[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Fhoto gila-gilaan oleh Roni Black Bitung"][/caption]
Saya cukup tekesan dengan perkataan teman saya beberapa waktu lalu. Dia berkata tentang orang gila yang dengan segala penafsirannya. Cukup rumit memang memahami apa yang dia katakan. Karena begitu tidak normal dan tidak bisa diterima secara sederhana saja. Perlu pemikiran, berdiskusi lama dan perumpamaan yang banyak. Walaupun untuk beberapa kalimat saja tentang "gila".
"Gila itu adalah kepintaran yang belum diterima orang waras"
Kira-kira, begitulah pembicaraan itu dimulai. Kemudian penambahan dan perumpamaan selanjutnya ditambahkan lagi. sehingga tentang "gila" ini menjadi sebuah pembicaraan yang menarik untuk di bahas. "Gila" dalam hal ini penyebutan kepada sikap, pemikiran dan pengartian prilaku serta pikiran seseorang. Bukan gila sebagai arti kata seperti terdapat dalam kamus bahasa indonesia dan wikipedia (arti gila).
Berikutnya, "gila" di dibandingkan dengan antara prilakunya. Antara orang gila dan orang waras pada beberapa sifat dan kebiasannya. Dimana orang gila memiliki kebiasaan yang ternyata jauh lebih baik daripada orang waras. Tapi dengan catatan bahwa itu hanya berada pada beberapa contoh yang diutarakan saja.
"Orang gila itu tidak akan menyembunyikan kegilaannya. Berbeda dengan orang waras yang selalu menutupi kegilaannya dengan hal-hal yang wajar."
Sepintas dari kalimat tersebut saya langsung berasumsi panjang lebar. Secara sederhana langsung membayangkan tentang orang gila yang berada di jalanan atau di RSJ. Jelas sudah bahwa mereka memang orang gila yang tidak normal, tidak biasa dan tidak wajar seperti manusia pada umumnya. Mereka pun tidak bisa menyembunyikan kegilaannya, mereka juga tidak perlu berbuat atau melakukan hal-hal yang tidak wajar agar disebut gila. Mereka memang gila dan mungkin tidak menyadari kegilaanya. Tanpa menunjukkan apapun orang lain sudah tahu bahwa dia adalah orang gila. Meski demikian, mereka memang tidak pernah berusaha untuk menyembunyikan kegilaanya. Mereka adalah gila yang seutuhnya tidak dibuat-buat dan tidak pula berusaha untuk menjadi orang waras.
Lain halnya dengan orang waras, terkadang dengan penuh kesadaran mengakui bahwa dirinya tidak normal, tidak biasa dan tidak wajar. Tapi orang waras kerapkali berusaha menutupi kegilaannya dengan cara apapun, bahkan bisa jadi jika caranya itu melebihi gila dari perbuatannya. Seperti halnya kegilaan seseorang pada sebuah jabatan atau kekayaan dan popularitas. Terkadang dia mengakui bahwa dia bertindak gila-gilaan, melebihi batas dan tidak bisa dianggap bisa lagi, lebih lanjutnya disebut juga "gila". Seperti halnya ungkapan seperti ini:
"Gila gue, mendapatkan semua ini dengan cara...,..."
Meski demikian, kegilaan tersebut bisa ditutupi dengan cara apapun, agar orang lain menganggapnya wajar dan normal saja. Seperti halnya orang telah melakukan penipuan, kejahatan dan segala jenis ketidak laziman dalam kehidupannya, mereka bisa menutupinya dengan cara apapun. Walaupun terkadang, cara menutupinya tidak lebih dari sebuah kegilaan baru yang berikutnya saja.
Ketika melihat tayangan berita dalam televisi misalnya. Kegilaan wakil rakyat yang tidak aspiratif begitu telihat jelas, kesimpang siuran peradilan, aneka ragam kejahatan, serta perdebatan seputar ketidak wajaran yang terkadang dilakukan dengan cara yang tidak wajar pula. Bayangkan saja! Apakah tidak termasuk gila seorang kakek menyetubuhi cucunya? Bahkan lebih gila lagi ketika seorang ayah menghamili anak kandungnya sendiri. Lantas bagaimana nantinya? Siapa yang kan menjadi ayah dari anak hasil hubungan antara anak dan ayah kandung?.
Selain itu, sempat menjadi berita menghebohkan tentang hukuman kepada seorang pencuri sendal jepit. Karena dinilai tidak seimbang atara jumlah curian dengan hukuman yang diterimanya. Lantas dibandingkan dengan koruptor, penipu dan pencurian dengan jumlah yang sangat besar, tapi hukumannya terlalu kecil jika dibandingkan dengan apa yang telah di dapatnya. "Bukankah itu sebuah kegilaan yang jelas dan tidak bisa ditutupi lagi?" Selanjutnya kegilaan itu masuk pada pembagian uang proyek pembangunan, ketika dari 100% uangnya diberikan kepada pihak A,B dan selanjutnya dengan jumlah pembagian yang beragam dan tidak bisa disebut kecil lagi. Mungkin itulah salah satu penyebab pembangunan proyek tidak optimal lagi hasilnya.
Saya kemudian diam sejenak untuk memahami, apakah kegilaan tersebut berada pada tayangan-tayangan dalam televisi tersebut? Ataukah hanya televisi tersebut saja yang terlalu gila gilaan dalam mengekspose beritanya? Bahkan pertanyaan selanjutnya adalah:"Apakah kegilaan itu ada pada kami yang menonton dan membicarakan tayangan tersebut?".
"Orang gila diasingkan karena kegilaanya, sementara orang waras mencoba mengasingkan diri karena kegilaanya"
Ah rasanya saya langsung memahami dan tidak perlu lagi membahas untuk yang terkhir itu. Karena sepertinya sudah sama sama memaklumi dan memahaminya. Jadi silahkan berasumsi sendiri tentang maksud dari yang terakhir ini, saya juga sudah mengatuk dan takut menjadi gila karena membicarakan kegilaan terus. hehe
***
NB : Terima kasih untuk diskusi imajener bersama baginda R-82 (Nah lho! mungkin ini pertanda gila)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H