Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Money

Krisis 1998, Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Makroprudensial

25 Juni 2019   05:30 Diperbarui: 25 Juni 2019   06:05 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari di sebuah supermarket di Jakarta Barat pada pertengahan 1997. Tidak seperti biasanya, banyak sekali pelanggan berbondong-bondong memborong barang. Begitu banyaknya orang yang masuk sehingga manajemen terpaksa melakukan buka tutup toko untuk menjaga agar situasi tetap kondusif.

Semua produk susu bersih tak bersisa. Mie instan sampai yang berharga premium habis diborong. Barang-barang lain juga diborong, stok yang seharusnya bisa bertahan 2 minggu sampai 1 bulan habis di hari itu.

Itulah sekilas pengalaman saya menjadi pengurus supermarket ketika terjadi panic buying pada tahun 1997, akibat kurs dolar AS terhadap rupiah yang melonjak ratusan persen. Masyarakat panik dan langsung memborong barang-barang kebutuhan pokok terutama produk untuk bayi.

Krisis ekonomi Indonesia dimulai dan terus berkembang menjadi krisis politik serta keamanan. Kerusuhan Mei 1998 adalah puncak dan kejatuhan Soeharto menjadi awal dari era reformasi.

Pelajaran

Krisis ekonomi 1998 memberikan pelajaran kepada Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam mengembangkan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang baik, namun di sisi lain stabilitas sistem ekonomi adalah hal yang juga tak kalah penting.

Butuh sekitar 10 tahun sejak 1998 bagi Indonesia untuk benar-benar keluar dari krisis. Ditambah utang ke IMF sebesar USD 43 miliar selain BLBI yang berjumlah puluhan triliun rupiah adalah ongkos yang harus dibayar. Belum lagi ongkos sosial yang terkadang sulit untuk bisa dirupiahkan.

Pengawasan bank yang lemah, menyebabkan banyak bank termasuk bank pemerintah tidak melakukan manajemen yang prudensial (bijak) dalam mengelola dana masyarakat. Bank yang dimiliki konglomerat pada masa itu diduga banyak menyalurkan kredit ke perusahaan afiliasi (pemilik sama) yang berpotensi diberikan tanpa melakukan analisa yang mendalam sehingga kemungkinan besar bisa menjadi kredit bermasalah.

Pengawasan lemah dan manajemen yang tidak bijak bermuara pada banyaknya bank yang kolaps saat krisis 1998. 16 bank harus ditutup dan banyak bank yang akhirnya harus masuk ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Belum lagi utang luar negeri swasta yang berpenghasilan rupiah diambil tanpa melakukan lindung nilai (hedging) kurs. Sehingga ketika kurs dolar AS terbang ratusan persen maka utang tersebut tak mampu lagi dibayar.

Hal-hal di atas adalah sebuah pelajaran yang harus dibayar mahal.

Perbaikan

Sejak awal 2000, Bank Indonesia telah mulai menyusun kerangka stabilitas sistem keuangan Indonesia dan membentuk Biro Stabilitas Sistem Keuangan (BSSK) di dalam lingkup Bank Indonesia (BI).

BI juga sejak tahun 2003 telah mempublikasikan hasil pemantauan atas stabilitas sistem keuangan per semester. Laporan ini dikenal dengan nama Kajian Stabilitas Keuangan.

Pemerintah bersama DPR juga melakukan perbaikan dengan membentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berdasarkan UU nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Lembaga ini didirikan bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap bank.

Pada tahun 1999, Bank Indonesia meraih status independen setelah UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia diundangkan. Independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain termasuk pemerintah. Hal yang sangat penting agar ada check and balances dengan pengelolaan ekonomi negara.

Tidak hanya itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga didirikan pada tahun 2011 berdasar UU nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Agar pengawasan dan pengaturan terhadap bank dan perusahaan finansial bisa lebih fokus lagi dilakukan.

Bersama dengan Kementerian Keuangan, BI, dan LPS membentuk forum koordinasi stabilitas keuangan pada tahun 2005. Forum ini adalah forum koordinasi, kerja sama dan pertukaran informasi antar otoritas yang berkepentingan dalam pemeliharaan stabilitas sistem keuangan Indonesia. Sekarang ini sudah berubah menjadi Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan juga anggotanya ditambah dengan OJK.

Perbaikan yang cukup berhasil, Indonesia bisa melalui krisis ekonomi dunia 2008 dengan baik. Dalam artian tidak terlalu berdampak parah terhadap ekonomi Indonesia.

Stabilitas Sistem Keuangan

Salah satu definisi stabilitas sistem keuangan yang dikutip dari situs OJK adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko dengan baik.

Sistem keuangan yang stabil adalah fondasi bagi pertumbuhan ekonomi. Tanpa sistem keuangan yang stabil maka pertumbuhan ekonomi sulit untuk bisa berkelanjutan. Seperti pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi di masa orde baru tetapi berakhir di krisis ekonomi 1998.

Dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan pada tahun 2005, BI bersama pemerintah menyusun kerangka Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang sekarang ini sudah dituangkan ke dalam Rancangan Undang-undang JPSK.

Komponen JPSK adalah :

  1. Pengaturan dan Pengawasan Bank yang Efektif, sebuah fungsi mikroprudensial yang dilakukan oleh OJK. Pengaturan dan pengawasan bank ini selalu harus bertujuan kepada stabilitas sistem keuangan.
  2. Lender of Last Resort, fungsi dari Bank Indonesia (BI) untuk dapat memberikan pinjaman atau bantuan likuiditas baik di saat normal maupun krisis. Fungsi ini terbukti efektif dalam pencegahan dan penanganan krisis. Selain itu BI juga bertugas dan memiliki kewenangan penuh untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter. Kebijakan moneter yang dilaksanakan dalam kerangka makroprudensial.
  3. Skema Penjaminan Simpanan, sebuah fungsi yang dijalankan oleh LPS. Dengan menggunakan metode asuransi. Sekarang ini LPS menjamin dana nasabah bank sampai dengan Rp 2 miliar selama suku bunga tidak melebihi rekomendasi LPS.
  4. Kebijakan Resolusi Krisis yang Efektif, dalam JPSK ditetapkan peran dan kewenangan masing-masing otoritas dalam penanganan krisis. Ditunjang dengan adanya Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, dan LPS

Hasil rapat KSSK April 2019 menyimpulkan bahwa dari pemantauan perekonomian, moneter, fiskal, pasar keuangan, lembaga jasa keuangan, dan penjaminan simpanan, sistem stabilitas keuangan (SSK) kuartal I 2019 terjaga dengan baik. Pemilu yang terlaksana dengan aman dan damai turut meningkatkan kepercayaan publik kepada SSK.

Pemantauan, pengawasan, dan pengaturan terhadap sistem keuangan adalah kunci dari stabilitas sistem keuangan. Kesiapan untuk menghadapi krisis juga menjadi hal yang penting.

Sekarang ini yang juga tidak kalah penting adalah jangan sampai aturan tertinggal dibanding dengan kemajuan teknologi. Hal yang bisa berbahaya, karena bisa meruntuhkan kepercayaan masyarakat, sebagai contoh banyaknya tekfin ilegal yang beroperasi di Indonesia.

Kebijakan Makroprudensial

Menurut penelitian yang dilakukan BIS, Swiss, didefinisikan sebagai kebijakan yang bertujuan untuk membatasi risiko dan biaya dari krisis sistemik (Galati G, and Richard M, 2011).

Membaca beberapa buku referensi dari Bank Indonesia yaitu Mengupas Kebijakan Makroprudensial dan Kajian Stabilitas Keuangan No. 32- Maret 2019. Definisi kebijakan makropudensial menurut saya adalah kebijakan ekonomi makro (dalam fungsi dan wewenang BI adalah kebijakan moneter Indonesia) yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi tetap mampu untuk meredam risiko krisis sistemik.

Sebagai informasi prudensial berarti bersifat bijaksana dalam KBBI.

Sebagai contoh adalah keputusan dewan gubernur BI untuk mempertahankan suku bunga pada rapat Juni 2019. Hal ini kemungkinan bertujuan untuk mengurangi risiko ekonomi Indonesia dan agar kurs rupiah tetap stabil dalam menghadapi situasi ekonomi global yang tidak menentu.

Perang dagang yang masih berlangsung dan Brexit yang belum menemukan titik terangnya. Kedua hal ini masih ditambah dengan situasi geopolitik yang panas di Timur Tengah antara Iran dan Amerika Serikat.

Selain itu akibat perang dagang, kinerja ekspor Indonesia sendiri terganggu sehingga neraca perdagangan mengalami defisit. Akan berakibat menekan neraca transaksi berjalan yang masih defisit sampai saat ini.

Namun di sisi lain, BI memutuskan untuk menurunkan persentase Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 basis poin. Berpotensi untuk menambah likuiditas perbankan sebesar Rp. 25 triliun. Penambahan likuiditas yang bisa disalurkan dalam bentuk kredit yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebagai informasi GWM adalah dana atau simpanan wajib yang harus dipenuhi oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro di Bank Indonesia. Besaran GWM ditetapkan oleh BI dalam bentuk persentase dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank.

Kebijakan Makroprudensial yang dijalankan oleh BI juga terlihat dalam menghadapi tantangan ekonomi 2018. BI meningkatkan suku bunga acuan sampai ke tingkat 6 persen namun di sisi lain menurunkan Loan to Value Ratio sektor properti untuk dapat mendorong ekonomi, khususnya di bidang properti dan berbagai kebijakan makroprudensial juga dilakukan agar pertumbuhan kredit tetap terjaga.

Hasilnya walau kurs dolar AS terhadap rupiah sempat bergejolak namun akhir 2018 kembali menguat ke level 14 ribuan. Ekonomi Indonesia juga tumbuh cukup lumayan pada tahun 2018 yaitu sebesar 5.17 persen. Inflasi terjaga baik yaitu hanya berada pada posisi 3,13 persen pada Desember 2018.

Sebuah keberhasilan Bank Indonesia yang tentunya disertai kerja sama dan dukungan otoritas lain dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dengan menggunakan kebijakan makroprudensial.

Referensi :

Kontan.co.id

CNNIndonesia.com

Bi.go.id

Salam

Hanya Sekadar Berbagi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun