Aku hanya tersenyum menanggapi, dan kembali menerawang. Sudah 2 tahun ini hidupku bergantung dengan obat. Aku positif mengidap kanker hati, tidak ada yang tahu penyakitku, bahkan ibu, adik perempuanku dan Gadis. Aku memejamkan mata pasrah, kali ini biar tuhan yang menentukan, aku lelah. Aku lelah melawan penyakit ini, aku lelah dengan harapan-harapan dokter yang sudah kutahu dengan benar itu hanya untuk membesarkan hatiku, penyakit ini tak bisa disembuhkan tanpa transplantasi. Aku hanya ingin beristirahat, bukan menyerah..
∞∞
Hari ini sudah genap 4 bulan sejak kepergian Gadis ke Jerman, ia menjadi pianis terkenal disana, dan aku disini hanya menjadi seseorang yang hanya bisa berbaring lemah di atas kasur rumah sakit. Ibuku menangis histeris ketika tahu penyakitku, kejadian itu bermula setelah aku mengantar Gadis ke bandara, begitu sampai di depan rumah tubuhku melemas dan ambruk, semua gelap. Suara terakhir yang ku dengar adalah teriakan adik dan ibuku.
Aku tetap melarang ibu memberitahukan Gadis tentang kondisiku, dan masih tetap mengiriminya mawar setiap bulan 2 kali. Lewat perantara Ratih, adikku. Aku tidak peduli berapapun biaya pengiriman sepucuk mawar ke Jerman, bagiku itu adalah pesan kepadanya bahwa ia akan selalu baik-baik saja meski aku disini. Aku akan selalu menemaninya lewat bayang semuku. Sampai mataku tak pernah terbuka lagi, sampai hari itu ia tersadar bahwa pengirim mawar itu adalah aku, Galang. Sahabatnya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H