Mohon tunggu...
Ronny Adolof Buol
Ronny Adolof Buol Mohon Tunggu... Fotografer -

Suka membaca dan hobby motret.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Orgasme Bersama di Laine

21 November 2011   09:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:23 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dingin subuh itu menusuk tulang. Tak pelak, tubuh yang terperangkap dalam kelelahan siang sebelumnya enggan beranjak dari tidur. Keengganan bertambah karena malam sebelum subuh itu, mereka tidur pukul 24.00. Berbagi cerita dalam canda tentang apa yang telah dilalui dan ditemui, menjadi bumbu penghilang kantuk. Tetapi komando dari Koordinator Tim 12 Days Exploratory Photo Expedition subuh itu mengharuskan ke-12 anggota tim untuk segera bangun. Bersiap, sarapan secangkir teh hangat dan sepotong kue lalu mengantungkan tas kamera di pundak. Berangkat berjalan kaki menuju Sungai Laine. Disana telah menanti sebuah perahu, dengan Jokinya Opo Lao (sebutan Kepala Desa di daerah Sangihe). Dibantu Sekretaris Desanya, perahu yang semestinya hanya berkapasitas 8 orang itu, dijejali 14 orang sekaligus. Nyaris tak ada ruang bebas bergerak, apalagi untuk posisi memotret. Dengan mesin tempel melajulah perahu membelah gelapnya subuh Minggu 13 November 2011. Maklum jam baru menunjukkan pukul 4 dini hari. Wajah kelelahan masih tersirat hampir di semua anggota tim. Kemarin mereka baru saja melakukan perjalanan nekat, memotret di lokasi pendulangan emas tanpa ijin. Dan malamnya, mereka naik perahu yang sama, menelusuri dalam senyap dan gulita, berusaha mencari dan memotret kehidupan buaya liar. Ekspedisi yang tak pernah akan terlupakan. Perahu melaju pelan. Setenang air Sungai Laine. Di kiri kanan hutan bakau yang sangat padat tersaji di keremangan. Mentari baru saja siap-siap menunjukkan dirinya. Awalnya air sungai terlihat keruh. Tak heran, aktivitas pendulangan emas yang membuang residu lumpur seenaknya ke sungai, memberi kontribusi. Tetapi semakin ke muara, air semakin jernih. Bukan hanya pohon bakau, di sepanjang pinggiran sungai banyak juga dijumpai pohon sagu. Masih sangat padat. Menandakan hutan ini masih terlindungi. Masing-masing anggota tim masih sibuk mengatur settingan camera, maklum cahaya masih sangat minim. Untuk memotret dalam mode slow speed, sungguh tidak ideal. Disamping tidak ada ruang untuk meletakkan tripod, perahu yang ditumpangi juga sedang berjalan.

Setelah 20 menit menuju daerah muara, tiba-tiba di ufuk timur sang surya mulai mengeliat. Keremangan cahayanya malu-malu menunjukkan diri. Langit subuh itu sangat bersih. Awan menyapu tipis. Dan para fotografer ini pun mulai gelisah. Tak tahan menekan shutter, walau kondisi belum memungkinkan. Rona garis merah di ufuk itu terlalu menggoda mereka. Tak pelak perahu mulai oleng, dengan ketidaksabaran itu. Lalu tibalah saatnya sang mentari mencurahkan cahayanya perlahan di garis horizon Timur. Membelakangi perahu, anggota tim mulai berebutan berdiri. Sekdes yang berada didepan harus berusaha keras menyeimbangkan perahu. Koordinator Tim kewalahan mengatur kesabaran peserta untuk bergantian berdiri memotret. Mesin perahu sengaja dimatikan, dan perahu dibiarkan hanyut terbawa arus. Bunyi shutter bersahutan memecah keheningan subuh itu, ditimpali teriakan kepuasan pemegang kameranya. Langit semakin merona. Peserta semakin tidak terkendali, komando pun sudah tidak dihiraukan. Sungguh sajian subuh itu begitu indah. Dan tepat pukul 05.30, bahkan Koordinator Tim pun ikut “mengacau”. Tidak lagi peduli dengan keseimbangan perahu dan posisi. Ketika perahu berbalik arah dari muara menuju kembali ke arah Timur, langit di bagian Barat sungguh sebuah anugerah. This is amazing moment. Langit membiru. Awan tipis menyapu. Air yang tenang dan jernih. Hutan Bakau yang padat mencipta refleksi nan indah. Semua serentak berteriak. Bunyi shutter saling berlomba. Tak peduli lagi. Opo Lao dan Sekdesnya hanya bisa terheran-heran dan berusaha keras mengendalikan perahu kecil itu agar tidak terbalik. Pemandangan yang sangat dinanti dan dikejar fotografer landscape menyeruak pagi itu. Tak pernah terbayangkan sebelumnya. Di Kampung Tua, Kabupaten Sangihe ini, alam menyajikan sesuatu yang dahsyat. Indah. Sangat Indah. Dan merekapun menggapai “orgasme” subuh itu. Penantian puncak seorang fotografer landscape. Dari Manado harus naik kapal semalaman. Lalu menempuh 2 jam berkendara ke Desa Laine. Jalan kaki, naik perahu. Semua terbalas. Ke-12 Tim Berburu Foto di 5 Kabupaten Sulawesi Utara itu orgasme bersama di Sungai Laine, Kecamatan Manganitu Selatan, Kabupaten Sangihe. (Update foto-foto hasil 12 Days Exploratory Photo Expedition dapat dilihat disini: http://www.facebook.com/media/set/?set=oa.257640230949687&type=1)

*   *   *

*   *   *

*   *   *

*   *   *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun