Setelah masa paten selesai, barulah bisa dibuat obat generik. Harganya bisa hanya 10% dari obat yang masih berlaku masa patennya. Hak intelektual memang memiliki harga yang tinggi.
Dalam rangka mewujudkan visi Made in China 2025, China menurut data OECD mencurahkan dana riset dan pengembangan sebesar US$ 377 miliar pada tahun 2015. Dibandingkan dengan AS yang sebesar US$ 463 miliar memang masih kecil.
Namun jika dibandingkan dengan Jepang, Jerman dan Korea Selatan yang mengucurkan dana maksimal US$ 100 miliar. China mengeluarkan dana riset sekitar tiga kali lipat lebih besar.
Lebih menarik lagi adalah bahwa dana tersebut sebagian besar berasal dari pemerintah. Serta ditujukan bukan untuk riset dasar, namun riset yang lebih ke arah komersialisasi sebuah produk.
Bukan hanya itu, China juga memiliki ambisi untuk menjadi penguasa teknologi Artificial Intelligence.
Patutkah Amerika Serikat khawatir?
Sekarang ini AS tidak bisa lagi bergantung kepada produksi barang-barang berteknologi rendah. Karena gaji di AS sangat tinggi jika dibandingkan dengan gaji di negara berkembang, termasuk China, apalagi Indonesia.
Untuk itu AS mengandalkan industri berbasis teknologi. Pesawat terbang (Boeing), atau pengembangan teknologi Google, Apple dan Microsoft misalnya.
Jika keunggulan dalam teknologi sudah disaingi oleh China. Mungkin ekonomi AS akan terancam ditambah lagi dengan jumlah penduduk China yang besar. Sehingga akan mudah untuk mencapai skala ekonomi dalam produksi yang bisa menekan harga barang.
*************
Mungkin saat ini Donald Trump benar, untuk khawatir terhadap China. Sehingga menerapkan tarif tambahan impor bagi barang teknologi China dan membatalkan beberapa usaha perusahaan China untuk membeli perusahaan teknologi AS.