Dari dulu Bu Mega memang nggak pernah berubah. Setiap ketemu kader, pasti selalu mengingatkan mereka buat kerja turun langsung ke masyarakat hingga ke sudut-sudut desa. Saya yang cuma orang biasa saja sampai hapal.
Usia boleh bertambah, tapi semangat jangan sampai ikut layu. Rasanya itu cocok buat menggambarkan kegigihan Bu Mega untuk menaikkan martabat desa. Meski tidak lagi muda, kepedulian dan jiwa kepemimpinannya tetap menyala-nyala.
Melihat kegigihannya itu, saya jadi teringat ucapan Bung Hatta, "Indonesia tidak akan bercahaya karena obor besar di Jakarta, tetapi Indonesia baru akan bercahaya dengan lilin-lilin di desa".
Mungkin cara-cara yang dilakukan Bu Mega itu sama artinya beliau sedang meminta kadernya untuk menyalakan lilin-lilin di desa. Ia ingin anak-anaknya di PDIP bisa memberi cahaya penghidupan sampai ke desa-desa terjauh.
Sikap Bu Mega memang selayaknya seorang ibu bagi kader-kadernya. Ia sering mengingatkan, tak bosan beri nasihat, atau menghukum kalau ada anaknya yang berbuat salah. Begitu pun jika ada kadernya yang berhasil, Bu Mega bangga  sekali. Saking bangganya ia terus menceritakan orang itu di depan kader-kader yang lain. Persis ibu-ibu pada umumnya.
Lihat saja bagaimana Bu Mega membanggakan Bupati Banyuwangi karena programnya yang bagus itu; Bunga Desa, atau Bupati Ngantor di Desa. Memang inovatif sekali sih program itu. Bahkan saat pertama dengar, saya ikut kagum. Batinku ini bupati keren banget.
Ipuk Fiestiandani, Bupati Banyuwangi itu akan bekerja di desa- desa secara bergiliran. Sejumlah pelayanan yang ada di kabupaten juga diboyong ke desa selama program Bunga Desa. Dengan begitu, dia akan berdekatan dengan masyarakat.
Wajar lah kalau Bu Mega sering banget membanggakan Mbak Ipuk ini. Apa yang dilakukannya memang membawa spirit PDI Perjuangan. Nilai-nilai Marhaenisme, kepeduliannya terhadap masyarakat kecil, benar-benar tercurahkan.
Mbak Ipuk memulai Bunga Desa ini sejak 2021. Setiap sebulan sekali dia akan ngantor di desa. Nyatanya program itu membuahkan hasil yang baik. Karena selain bisa jemput bola untuk urusan-urusan administrasi warga, lewat program itu Mbak Ipuk juga menggelar pelatihan ketrampilan bagi masyarakat di desa.
Pokoknya semua kebutuhan layanan masrarakat terpenuhi saat berlangsungnya Bunga Desa ini, termasuk juga layanan kesehatan. Memang inspiraif sekali. Benar-benar langsung menyentuh masyarakat paling bawah.
Saya pun jadi penasaran apakah cuma Mbak Ipuk  kepala daerah dari PDIP yang turun langsung ke masyarakat? Iseng saja saya berselancar internet. Ternyata rata-rata kepala daerah dari PDIP memang tidak berjarak dengan rakyatnya. Hampir semua pemimpin dari PDIP bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Tunggu, selain Mbak Ipuk yang ngantor di desa, ternyata saya juga menemukan ada kepala daerah lain yang punya kebiasaan unik, yakni menginap di rumah warganya. Bener gak sih? Begitulah reaksiku ketika pertama mendengar informasi itu.
Ternyata benar. Orang itu adalah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah. Menginap di rumah warga itu artinya nunut tidur, numpang bermalam. Ngapain kok bisa-bisanya Ganjar Pranowo numpang tidur di rumah warga? Pertanyaan itu berputar putar di kepala saya.
Memang sulit dibayangkan. Saya yang orang biasa juga gak pernah betah kalau tidur di tempat orang lain, susah meremnya. Bentar-bentar ngelilir. Apalagi kok ini seorang pejabat negara, di pelosok desa pula menginapnya.
Yang bikin saya kaget Ganjar Pranowo ternyata sudah memulai aktivitas ini sejak 2014. Ganjar pernah menginap di desa Gambirsari Wonogiri, Cikendung Pemalang, Kaliangkrik desa tertinggi di Magelang, dan lain-lain. Kebiasaan itu sempat berhenti saat pandemi, dan baru di awal 2022, Ganjar kembali menginap di desa Gunungsari Kebumen.
Barulah saya tahu kedatangan Ganjar ke desa-desa di pelosok Jawa Tengah itu untuk berkumpul dan ngopi bareng warganya, sambil memberikan bantuan, serta menyampaikan program-program kerjanya. Dari aktivitas itu dia banyak mendengar masukan dari warga, termasuk persoalan-persoalan yang sedang dihadapi masyarakat juga tersampaikan.
Saya bisa membayangkan situasinya bermalam di rumah warga di pelosok desa. Jujur saya sendiri tidak yakin bisa melakukannya. Kamarnya mungkin bersih, tapi sudah pasti banyak nyamuk. Apalagi saya paling nggak kuat dengan obat nyamuk bakar.
Belum lagi untuk urusan kamar mandi dan air bersih. Â Syukur kalau sudah dikeramik. Tapi pasti di pelosok desa kamar mandinya juga nggak pakai shower. Harus mandi dengan bak, bisa saja airnya banyak bintik nyamuk karena kemungkinan perusahaan air bersih belum menjangkau wilayah itu.
Tapi ternyata Ganjar Pranowo nggak merasa keberatan sama sekali, ia tetap bisa menjalaninya. Bahkan sudah jadi kebiasaan. Wah, Ganjar memang selalu punya cara bikin rakyat kesengsem. Salam rambut putih ya, pak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H