Mohon tunggu...
Rona Riyya Rifqi
Rona Riyya Rifqi Mohon Tunggu... -

menuai karya dan prestasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mawar Gadis

16 Mei 2015   05:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:56 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini panas, mungkin aku bisa menyebutnya seperti panas kota Jakarta dan Surabaya, atau yaa boleh lah bila ada kota yang lebih panas dari keduanya. Ini tidak berlebihan karena ketika aku berjalan ditengah lapangan seperti ini rasa-rasanya matahari bisa melelehkan otakku.. tapi tunggu, sudut mataku menangkap seseorang yang bisa menyejukkan hari panas ini, seorang gadis yang berbicara dengan penuh semangat dalam tawa cerianya, begitu manis dan natural dengan sedikit peluh di pelipisnya, ia masih mengenakan seragam olah raganya, beberapa rambut yang dikuncir kuda terjuntai berantakan namun tetap indah, dia indah.. benar-benar indah, tawanya mengundangku untuk ikut tersenyum bahagia dan untuk pertama kalinya tak bisa membuatku berpaling untuk tidak menatap gadis ini. Pertama kalinya hatiku berdesir lembut, sampai perutku terasa mulas, aku menikmati rasa yang menurutku asing ini, debar yang.. entahlah.

Ia berjalan melewatiku, bau bedak bayi mengumbar, tertangkap panca indraku. Kami bertatap sekilas, ia lebih lebih dan lebiiih manis jika dilihat dari dekat, mata bulat dan penuh semangat terpancar jelas dari bola mata hitamnya, bibir mungil dan kemerahan menambah paras ayunya, kulit putih dan kemerahan karena matahari membuatnya terlihat lucu dengan senyum indah nan menyejukkan. Nafasku tertahan beberapa detik, saat mata itu sekilas menusuk ku.

“gadiiiss! Tungguiiin..” teriak seseorang dibelakang, ku pikir temannya karena gadis itu seketika menoleh, ia tak berhenti, tapi malah berlari menjauh, seraya menjulurkan lidahnya,menggoda temannya. Aku tersenyum, ternyata namanya gadis..

∞∞

Untuk pertama kalinya kakiku melangkah dengan ringan untuk mengantar koran, tidak perlu membuat adik perempuanku sebal karena membangunkanku, ibuku berjualan nasi pecel setiap pagi untuk membiayai sekolah kami, ayah sudah 5 tahun lalu meninggal karena penyakit livernya. Aku sendiri harus membantu ibu mengantarkan koran setiap sebelum shubuh, dan langsung bersiap untuk sekolah. Yang jelas bagiku hari-hari selalu menyenangkan dan penuh semangat sejak menatap gadis itu, laksana vitamin atau nutrisi hidup, mungkin sedikit berlebihan, baiklah. Tapi ini sungguh nyata.

Untuk pertama kalinya aku menemukan semangat di pagi hari, menatap dunia dengan pandangan berbeda, untuk pertama kalinya juga menyadari bahwa dunia lebih indah dan menyenangkan ketika dihati bersemi sesuatu yang biasanya disebut cinta. Iya, aku sadar.. aku sadar dengan betul bahwa rasa ini cinta, sadar dengan betul bahwa cinta ini membuatku untuk tetap tersenyum dan bahagia meski di bus ramai, jalanan macet, dan akhirnya terlambat, mendapat ceramah dari tatib. Aku tetap bahagia, karena aku memang sengaja terlambat agar bisa bertemu dengan Gadis. Hehe.

Aku masih belum tahu kenapa gadis itu selalu datang terlambat ke sekolah, yang jelas aku memang sengaja menunggu bus yang sama dengan Gadis, menunggunya berlari sambil berteriak penuh semangat “pak kenek, tungguin gadiiss!!” sesekali tangannya menggapai, aku segera berlari masuk bus dan menerima tangannya, menariknya masuk dan membiarkannnya berdiri didepan ku. Seperti biasa, hatiku bergemuruh lagi, menyentuh tangannya yang lembut membuat perutku mulas, bukan karena sakit tapi memang ada sensasi berbeda saat kita dekat dengan orang yang kita sayangi. Oh entah, aku mungkin memang sudah menggilai gadis ini, bau bedak bayi mengumbar, memanjakan indraku, aku tersenyum.

Ia menoleh, menatapku penuh selidik, aku yang memang sedari tadi mengamatinya dari belakang tergagap, salah tingkah.

“eh kamu lagi.. kita kan satu sekolah yaa, siapa namamu??” ia menjulurkan tangannya padaku, dengan senyum itu, dengan tatapannya itu.. aku sungguh ingin berteriak bahagia saat itu juga. Tempatnya sangat sempit sehingga untuk menjulurkan tangan harus bersusah payah, mungkin ia baru sadar bahwa beberapa minggu ini selalu ada aku di belakangnya, dan akulah yang belakangan ini selalu menangkap tangannya saat menggapai pintu bus.

Aku tersenyum “ehm, Raditya Galang, panggil aja Galang” ucapku ditengah gemuruh hati, berusaha keras menetralkan sikap, aku akan terlihat konyol bila memperlihatkan kegembiraanku. Tapi tampaknya ia tidak terlalu menyadari tanganku begitu dingin, meski ia belum melepasnya, syukurlah.

“ooh hai Galang! Aku Gadis,” ia masih dengan senyumnya, tapi kali ini melepas jabatannya, dan melanjutkan “sepertinya kelas kita bersebelahan ya? Ipa2 kan? Aku Ipa1 Galang.. “

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun