Mohon tunggu...
Rona Riyya Rifqi
Rona Riyya Rifqi Mohon Tunggu... -

menuai karya dan prestasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanitaku

9 Maret 2015   15:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:56 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“mereka tidak cantik dan menarik, semuanya hanya terlihat murah mbak”

Kakak ku tersentak dan sepertinya ikut tersinggung, akhirnya ibu memnengahi sebelum pembicaraan kami berujung pertengkaran,

“iya nak.. kalo sudah beres urusan disini dan ibu mendapat banyak uang kita pasti segera pindah” ucapnya kala itu.

Ah aku sudah lelah membicarakan dan mengingatkan kedua wanitaku. Mereka tidak berhak dimiliki siapapun! Hanya itu yang kupikirkan. Apalagi kakak ku sudah pernah membuang janin tak berdosa, dia memang tak pernah bercerita pada ibu apalagi padaku, namun shubuh itu kakak tertangkap sudut mataku sedang mengendap-ngendap menuju sumur belakang rumah, dengan membawa bungkusan yang entah apa, tapi dari warnanya aku tau jelaas bahwa itu darah segar yang merembes dari dalam. Kakak ku tak sadar aku memperhatikan sedari tadi, tanpa rasa bersalah ia melemparkan janin yang sebenarnya adalah keponakanku itu kedalam tong sampah.

Aku hanya bisa terus berharap tuhan memberi hidayah pada mereka, iya.. mereka semua yang ada disini, yang terputus urat malunya, agar tuhan mau membasuh gelapnya hati mereka, memberikan sedikit kepekaan rasa kasihan pada mereka, doaku malam ini di seperempat malamku.

==

Seperti biasa, aku berangkat ke sekolah sebelum kakak dan ibuku bangun, aku tau mereka semalam pulang sangat malam, yang penting sudah ku gugurkan kewajibanku membangunkan mereka untuk sholat shubuh.

==

Hatiku mencelos menatap kampung ku sudah hangus, tangis pecah dimana-mana, beberapa gadis yang menjadi anak buah ibuku juga terlihat di beberapa tempat, menangisi entah apa, pakaiannya mungkin.

Pandangan ku liar, menatap sekeliling, mencari kedua wanitaku, ibu.. kakak! Dimana kalian, aku memaksa menerobos masuk garis polisi, benakku penuh akan bayangan-bayangan kampung ini, kegelapan, kenistaan, dusta, zina, perjudian, pembunuhan bayi tak berdosa, ibuku, kakakku.. semua berkumpul menjadi satu, aku sedikit berlari menuju rumah, seharusnya aku pulang sekolah lebih awal sesalku dalam hati, mataku basah, beberapa bulir air mata membasahi pipiku, ku usap kasar dengan lenganku.

Kakiku tertahan, pandanganku nanar menatap 2 mayat perempuan yang tergeletak tak jauh dari kakiku, tiba-tiba lututku lemas, aku menangis dalam diam, seraya memukul-mukul dada, ada sakit di dalam sana, 2 wanitaku terbujur kaku, kulit mereka menghitam, beberapa bagian tubuh mereka melepuh karena terbakar, rambut ibu bahkan habis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun