Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Money

Krisis 1998, Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Makroprudensial

25 Juni 2019   05:30 Diperbarui: 25 Juni 2019   06:05 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hasil rapat KSSK April 2019 menyimpulkan bahwa dari pemantauan perekonomian, moneter, fiskal, pasar keuangan, lembaga jasa keuangan, dan penjaminan simpanan, sistem stabilitas keuangan (SSK) kuartal I 2019 terjaga dengan baik. Pemilu yang terlaksana dengan aman dan damai turut meningkatkan kepercayaan publik kepada SSK.

Pemantauan, pengawasan, dan pengaturan terhadap sistem keuangan adalah kunci dari stabilitas sistem keuangan. Kesiapan untuk menghadapi krisis juga menjadi hal yang penting.

Sekarang ini yang juga tidak kalah penting adalah jangan sampai aturan tertinggal dibanding dengan kemajuan teknologi. Hal yang bisa berbahaya, karena bisa meruntuhkan kepercayaan masyarakat, sebagai contoh banyaknya tekfin ilegal yang beroperasi di Indonesia.

Kebijakan Makroprudensial

Menurut penelitian yang dilakukan BIS, Swiss, didefinisikan sebagai kebijakan yang bertujuan untuk membatasi risiko dan biaya dari krisis sistemik (Galati G, and Richard M, 2011).

Membaca beberapa buku referensi dari Bank Indonesia yaitu Mengupas Kebijakan Makroprudensial dan Kajian Stabilitas Keuangan No. 32- Maret 2019. Definisi kebijakan makropudensial menurut saya adalah kebijakan ekonomi makro (dalam fungsi dan wewenang BI adalah kebijakan moneter Indonesia) yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi tetap mampu untuk meredam risiko krisis sistemik.

Sebagai informasi prudensial berarti bersifat bijaksana dalam KBBI.

Sebagai contoh adalah keputusan dewan gubernur BI untuk mempertahankan suku bunga pada rapat Juni 2019. Hal ini kemungkinan bertujuan untuk mengurangi risiko ekonomi Indonesia dan agar kurs rupiah tetap stabil dalam menghadapi situasi ekonomi global yang tidak menentu.

Perang dagang yang masih berlangsung dan Brexit yang belum menemukan titik terangnya. Kedua hal ini masih ditambah dengan situasi geopolitik yang panas di Timur Tengah antara Iran dan Amerika Serikat.

Selain itu akibat perang dagang, kinerja ekspor Indonesia sendiri terganggu sehingga neraca perdagangan mengalami defisit. Akan berakibat menekan neraca transaksi berjalan yang masih defisit sampai saat ini.

Namun di sisi lain, BI memutuskan untuk menurunkan persentase Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 basis poin. Berpotensi untuk menambah likuiditas perbankan sebesar Rp. 25 triliun. Penambahan likuiditas yang bisa disalurkan dalam bentuk kredit yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebagai informasi GWM adalah dana atau simpanan wajib yang harus dipenuhi oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro di Bank Indonesia. Besaran GWM ditetapkan oleh BI dalam bentuk persentase dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun