Rene Descartescogito ergo sum” yang bermakna “saya berpikir, maka saya ada.” 

Pusat peradaban adalah ilmu pengetahuan, dan pusat ilmu pengetahuan adalah manusia. Manusia yang berpikir. Jadi cara memperoleh pengetahuan adalah melalui jalan pemikiran. Tradisi ini disebut rasionalisme. 

Tradisi yang dikritik oleh John Locke. Bagi Locke, pengetahuan tidak diperoleh dari pemikiran. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sehari-hari. Orang tidak perlu berpikir bahwa satu hari adalah masa dari terbitnya matahari hingga terbitnya lagi keesokan harinya. Itu adalah pengalaman keseharian. Tradisi yang disebut sebagai empirisme. 

David Hume mengukuhkan pendapat Locke dengan memperkenalkan dua macam persepsi sebagai perangkat pengetahuan. Pertama adalah kesan yang diperoleh langsung dari pengalaman (impresi). Kedua adalah idea yang merupakan asosiasi dari kesan.

 

Immanuel Kant memadukan rasionalisme Descartes dan empirisme Hume dalam teori pengetahuannya yang membagi tingkatan mengetahui atas pemahaman inderawi (Sinneswahrnehmung), kemudian meningkat menjadi tahap akal budi (Verstand) dan terakhir adalah tahap intelektual (Vernunft) dimana pemahaman inderawi dan akal budi dirangkum menjadi pengetahuan. 

 

Paket teori akan segera bergeser dengan Metaverse. Sebuah konsep baru yang menjanjikan semesta pengetahuan melalui peran teknologi. Dalam Meta, dunia maya dan dunia nyata dipersatukan dalam satu matrix sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara yang nyata dan bukan nyata. 

Jika melihat tayangan youtube ini  https://www.youtube.com/watch?v=4N0Ewb_OVsU  kita segera menyadari bahwa rekonstruksi pemikiran Hume tentang persepsi sedang diruntuhkan. Impresi yang merupakan kesan atas pengalaman langsung kini diintrosir oleh gabungan dunia nyata dan realisme virtual. Dunia nyata adalah pengalaman langsung inderawi atas objek alami. Sementara realitas virtual adalah pengalaman yang diintersepsi oleh teknologi.

 

Dalam Meta, tamasya manusia dapat mencapai realitas yang tidak pernah dapat ditangkap indera seperti galaksi, dinosaurus, dan dunia yang tidak terbatas. Pada saat realitas virtual masuk menjadi bagian dari persepsi, maka sejatinya, impresi manusia perlahan, tapi pasti, akan dihancurkan. 

Tahun 2022 akan ditandai dengan hadirnya Meta yang dipenuhi janji indah Mark Zuckerberg. Tetapi secara nyata, konstruksi ilmu pengetahuan, perlahan, tapi pasti, bergerak menuju kematian.

Referensi :

Aquileana. Aristotle’s Three Type of Knowledge in The Nichomachean Ethic’s: Techne, Episteme and Phronesis”. La Audacia De Aquiles. 2 January 2014.

Cristian Violatti. Science. World History Encyclopedia, 24 May 2014,

Rooy Salamony. Immanuel Kant dan Teori Pengetahuan. Kompasiana, 24 Juni 2015.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun