Mohon tunggu...
Ronggo Wijaya
Ronggo Wijaya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Diam bukan pilihan

Diam bukan pilihan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karena Kita Harus Tetap Bahagia, Mel...

1 Maret 2022   14:57 Diperbarui: 1 Maret 2022   14:58 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: pos jateng


Aku ingin membuktikan bahwa aku bukan pria yang teramat keras kepala. Sekarang aku telah menuruti anjuranmu untuk lebih memedulikan kesehatan.


Hari ini pertama kalinya aku naik tansportasi umum sesuai anjuranmu.

Melisa,

Kamu tahu aku tidak menyukai transportasi umum. Aku membayangkan diriku akan mati berdesakan dengan orang-orang, terkurung dalam sebuah kotak besi selama beberapa saat, kondisi itu membuat aku mual.

Makanya aku lebih suka pakai sepeda motor dari Mranggen Demak ke Semarang dan itu sudah kulakukan hampir enam tahun. Bahkan saat musim hujan begini, aku lebih memilih menyediakan jas hujan di jok motorku.

Tapi akhir-akhir ini entah kenapa aku mudah dihajar flu berat. Badanku mudah mriyang sekarang. Itu fase yang menjengkelkan.

"Kamu nggak muda lagi, fisikmu sudah ringkih makanya sering masuk angin, paling tidak seminggu dua kalilah naik angkutan umum," katamu.

Baiklah, untuk kali ini aku harus melepas ego. Kamu harus menemani Rana yang masih dua tahun dan ia sedang lucu-lucunya. Keceriaan kalian adalah semangatku. Aku tidak ingin kalian kawatir dengan kesehatanku.

Aku ingat dua minggu yang lalu kamu begitu tersiksa karena harus mengurusi aku yang sakit. Aku lihat bagaimana kamu berjuang membagi waktu, mengurus keperluan Rana, mencuci pakaiannya, memasak, membersihkan rumah, ditambah harus pergi ke apotek membeli vitamin, sampai memanggil tukang pijat buat aku.

Mel, aku tidak ingin kerepotan itu kembali menimpamu. Maka aku menuruti anjuranmu.

Semula aku masih bingung transportasi apa yang mesti kupilih untuk sampai ke tempat kerja. Aku iseng membuka ojek online, dan kompensasi yang harus aku ganti tak main-main dengan jarak 14 km. Menggunakan mobil aku harus membayar Rp. 54 ribu, sedangkan untuk motor Rp. 29 ribu.

Aku menunjukkan harga itu ke kamu, dan anehnya kamu malah terpingkal-pingkal menyaksikan ketololanku. Saat itulah kamu menyarankan aku mencoba bus Trans Jateng.

Sambil menggendong Rana, pagi tadi akhirnya kamu menyempatkan diri mengantarku ke halte tak jauh dari pasar Mranggen. Kamu juga sempat membekaliku gambaran tentang operasioanal bus ini, maklum itu adalah pertama kalinya, dan kamu tahu tabiatku yang mudah cemas saat menghadapi hal-hal baru.

Saat menaiki bus, aku terkejut dengan apa yang kulihat. Bus yang kunaiki teramat bersih dan rapi. Hawa sejuk langsung mengusap tengkukku begitu memasukinya. Bahkan tidak ada desak-desakan, di sebelahku juga kosong karena masih pembatasan penerapan protokol kesehatan.

Makin terkejut saat aku harus membayar, cuma Rp. 4000! Sejak kapan bus semacam ini ada? Aku malu dengan kekolotanku!

Selama perjalanan, aku tidak berhenti mengedarkan pandangan ke sekelilingku. Bangku-bangku yang rapi. Bahkan di sisi depanku, ada bangku prioritas yang dikhususkan untuk lansia, penyandang disabilitas, dan ibu-ibu yang membawa anak kecil.

Karena penasaran aku diam-diam mencari tahu soal Trans Jateng lewat internet. Ternyata transportasi ini sudah diluncurkan sejak 2017 oleh Gubernur Ganjar Pranowo. Bahkan sekarang sudah memiliki enam koridor dengan 109 armada bus. Aku sekarang naik koridor enam, dengan rute Grobogan Purwodadi- Semarang.

Mel, hampir seluruh wilayah Jateng juga ternyata sudah terkoneksi dengan moda transportasi ini! Kita cuma bayar 4000 rupiah, bahkan anak-anak sekolah dan veteran cukup merogoh kocek Rp. 2500.

Kita bisa pergi dari Semarang ke Kendal, atau dari Purworejo ke Magelang. Bahkan ada juga rute Terminal Tirtonadi Surakarta sampai Sumberlawang, Sragen.

Aku tidak tahu, tapi aku membayangkan pemerintah pastilah mengeluarkan subsidi yang tidak sedikit untuk kemudahan transportasi macam ini. Ternyata pemrov Jateng amat peduli dengan orang-orang macam kita, yang punya ekonomi pas-pasan, namun tetap harus bahagia.

Di luar kulihat hujan turun lagi. Aku melipatkan tangan, dan menyandarkan kepalaku. Di sini aku tak lagi kawatir kehujanan, aku tidak perlu lagi menepi mencari tempat berteduh untuk mengenakan jas hujan sebagaimana biasa kulakukan saat naik motor.

Terimakasih Mel, sudah menyarankan aku mencoba Bus Trans Jateng ini. Kapan-kapan tidak ada salahnya kita ajak Rana sekalian jalan-jalan dengan bus ini. Aku sayang kalian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun