Keadilan merupakan hak bagi setiap warga negara. Sebagai negara yang menjamin keadilan dalam ideologi negaranya, sudah seharusnya negara Indonesia meperlakukan setiap warga negaranya dengan adil. Dalam ideologi Indonesia yaitu pancasila dengan tegas menyebutkan keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang kemudian dalam butir 2 sila ke-5 menjelaskan bahwa mengembangkan sikap adil bagi terhadap sesama. Dengan kata lain dalam memperlakukan setiap rakyat Indonesia haruslah adil. Hal tersebut juga bagi narapidana, khususnya terpidana korupsi.Â
Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu sangat tegas tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, baik dalam pembukaan maupun dalam batang tubuh. Sebagai negara hukum, Indonesia harus dapat mengatur dan melindungi hak asasi manusia yang juga sangat jelas terdapat dalam konstitusi. Sesuai dengan pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Jelasnya, bahwa setiap orang mendapatkan perlindungan hak asasi manusia (HAM), serta juga yang melakukan tindak pidana. Hak untuk jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil merupakan tujuan dari adanya hukum itu sendiri. Dikatakan bahwa setiap orang berhak atas perlakuaan yang sama di hadapan hukum. Dengan kata lain seorang narapidana juga berhak atas perlakuaan yang sama di depan hukum. Termasuk juga narapidana korupsi yang seharusnya diberikan haknya untuk mendapatkan remisi.
Remisi merupakan hak bagi setiap narapidana dan anak narapidana dalam suatu permasyrakatan. Pembinaan dalam permasyrakatan salah satunya adalah dengan cara memberikan remisi kepada (pengurangan masa hukuman) yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang telah berkelakuan baik selama menjalani pidana. Pemberian remisi bagi narapidana korupsi telah diatur dalam pasal 34A Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permsyarakatan.Â
Pemberian remisi bagi terpidana korupsi di Indonesia ini merupakan suatu masalah yang perlu ditanggapi dengan serius oleh pemerintah Indonesia, karena disatu sisi pemberian remisi tersebut menyangkut dengan hak seorang narapidana yang seharusnya dijunjung tinggi agar terciptanya keadilan dan kepastian hukum di Indonesia. Namun disisi yang lainnya dengan memberikan remisi tersebut, apakah akan memberikan efek jera kepada terpidana korupsi yang merupakan suatu tindak pidana yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas
Kenyataanya tindak pidana korupsi tetap saja banyak terjadi, karena pastinya pelaku tindak pidana korupsi lebih mengetahui apabila mereka diberikan hukuman, maka akan mendapat remisi. Dalam memberikan remisi seharusnya pemerintah harus dengan seleksi atau penyaringan narapidana, karena kita ketahui tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang luar biasa atau extra ordinary crime. Korupsi atau pencurian anggaran negara sangat merugikan bangsa Indonesia. Dengan dilakukannya korupsi banyak terjadi kemiskinan, namun pada pokoknya  juga tidak boleh membatasi pemberian remisi kepada narapidana, tapi apakah koruptor yang telah merugikan negara tersebut berhak mendapatkan remisi?
Tujuan Pemberian Remisi Bagi Terpidana Korupsi
Menurut Pasal 1 Ayat 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174 Tahun 1999, remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang telah berkelakuan baik selama menjalani pidana. Remisi juga diberikan kepada narapidana korupsi yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permsyarakatan.
Menurut pasal 34A ayat 1 huruf a dan b Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 Â menjelaskan bahwa pemberian remisi bagi narapidana yang melakukan tindak pidana korupsi harus memenuhi persyaratan seperti bersedia bekerjasama dengaan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tidak pidana yang dilakukannya (justice collaborator), dan membayar denda dan uang pengganti putusan pengadilan.
Jadi sudah sangat jelas bahwa tujuan dalam pemberian remisi bagi terpidana korupsi merupakan pemenuhan dari hak asasi manusia yang sudah sangat tegas tercantum dalam konstitusi. Pemberian remisi bagi terpidana korupsi juga merupakan tujuan dari sistem pemidanaan dan permasyarakatan di Indonesia yaitu untuk melakukan pembinaan bukan pembalasan. Konsep penahanan yang dilakukan kementerian hukum dan HAM adalah melakukan pembinaan, bukan pembalasan.
Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia semakin meluas. Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan bahwa dari laporan kepolisian dan KPK, tercatat 629 kasus korupsi dengan berbagai jenis seperti suap, penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan dana serta pemalsuan data. Dari semua jenis kasus korupsi tersebut, terdapat lebih dari 1300 orang yang telah ditetapkan tersangka.Â
Dari data diatas jelas bahwa pelaku tindak pidana korupsi semakin banyak dan tidak ada efek jera dari hukuman yang telah diberikan. Dengan kata lain, pemberian remisi akan semakin memberi peluang para pejabat negara untuk melakukan tindak pidana korupsi karena mereka mengetahui bahwa tidak menjadi beban jika mereka diberikan hukuman penjara.
Kelemahan dan Kelebihan Pemberian Remisi bagi Terpidana Korupsi
Ada beberapa kelemahan dan kelebihan jika terpidana korupsi diberikan remisi. Kelebihan pemberian remisi bagi terpidana korupsi merupakan realisasi keadilan yang ada dalam ideologi negara Indonesia. Keadilan tersebut haruslah dijunjung tinggi. Setiap narapidana berhak mendapatkan remisi. Namun, apabila terpidana korupsi tidak diberikan remisi maka ini sudah bertentangan dengan ideologi negara Indonesia.
Pemberian remisi bagi terpidana korupsi juga sesuai dengan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) yang tercantum dalam konstitusi kita. Di dalam pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Dikatakan bahwa setiap orang berhak atas perlakuaan yang sama di hadapan hukum. Dengan kata lain seorang narapidana juga berhak atas perlakuaan yang sama di depan hukum. Termasuk juga narapidana korupsi yang seharusnya diberikan haknya untuk mendapatkan remisi.Â
Pemberian remisi bagi terpidana korupsi juga sesuai dengan kebebasan dari diskriminatif atas  dasar apapun yang tercantum dalam konstitusi kita. Di dalam pasal 28 I ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 secara jelas menyatakan bahwa, setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Jelasnya, bahwa setiap narapidana korupsi tidak boleh diperlakukan secara diskriminatif yaitu dengan cara menghapuskan remisi bagi terpidana korupsi dan terpidana luar biasa lainnya. Apabila remisi tersebut dihapuskan maka sudah sangat jelas bahwa hal tersebut sudah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping kelebihan tersebut, terdapat beberapa kelemahan remisi untuk pelaku tipikor. Pemberian remisi bagi terpidana korupsi akan bertentangan dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia ke-4 yang secara tegas menyatakan bahwa pemerintah tujuan negara Indonesia diantaranya memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Nyatanya korupsi merupakan perbuatan yang dapat menyengsarakan rakyat Indonesia dan menjatuhkan kecerdasan bangsa.
Dampak lain dari pemberian remisi bagi terpidana korupsi merupakan suatu kebijakan yang dapat melukai hati rakyat Indonesia karena tindak pidana korupsi merupakan suatu tindak pidana yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Hal ini jelas bahwa tindak pidana korupsi merupakan suatu tindak pidana yang extra ordinary crime yang tidak dapat dengan mudah diampuni dimata masyarakat Indonesia. Adanya tindak pidana korupsi membuat suatu negara hancur, kehidupan masyarakat yang lemah karena pembangunan infrastruktur yang terhambat. Menjadikan negara Indonesia menjadi negara terkorup di Asia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H