Uang bukan segalanya, namun hampir segala hal dalam kehidupan membutuhkan uang. Oksigen dalam udara masih gratis namun butuh energi yang didapatkan dari makanan untuk bisa menghirup oksigen. Karena itu suatu hal yang wajar memiliki keinginan untuk menjadi kaya, tapi sebaiknya tidak spekulasi namun investasi untuk mewujudkannya.
Spekulasi
Koperasi Langit Biru (KLB) diperkirakan merugikan masyarakat sekitar 6 triliun rupiah. Pada tahun 2011 dilaporkan dengan alasan penipuan dengan total nasabah sekitar 115 ribu orang. Investasi yang ditawarkan KLB menjanjikan keuntungan sekitar 30-40 persen per bulan, tergantung paket investasi (Kompas.com). Suatu hal yang tidak masuk akal.
Bayangkan jika ada sebuah usaha yang bisa menghasilkan keuntungan 30-40 persen per bulan. Apakah orang-orang yang kaya di dunia ini seperti Jeff Bezos, Warren Buffet dan Bill Gates tidak akan ikut investasi?
Orang kaya di Indonesia juga pasti akan ikut, karena jika uang mereka didepositokan di bank hanya bisa menghasilkan sekitar 6-7 persen per tahun. Jika terbukti ada bisnis yang bisa menghasilkan 30 persen per bulan atau 360 persen per tahun, pastinya mereka akan ikut menanamkan uangnya.
Keinginan menjadi kaya secara cepat alias keserakahan ini yang sering kali menjerumuskan orang untuk masuk ke investasi bodong. Bukan hanya investasi bodong, tetapi korupsi dan penggandaan uang secara klenik juga kemungkinan besar akibat keserakahan ini.
Untungnya hanya 6 triliun yang jika dibandingkan dengan nilai PDB Indonesia yang sekitar 1.400 triliun masih kecil jumlahnya. Tetapi jika banyak orang menjadi lupa diri dan bodoh maka tidak tertutup kemungkinan Stabilitas Sistem Keuangan akan rontok, karena jumlah yang besar.
Spekulasi hanyalah menguntungkan sang penyelenggara, tetapi akibatnya bisa merontokkan ekonomi sebuah negara. Sebagai contoh spekulasi mata uang yang ditenggarai dilakukan oleh George Soros, sempat menghancurkan ekonomi Indonesia yang memang rapuh stabilitas sistem ekonominya.
Baca: Krisis 1998, Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Makroprudensial
Oleh sebab itu saya paling tidak suka dengan pelaku spekulasi mata uang yang mengambil keuntungan di saat rupiah didera tekanan. Keuntungan mereka bisa saja menjadi salah satu faktor yang meruntuhkan stabilitas sistem keuangan Indonesia
Investasi
Hemat pangkal kaya adalah sebuah pepatah yang saya pikir masih bisa dibilang relevan di zaman sekarang ini. Karena dengan pola hidup hemat, kita tidak selalu mengikuti keinginan yang terkadang menyebabkan pengeluaran kita lebih besar dari pendapatan sehingga harus ditutup dengan utang.
Namun setelah berhemat dan memperoleh sisa penghasilan, menyimpannya di bawah bantal tidaklah cukup. Malah ada risiko uangnya bisa dimakan rayap. Bahkan sekadar menabung di bank saja juga tidak cukup, karena saat ini bunga tabungan di bank lebih kecil dari tingkat inflasi.
Inflasi di Indonesia dalam 4 tahun terakhir ini memang cukup terkendali, berada dalam kisaran 3,5 persen. Namun bunga tabungan tetap saja hanya sekitar 2 persen, sehingga jika hanya menabung maka uang kita akan berkurang nilai dalam jangka waktu tertentu.
Untuk itu, saya memutuskan untuk melakukan investasi uang dingin yang saya miliki. Uang dingin adalah uang yang tidak akan digunakan dalam jangka waktu dekat atau malah tidak dibutuhkan dalam jangka waktu panjang.
Investasi bisa dimulai dengan membuka deposito yang menurut saya risikonya sangat kecil. Karena uang yang kita taruh di bank dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sampai maksimal 2 miliar rupiah selama tingkat bunga sesuai dengan ketentuan. Sekadar informasi LPS adalah bagian dari usaha negara untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan.
Selain deposito, alat investasi yang menurut saya risikonya cukup rendah adalah Surat Berharga Negara seperti SBR (Saving Bond Retail) 007 dengan suku bunga minimum 7,5 persen.Â
Hal yang sangat menarik dari SBR adalah suku bunga minimum yang berlaku, artinya walaupun suku bunga Bank Indonesia (dibanding saat penerbitan) turun suku bunga SBR tidak turun.Â
Namun ketika suku bunga Bank Indonesia naik dibanding saat penerbitan maka suku bunga SBR akan ikut naik. Namun dana yang ditempatkan di SBR tidak bisa dicairkan sebelum SBR jatuh tempo.
Jika sudah semakin tahu tentang investasi dan sesuai dengan profil risiko masing-masing. Maka kita bisa beralih ke investasi yang lebih besar risikonya dibanding deposito seperti reksa dana, obligasi, properti, saham, logam mulia dan lainnya. Ingat makin besar risiko maka prospek keuntungan akan semakin besar.
Tujuan akhir investasi adalah passive income, yaitu penghasilan yang akan tetap kita dapatkan dengan hanya sedikit usaha atau bahkan tanpa perlu usaha apa-apa.
Dana Pembangunan
Dengan melakukan investasi atau minimal menabung kita akan bisa memperkuat stabilitas sistem keuangan Indonesia. Karena peran asing di pasar keuangan Indonesia bisa diturunkan jika masyarakat Indonesia menabung atau investasi.Â
Lebih jelasnya uang milik orang Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan asing di Indonesia, sehingga jika asing menarik dana tidak terjadi goncangan yang berarti.
Selain itu dana yang kita investasikan pada umumnya digunakan untuk memberikan kredit atau modal kepada pemerintah dan swasta. Sehingga dana pembangunan akan bertambah dan bisa diharapkan digunakan untuk kemajuan Indonesia.
Itulah yang saya lakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia, investasi dan tidak melakukan spekulasi.
Salam
Hanya Sekadar Berbagi
Ronald Wan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI