Selain itu, dia menambahkan bahwa pemimpin daerah seperti bupati dan gubernur memiliki kewenangan untuk merekrut tenaga honorer, bahkan jika ada aturan yang melarang. Meskipun ada kebijakan yang melarang, pemimpin daerah seringkali menemukan cara untuk merekrut tenaga honorer.
"Bupati dan gubernur tidak dapat sepenuhnya dihentikan dari merekrut tenaga honorer. Semakin kita menghambat, semakin mereka akan mencari cara," jelas Anas.
Sebagai alternatif, Anas mengusulkan untuk memperbarui peraturan dalam UU dengan membuka rekrutmen menjadi tenaga ASN, baik PNS maupun PPPK, dengan prosedur yang lebih ketat dan berbasis kompetensi. Proses ini akan melibatkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) atau kantor regional (kanreg-kanreg), serta persetujuan dari Kementerian atau Lembaga terkait dan sistem seleksi yang lebih ketat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H