Mohon tunggu...
Ronny Akmal
Ronny Akmal Mohon Tunggu... Tutor - RONNY AKMAL, S.Tr.T

Duri 1995 Civil Engineering Overseas Training Engineering With Student 山口大学 🇮🇩2017 SEAMEO SEA-TVET Intership Exchange 🇲🇾 2018

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Wanita Subuh

26 November 2019   12:31 Diperbarui: 26 November 2019   12:45 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah terbiasa ketika jam 04.00 subuh, para santri sudah ramai berlalu lalang untuk pergi bersiap-siap ke masjid, ada yang sedang mandi, ada yang shalat sunnah, membaca Al-Quran, mengulang hafalan, dan bahkan ada juga yang baru bangun.

Iya, tepatnya yang baru bangun itu, anak-anak SD (sekolah dasar) yang kira-kira usianya berkisaran anatara 6 sampai 10 tahun.

Mereka tinggal di sebuah asrama, yaitu asrama Rumah Yatim Ibadurrahman Duri. Asrama Ibadurrahman atau bisa di sebut juga dengan panti asuhan Ibadurrahman, yang berlokasi di jalan kelapa, Gang Darul Aitaam, Kelurahan Balai Raja, Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis - Riau.

Dinamakan Rumah Yatim Ibaduurrahman, bukan berarti semuanya anak-anak yatim. Akan tetapi yang tinggal di asrama tersebut, mayoritas memang anak-anak yatim. Mereka yang tinggal disana memang ingin menuntut ilmu. Selain orang tua mereka yang tidak mampu untuk menyekolahkannya.

Ada sebuah sosok yang begitu di kagumi oleh para pembina dan santri lainnya. Sekaligus membuat para santri yang ikhwan (laki-laki) nya berdecak kagum padanya, kepada salah satu anak asrama yang akhwat (perempuan).

Dengan penampilan biasa-biasa saja, dengan berjilbab besar yang menjulur kebadannya. Kesehariannya dia lakukan untuk membimbing dan mengajari anak-anak SD yang di asrama tersebut, ketika sepulang sekolah. Dia adalah pelajar di salah satu SMAN di Kota Duri.

Semua anak-anak asrama itu memang masih sekolah di luar, yaitu di tempat umum, dari SD sampai SMA. Selain ramah kepada seluruh santri yang ada di asrama tersebut, perkataannya yang sopan santun, membuat para pembina dan santri takjub akan dirinya.

Dia adalah Aida Humairah, yang biasa di panggil oleh santri lainnya yaitu ukhti Aida.

"Ukhti Aida, ukhti aida"

Dipanggil salah satu anak asrama yang bernama risky, yang masih kelas satu SD, di salah satu sekolah dasar yang berada di sekitaran asrama, di balai raja--Duri. Yang begitu dekat dengan Aida.

"Ada apa dek?"

Sahut Aida, sambil mendekati adik kecil itu, dengan jilbab putih yang lebar menjulur sampai ke betisnya, sangat terlihat anggun ketika mata memandangnya.

Di setiap kali Aida berpapasan dengan lawan jenis, yang sebaya dengannya. Dia selalu menundukkan pandangan. Aida memang anak yang rajin, bahkan dia rela mengorbankan waktu untuk membantu mengerjakan tugas adik-adik yang ada di asrama. Aida merupakan santri yang cerdas.

Jadi kalau adik-adik asrama ada PR (pekerjaan rumah) dari sekolah, pasti mereka mencari-cari ukhti Aida untuk membantu mengerjakan PR mereka. Dan Aida merupakan salah satu santri terbaik di asrama Rumah Yatim Ibadurrahman.

Yang membuat para pembina dan santri lainnya kagum padanya, adalah dia yang selalu bangun sekita jam 03.00 subuh.

Salah satu anak asrama  yang ikhwan, yang bernama Herman akmal. Dia biasa di panggil akhi Herman. Dia merupakan santri terbaik juga, yang masih sekolah SMA, sama seperti Aida. Herman adalah kakak kelas Aida kalau di SMA, karena mereka satu SMA. Di asrama Herman merupakan santri terbaik kedua.

Jadi siapa santri terbaik pertama?

Sosok yang berjilbab besar yang terlihat anggun. Yap benar, Aida lah santri terbaik pertama. Karena dia sangat pantas, menyandang predikat santri teladan. Dengan kebiasaannya sehari-hari yang begitu rajin.

Mereka hampir setiap hari berlomba-lomba dalam kebaikan. Di suatu subuh Herman seperti biasanya bangun untuk bermunajat, kepada sang pencipta alam semesta ini, dan dia membuka pintu asrama, untuk menuju ke kamar mandi, agar bersiap-siap untuk melaksanakan shalat tahajjud.

Sosok pertama yang selalu dia lihat adalah sosok yang tinggi tegap, dengan berjalan menunduk kebawah, dengan jilbab yang berkibar di tiup angin subuh yang tidak begitu kencang. Dialah Aida Humairah, yang sedang berjalan menuju ke masjid, untuk menunggu shalat subuh tiba. Bersama adik-adik yang akhwat, yang mengikutinya dari belakang, dalam keadaan terkantuk-kantuk.

Karena kebetulan pintu asrama ikhwannya menghadap ke jalan. Jadi bisa terlihat siapa saja yang mau pergi ke masjid, karena masjid tidak begitu jauh dari asrama ikhwan. Ketika Herman mau melangkah ke kamar mandi, karena kamar mandi yang yang ikhwan berada di luar kamar tidur.

Ada sosok yang tinggi tegap dan berjilbab besar yang menjulur kebadannya, memanggil Herman.

"Herman" kata sosok wanita tersebut.

Siapakah dia? Hati Herman pun berdesir dan detak jantungnya mungkin kencang. Karena baru pertama kali dia dipanggil oleh seorang perempuan ketika subuh ini. Dan diapun memalingkan wajahnya terhadap sumber suara yang memanggilnya, dengan memutar badan pelan-pelan.

Ternyata sosok wanita tadi adalah Ummi mereka. Badan ummi hampir sama besar dengan Aida, dengan tinggi tegap seperti ibuk polwan. Pantasan aja disangka Herman adalah Aida. Ummi yang sedang melihat anak-anak asrama yang ikhwan, apakah sudah bangun atau belum. Maklumlah kalau masalah bangun subuh yang ikhwan memang agak sulit untuk dibangunkan, apalagi adik-adik mereka yang SD.

Dalam pikiran Herman tadi, yang memanggil nama dia adalah ukhti Aida, makanya dia jadi sedikit gugup. Tidak tau entah kenapa, setiap Herman berpapasan lewat dengan Aida diapun menjadi salah tingkah.

Ummi yang sudah separuh baya itu, masih tetap tegar dan semangat untuk mendidik anak-anak asrama, agar menjadi anak-anak yang berakhlak mulia, tidak ada raut wajah sedih yang terlihat di wajah ummi yang begitu anggun, yang terlihat hanya raut wajah yang semangat untuk mendidik anak-anak yatim tersebut.

Ummi yang tanpa lelah mendidik dan menyayangi mereka dengan penuh cinta di asrama ini. Bagaikan mendidik anak sendiri, dialah Ummi Rubayah. Sosok wanita tangguh di dalam kedinginan subuh.

"Ada apa mi?", dan Hermanpun menyahut dengan penuh tanya.

Karena, tidak pernah biasanya Ummi datang ke asrama ikhwan kalau subuh-subuh gini, biasanya hanya para pembina yang ikhwan saja, yang datang untuk membangunkan anak-anak asrama tersebut, terutama yang besar-besar seperti Herman.

Karena dialah yang paling besar dibandingkan anak-anak asrama lainnya, untuk disuruh membangunkan adik-adik yang lain. Mereka tinggal di asrama sudah seperti adik kakak saja.

"Adik-adik sudah dibangunkan untuk shalat tahajjud?" kata Ummi.

Dengan wajah yang teduh dengan menggunakan jilbab berwarna biru langit yang besar sampai kebetis, persis seperti Aida. Mungkin Aida mencontoh wanita yang penuh dengan rasa kecintaan terhadap anak-anak yatim ini, yaitu Ummi Rubayah.

Ummi yang seperti biasa memegang sebuah kitab suci Al-Quran kemana pun dia pergi, tangan umi yang sudah mulai hampir berkerut, karena telah dimakan oleh faktor usia.

"Iya umi.. ni Herman mau membangunkan adik-adik," jawabnya dengan agak gugup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun