Pemerintah Amerika Serikat, sudah mengumumkan akan menaikkan tarif impor atas sekitar US$ 50 miliar barang-barang impor dari China. Barang-barang ini merupakan barang-barang yang berbasis teknologi.
Baca "Apakah Perang Dagang Sudah dimulai?"
Alasan yang dikemukakan adalah ditemukan adanya pelanggaran atas hak intelektual Amerika Serikat oleh perusahan-perusahaan di China. Termasuk dikatakan bahwa ada pemaksaan untuk memberikan akses teknologi, bagi perusahaan AS yang mau masuk ke pasar China.
Benarkah seperti itu?
Mckinsey pada tahun 2015 mengeluarkan sebuah laporan tentang inovasi China. Laporan tersebut dibagi menjadi empat kategori inovasi:
- Inovasi berbasis konsumen (misalnya e-commerce, pembayaran mobile, atau pelayanan keuangan online)
- Inovasi berbasis manufaktur (misalnya produksi barang elektronik rumah tangga dan mobil)
- Inovasi berbasis teknik (misalnya konstruksi kereta cepat)
- Inovasi berbasis riset (misalnya teknologi semi konduktor atau obat)
Laporan ini menyimpulkan bahwa untuk inovasi berbasis konsumen dan manufaktur, China sudah menjadi nomor satu di dunia.
Sebagai bukti bagaimana masifnya pembayaran menggunakan ponsel di China, untuk inovasi berbasis konsumen. Bukan lagi berbasis kartu debit atau kartu kredit namun murni aplikasi.
Baca "Mengenal Transaksi Non Tunai di Dunia"
China sudah terkenal sebagai pabrik dunia. Barang-barang yang boleh dibilang kebanggaan Amerika Serikat seperti Apple, Â diproduksi di China. Di outsource ke sebuah perusahaan yang bernama Foxconn.
Bukan hanya Apple, masih banyak lagi barang elektronik yang diproduksi di China. Dan sekarang bukan hanya memproduksi barang dengan merek negara lain. Merek buatan China sendiri pun sudah mulai merajai pasar, ponsel misalnya.
Saya rasa malah untuk inovasi berbasis teknik, mungkin boleh dibilang juga minimal masuk dalam lima besar dunia. Jaringan kereta api cepat China sangatlah mengagumkan, bisa mencapai bukan hanya kota besar, namun juga kota kecil.
Bahkan untuk drone komersil, merek China DJI sudahlah merajai. Awal saya tahu tentang DJI, saya berpikir bahwa ini adalah sebuah perusahaan AS yang memproduksi barangnya di China. Setelah riset lebih lanjut ternyata ini adalah sebuah perusahaan China berbasis di Shenzhen yang merajai pasar drone di Amerika Serikat.
Tuduhan pencurian hak intelektual?
Metode bongkar, meniru dan kembangkan. Sebenarnya sudah dilakukan oleh Jepang dan Korea Selatan dan mereka berhasil menjadi negara maju dengan cara ini.
Pada awalnya mereka hanya bisa meniru dan akhirnya malah bisa menjadi penguasa dunia. Sebagai contoh Toyota penguasa pasar mobil dan Samsung yang boleh dibilang adalah penguasa pasar ponsel pintar.
Jadi masih bisa diperdebatkan.
Namun juga bisa saja China terlalu kasar dalam melakukan peniruan. Ada beberapa barang yang baru dikembangkan dan belum dijual secara umum. Tetapi sudah muncul tiruannya di pasar China (siap untuk dibeli dan dieskpor jika perlu).
Hal ini pasti membuat kesal para pemilik paten dan negara yang diganggu patennya. Termasuk Amerika Serikat.
Made in China 2025
Sekarang ini China masih terkenal sebagai tempat membuat barang dengan teknologi rendah dengan harga yang rendah pula. Namun sudah mulai berkembang menjadi tempat produksi barang-barang berteknologi tinggi.
Pemerintahan China, memiliki sebuah visi yang disebut Made in China 2025. Di mana pada tahun 2025, China bukan lagi melakukan ekspor barang-barang yang bernilai tambah kecil.
Namun melakukan ekspor barang bernilai tambah tinggi, yaitu barang-barang dengan teknologi yang tinggi. Mahalnya suatu barang, obat misalnya. Salah satunya adalah karena adanya royalti atas paten tentang obat tersebut.
Setelah masa paten selesai, barulah bisa dibuat obat generik. Harganya bisa hanya 10% dari obat yang masih berlaku masa patennya. Hak intelektual memang memiliki harga yang tinggi.
Dalam rangka mewujudkan visi Made in China 2025, China menurut data OECD mencurahkan dana riset dan pengembangan sebesar US$ 377 miliar pada tahun 2015. Dibandingkan dengan AS yang sebesar US$ 463 miliar memang masih kecil.
Namun jika dibandingkan dengan Jepang, Jerman dan Korea Selatan yang mengucurkan dana maksimal US$ 100 miliar. China mengeluarkan dana riset sekitar tiga kali lipat lebih besar.
Lebih menarik lagi adalah bahwa dana tersebut sebagian besar berasal dari pemerintah. Serta ditujukan bukan untuk riset dasar, namun riset yang lebih ke arah komersialisasi sebuah produk.
Bukan hanya itu, China juga memiliki ambisi untuk menjadi penguasa teknologi Artificial Intelligence.
Patutkah Amerika Serikat khawatir?
Sekarang ini AS tidak bisa lagi bergantung kepada produksi barang-barang berteknologi rendah. Karena gaji di AS sangat tinggi jika dibandingkan dengan gaji di negara berkembang, termasuk China, apalagi Indonesia.
Untuk itu AS mengandalkan industri berbasis teknologi. Pesawat terbang (Boeing), atau pengembangan teknologi Google, Apple dan Microsoft misalnya.
Jika keunggulan dalam teknologi sudah disaingi oleh China. Mungkin ekonomi AS akan terancam ditambah lagi dengan jumlah penduduk China yang besar. Sehingga akan mudah untuk mencapai skala ekonomi dalam produksi yang bisa menekan harga barang.
*************
Mungkin saat ini Donald Trump benar, untuk khawatir terhadap China. Sehingga menerapkan tarif tambahan impor bagi barang teknologi China dan membatalkan beberapa usaha perusahaan China untuk membeli perusahaan teknologi AS.
Setidaknya bisa memperlambat kemajuan China.
Referensi : Fortune.com ; Â LA Times
Salam
Hanya Sekadar Berbagi
Artikel ini pernah ditayangkan di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H