Turunnya harga minyak dunia dan krisis yang melanda beberapa negara di Eropa, mulai terasa imbasnya pada permintaan beberapa komoditas asal Indonesia.
Dari catatan harian Kompas petani karet di Sumatera Selatan mulai gelisah. Harga karet di tingkat petani semakin merosot turun. Di Koperasi karet di Kabupaten Muara Enim dan Prabumulih, harga karet kualitas B berusia dua pekan saat ini berkisar Rp 12.200 per kilogram (kg), dari yang sebulan lalu masih sebesar Rp 14.700.
Ironisnya petani tak berdaya menghadapi situasi itu. Petani tetap menjual karetnya berapapun harga yang ditawarkan. Pasalnya petani penyadap biasanya tidak memiliki sumber penghasilan lain selain hasil karet.
Penurunan harga karet ini disinyalir disebabkan harga karet tingkat dunia juga ikut turun. Penurunan ini disebabkan permintaan dari Eropa yang melemah karena sedang dilanda krisis.
Harga biji kakao ekspor juga ikut mengalami penurunan. Dua minggu lalu harga kakao masih mencapai 2.350 dollar AS per ton, kini harga kakao terpuruk di 2.050 dollar AS per ton. Di tingkat petani, kakao di beli seharga Rp 17.000 per kg.
Krisis yang melanda negara-negara di Eropa juga disinyalir menjadi penyebab jatuhnya harga kakao. Karena sebagaimana diketahui Eropa menjadi pasar utama sejumlah negara tujuan Ekspor.
HARGA DI SULUT
Kegelisahan yang sama semakin dirasakan petani di Sulawesi Utara. Menurut pantauan di beberapa sentra pembelian hasil bumi, harga beli Kopra semakin tak terkendali.
Beberapa minggu sebelumnya harga kopra masih dikisaran Rp 520-540 ribu per kuintal (100 kg), sementara pada pantauan Senin, 11 Juni 2012, kopra sudah turun menjadi Rp 4.600 per kg.
Demikian pula yang dialami petani cengkeh yang sementara memasuki masa panen di beberapa daerah di Minahasa. Harga cengkeh merosot drastis Rp 80.000 per kg dari sebelumnya Rp 110.000 per kg.
Sementara harga Pala kualitas A dibeli oleh pedagang pengumpul seharga Rp 75 ribu per kg, Pala B Rp 40.000 per kg. Sementara harga Kopra terpuruk di Rp 3.300 per kg.